Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Baduy ke Brussels

4 Agustus 2019   11:12 Diperbarui: 24 Januari 2021   16:19 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada unsur logam. Tidak ada paku yang digunakan untuk menyambung/merekatkan bagian-bagian rumah. Ia juga bercerita tantang bagaimana aturan-aturan pembangunan rumah adat di Baduy. Terutama Baduy Dalam. 

Rumah-rumah adat bilik semuanya menghadap hanya ke dua arah: Utara dan Selatan. Kecuali rumah Puun, pimpinan mereka. Ada ruang luas yang menjembatani antara rumah Puun dan Bale, disebut alun-alun. Jarak antar rumah dipastikan cukup untuk jalan setapak berbatu-batu untuk 'lalu lintas' manusia di dalam kampung. 

Ah. Jadi membayangkan duduk di teras rumah adat Baduy saat hujan turun sambil menyesap air kopi Cap Oplet buatan Asmin Dulur Baduy Dalam saya. Kedua telapak tangan menangkup ke somong (gelas bambu) yang hangat untuk meredakan gigil dingin musim hujan. Sesekali, meningkahi sesapan kopi dengan patahan-patahan kasar kecil-kecil gula aren Baduy. 

Patahan dan serpihan itu adalah hasil pertemuan berupa benturan keras antara golok Baduy milik Asmin dengan bongkah utuh setangkup gula yang berwujud gabungan dua setengah elips bersatu. 

Mengingatkan saya bahwa untuk menjadi migunani marang liyan (berguna bagi sesama di alam semesta) seringkali kita harus melalui proses terbentur yang keras. 

Dan tentu saja: menyakitkan. Paling tidak, ada energi yang terlepas dari proses benturan itu. Dari bongkahan gula aren yang pejal keras, menjadi serpih-serpih manis penuh senyawa kimia ikatan Karbon, Hidrogen, Oksigen. C6H12O6.

Kombinasi gula aren yang manis dan kopi oplet yang pahit membentuk sebuah komposisi seperti lukisan yang seimbang antara sisi gelap dan sisi terang. Paduan yang pas untuk memandangi tetesan air hujan dari atap rumah yang terbuat dari rangkaian dedauanan pohon monokotil. 

Tetes-tetes itu adalah air langit membawa serta doa-doa leluhur dari Bapa Angkasa kepada Ibu Bumi. Lalu tercium petrikor: aroma khas hujan saat airnya menyentuh tanah. 

Imajinasi saya terhenti saat Mursid mengakhiri ceritanya. Kami sempat bertelepon via video call dengan seorang sahabat yang tertarik pada selendang tenun Baduy warna merah. Katanya untuk edisi Kemerdekaan RI ke-74. 

Setelahnya, dan setelah saya mengabadikan Mursid di @myredwall -dinding merah legendaris a la Rambu Ambu Siwi- Mursid dan temannya pun berpamitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun