Saya langsung ketawa ndak ketahan mendengarnya. Karena saya juga akan ada di posisi yang mengatakan isteri mas untung ini bener-bener amit deh.
Tapi ya sudahlah. Saya termangu-mangu kok bisa ya mereka berdua ini sebegitu menganggap entengnya hidup dengan masalahnya dikonversi menjadi kebahagiaan sejati yang tidak nampak ke permukaan secara utuh.
Usut punya usut dalam hidup bersosial masyarakat kita saat ini, ternyata standar umum kebahagiaan itu adalah Materi bukan Imateriil dalam kesepahaman masyarakat secara umum.
Materi itu ya mencakup, ekonomi, pendidikan, rumah, kendaraan ataupun keperluan-keperluan lainnya seperti terpenuhinya hobi mahal, atau keberlimpahan finansial.Â
Nah, dari situ standar pendidikan formal juga menanamkan kalau sehabis lulus harus bla-bla. Dan itu tersistem struktur dan terkotak-kotak.Â
Termasuk saya sendiri menyadari belasan tahun bersekolah formal secara tidak sadar membuat saya memiliki keterbatasan dalam hal mengambil resiko, atau berinovasi.
Bukan berarti sistem pendidikan kita mutlak keliru loh ya. Dalam diversifikasi hidup kita tetap membutuhkan kecakapan orang dengan keahliannya masing -masing.Â
Namun yang saya renungkan adalah. Kenapa dari ratusan orang yang pernah saya temui hanya segelintir satu, atau dua yang benar-benar seperti mas bejo dan mas untung ini. Yang secara kasat mata hidupnya ga beruntung dan rada apes dalam sisi pandang yang lain. Dengan pendidikan tinggi namun standarnya komedi wkwk.
Yassalam siang- siang hujan sudah mulai deras, saya segera tersadar dari lamunan. Pastinya konsep hidup harus riang ini harus saya terapkan. Karena bagaimanapun juga kebahagian itu adalah kita sendiri yang mencuptakan dari dalam, dan ini tentang sikap.
Bealajar dari mas bejo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H