Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kucing 1: Bidu

20 Desember 2019   21:55 Diperbarui: 21 Desember 2019   12:07 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.thespurcepets.com

Di rumah Eyang, banyak sekali kucing. Mungkin ada 7 atau 9 atau 11 ekor. Saya tidak hapal. Dan Eyang sangat telaten memberi makan kucing-kucing itu.

Ketika saya punya Bidu, maka saya pun melakukan 'copy paste' tingkah Eyang terhadap kucing-kucingnya. Bidu menjadi tahu siapa tuannya. Sepulang sekolah, Bidu akan mengeong seperti sengaja menunggu kedatangan saya.

Hingga pada suatu ketika, selayaknya makhluk hidup betina, Bidu mengalami peristiwa alam bernama kehamilan. Tiga anak Bidu lahir selamat sehat tanpa kurang suatu apa. 

Namun Bapak sebagai pemilik sah dan penguasa teritorial pemerintahan di koordinat tempat saya berada rupanya memiliki policy tentang kucing yang sangat tidak menguntungkan bagi Bidu. Dan saya. Inilah saat pertama kalinya saya mengalami peristiwa 'perpisahan' dengan sebuah makhluk hidup yang saya sayangi. Sebuah pelajaran tentang kemelekatan.

Bidu dan anak-anaknya harus hengkang dari kediaman kami. Setelah Bapak memberikan penjelasan yang panjang kali lebar kepada saya dan adik-adik, Bidu harus berpindah kewarganegaraan. Bukan lagi warna negara Wahidin 61B, melainkan warga negara pasar Tempat Pelelangan Ikan Pemandian Kartini.

Patah hati?
Sedih?
Kecewa?
Nangis?

Seingat saya tidak. Barangkali kemampuan persuasif Bapak sedemikian tinggi (makanya bisa mempersunting Ibu yang bagiku wanita tercantik di dunia -apalagi bila mengenakan kebaya-) sehingga saya merasa ikhlas-ikhlas saja. Tidak ada drama. Tidak ada peristiwa anak kelas 3 SD ngambek berlama-lama.

Hanya saja, di beberapa hari Minggu saat bisa bersepeda menyusuri pantai pasir putih Jepara selepas Subuh bersama kawan-kawan dengan tujuan final Pantai Kartini Jepara, saya akan menyempatkan diri berbelok ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dimana dulu Bidu dipindahkan kewarganegaraannya. Saya akan mencari binatang dengan nama latin panthera tigris dengan ciri-ciri telon yang khas, bersama tiga ekor kucing kecil-kecil manis anaknya. Seingat saya, saya tidak pernah bertemu Bidu pada setiap kali kunjungan ke pasar itu. Bahkan setelah berselang tahun saat saya ada kesempatan menyambangi TPI itu. Dimana kamu, Bidu?

"Di pasar, Bidu tidak akan kelaparan"
Begitu ujar Bapak sambil mengelus kepala saya. Gadis kecil dengan rambut sebahu, dengan jepit rambut logam di belahan kanan.

Kramat Pela, 20 Desember 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun