Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sad Rasa & Sapta Rasa

16 Desember 2019   23:38 Diperbarui: 18 Desember 2019   04:37 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cahyo bengong tapi tak urung ia memindahkan bungkusan berisi 20 tusuk sate maranggi ke sisi kanan pinggangnya.

Di luar mobil. Hoek-hoek ku menjadi-jadi. Tapi tak ada apapun yang kumuntahkan. Tidak sebutir zarahpun!

Ketika sampai di rumah, tak sepotong daging sate maranggi yang sanggup menggugah seleraku. Lebih gak masuk akal lagi, setelah kejadian itu, aku nggak bisa menikmati hidangan dari daging sapi. Entah itu bakso, rendang, abon, dendeng, apapun yang berbahan dasar sapi. Bahkan rawon. Rawon terenak sedunia bikinan Mbak Yuyun di Keputren Kembang Sepatu Malang pun tak bisa kunikmati. Oalah, Yung, Biyuung. Rugi sekali saya makan rawon hanya kuahnya saja. Bahkan kuahnya yang enaknya sundul langit itu pun membuat saya merasa menyesal setelah melahapnya. Ya Allah Ya Robbi Ya Rasulullah. Paringana sih gunging pangaksami.

Padahal aku ini penggemar berat bakso. Entah itu bakso malang depan Masjid Palatehan, Bakso Kumis Blok S, Bakso Lapangan Tembak, Bakso Boedjangan, atau bakso manapunlah itu.

Jika di dalam agama Hindu dikenal ada sad rasa, yaitu enam rasa yang dirasakan indera pencecap yang terdiri atas swadu (manis), amla (masam), tikta (pahit), lawana (asin), katu (pedas), dan kasaya (sepet), maka bagiku ada Sapta Rasa. Yaitu Sad Rasa ditambah yang satu ini: rasa menyesal setelah mengunyah daging sapi. Seperti begini: sudah tahu salah, tapi dilakukan juga, ditambah rasa eneg, mual, dan aneh yang ada di rongga mulut, terutama lidah.

Ah, bersyukurlah kalian yang masih bisa menikmati lezatnya daging sapi dan steak welldone-nya Prabu Revolusi di Jalan Kramat Pela sebelah Kopi Nyai. Hmmmm.... begitu lembut, juicy, dan maknyusss. Untuuung saat itu aku masih bisa menikmatinya sebelum kejadian sate maranggi Haji Junus.

Lalu malam ini. Ketika perutku menagih diisi, dan gofood 'ngiming-imingi' dengan menu mie ayam, tetiba mataku tertuju pada menu sehat dengan judul mie ayam vegetarian.

Harganya plus ongkir dengan cash jadi Rp. 29.000,-. Not bad. Dan begitu pesanan datang, alhamdulillah... tidak ada efek 'rasa menyesal' setelah mie ayam tandas habis. Padahal ada dua buah bakso bulat dengan penampilan yang nyaris sama dengan bakso kecil di Bakso Boedjangan Melawai. Keabu-abuam dengan tekstur yang sangat mirip bola-bola daging.

Mie nya memiliki tingkat kekenyalan dan kelembutan yang pas. Taburan irisan jamur yang warnanya coklat kehitaman memiliki komposisi dan porsi yang seimbang. Demikian pula tingkat kematangan sayur hijau yang menjadi faktor warna kontras pada sajian berwarna paduan kuning pucat, coklat-hitam, dan abu-abu.

Ah! Saya gak salah pilih.

Sabda Vegie Food Pondok Indah! Dia bakalan jadi tempat yang sering kuhampiri dengan order Gofood manakala aku kepingin makan bakso tanpa harus merasakan rasa yang ke-7: rasa menyesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun