"Bukankah kunang-kunang yang paling kau rindukan?"
Belalak mataku mengerjap. Mengiyakan. Namun saat ini ada yang merampas rinduku hingga ke tepi-tepi nadi.
Kubawa kau setengah berlari.
Mumpung jalanan sepi. Tak selintas pun kendaraan laju melintas. Kabut bagai selimut tipis yang menghela waktu.
Tiba di titik pandang lapang.
Kau dengan mata takzim yang meruang.
Jauh di seberang, lengkung sempurna pesona tujuh warna menghunjam rangkaian hutan Cikeusik.
Jemari tangan masih di genggaman, erat-lekat. Yin dan Yang.
Bisikmu perlahan,
"Sang Katumbiri sudah datang"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H