Ada yang hilang. Dan itu menerbitkan air mata. Biasanya ia ada. Biasanya, ia hadir: dengan sosok yang sungguh kukenali dengan baik. Berdiri tegak, gagah, tangguh. Seolah tak tergoyahkan. Di situ. Di tepi jalan di sisi kananku setiap kali aku berangkat ke tempat kerja. Menjulang. Tinggi. Dedaunan lebat menjadi mahkotanya. Pokok kambium yang kubayangkan berisi tanda tahun melingkar- lingkar di dalam tubuhnya menunjukkan betapa lamanya ia ada disana.
Bukan hanya kepergiannya yang kutangisi. Memandang sisa tubuhnya dengan diameter hampir 2 meter, mengingatkanku berapa banyak akar yang selama bertahun-tahun membantu menyimpan air tanah di situ. Memandang sisa tubuhnya, seperti melihat luka yang menganga. Dua buah pohon Mahoni di tepi jalan di Jl Wirasaba itu kini sudah menjadi 'bangkai'. Tak ada bau busuk, memang. Bahkan di tempatnya berdiri kini, kelak akan menjadi jembatan yang memudahkan transportasi dari ruas wilayah Adiarsa menuju Teluk Jambe, melintasi Sungai Citarum. Namun, jika tak ada pengganti bagi dua pokok Mahoni yang tamat riwayatnya tahun 2012 ini, bau busuk bencana lingkungan bisa jadi terhembus. Tidak di tahun ini. Semoga ada yang menyadari.
30 September 2012
Tulisan tentang pohon peneduh pinggir jalan yang harus ditebang untuk keperluan pembuatan jembatan (yang menghubungkan Teluk Jambe dan Jl Ir. Suhud Hidayat / Jl Wirasaba Karawang) di atas aliran Sungai Citarum, Hingga Juni 2013, jembatan itu belum terwujud juga. Sebuah proyek PU yang belum kunjung selesai.
Oleh: Siwi W. Hadiprajitno
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H