Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibu Hanya Membukakan Pintu-Pintu

14 Oktober 2015   06:48 Diperbarui: 14 Oktober 2015   06:49 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menemukan tulisan lama. Senyum saya mengembang karena dua hal, Anak Lanang sekarang (16 tahun) sudah terinfeksi kegemaran corat-coret (Manga adalah pilihan alirannya), Alhamdulillah; dan sebuah trofi mungil saat bangku akhir SD untuk juara membaca di ajang antar sekolah menghiasi lemari kaca. Trofi itu sempat dia boyong ke asrama sewaktu SMP untuk jadi motivatornya dan hiasan lemari kayunya.

Tulisan itu, begini ....

26 Juli 2013
Hari Puisi Nasional. Hari ini, 26 Juli. Tujuh atau delapan tahun yang lalu, di tanggal dan bulan yang berbeda, kurasa, di tanganku sebuah buku terbuka pada halaman dengan sebuah puisi tercetak diatasnya. Di hadapanku, Anak Lanang, kala itu kelas 2 atau 3 SD, memandangku dengan bertopang dagu. Menatapku tanpa berkedip saat kubacakan untuknya puisi dari buku pelajaran Bahasa Indonesia miliknya.

“Sekarang, Mas coba ya...",
ujarku padanya.

Buku cetak itu kuangsurkan kepadanya. Dengan antusias dia mencoba. Kuikuti setiap kata yang dilantunkannya. Not bad. Dia bisa. Dia, Semata Wayangku itu, sedari balita sudah terbiasa mendengarkan penekanan intonasi, warna suara yang berbeda dan penuh ekspresi saat kubacakan dongeng sebelum tidur dari serial buku Poldi.

Esok harinya, Si Chubby 7 tahun itu membawa oleh-oleh celoteh sepulang sekolah.

"Mama, tadi di sekolah, Ibu Guru nanya, 'Siapa yang bisa baca puisi?'. Aku acung jari, Ma",
katanya dengan mata berbinar.

"Oh ya? Bagus dong, Mas. Mama seneng, Mas mau mencoba",
timpalku mengacak rambutnya.

"Iya, Ma. Abis itu, temen-temenku banyak yang mau baca puisi".

Dia mungkin tidak atau belum menunjukkan kecintaan pada goresan pensil sepertiku. Tapi aku tahu, intonasi dan pengucapan-katanya, kuat dan berkarakter. Bekal yang bagus, Nak. Belakangan, muhadhoroh rupanya menarik minatmu dengan kuat.

Be there, Billy, be yourself.
Ibu hanya membukakan pintu-pintu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun