Mohon tunggu...
Siva NadiantiPutri
Siva NadiantiPutri Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis amatir

TERBENTUR, TERBENTUR, TERBENTUK!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarat Akan Hal Mistik, Inilah Fenomena Kearifan Lokal di Kampung Naga

28 Desember 2019   16:06 Diperbarui: 28 Desember 2019   16:08 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Leuweung Larangan, "Jangan masuk! Nanti celaka."

Tidak hanya pamali, mitos Leuweung Larangan atau hutan larangan juga menjadi salah satu daya tarik untuk dibahas. Pasalnya, tidak hanya pengunjung yang tidak diperbolehkan masuk ke dalam hutan tersebut, melainkan seluruh penduduk lokalnya juga dilarang masuk barang selangkahpun.

Menurut mitos yang beredar, hutan ini merupakan rumah bagi dedemit-dedemit jahat yang suka menggangu manusia dan jika dimasuki maka akan terkena kutukan-kutukan dari para dedemit penghuni hutan itu. Padahal jika ditilik dengan seksama, aturan ini sebenarnya merupakan bentuk kearifan untuk melindungi kelestarian hutan. Karena menurut warga setempat, jika hutan dimasuki oleh siapa saja, maka pohon-pohon akan habis dan hewan-hewan di dalam hutan akan terancam keberadaannya. Hal ini selaras dengan studi kasus pada masyarakat Kampung Naga yang dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan Sebelas April Sumedang, yang mengatakan dalam penelitiannya bahwa aturan yang melarang siapapun untuk masuk ke hutan ini merupakan suatu perwujudan dalam menjaga kelangsungan hidup mereka sendiri.

Salah satu contoh konkretnya adalah mereka tidak pernah merasakan kekeringan dan kekurangan air pada saat musim kemarau, saat musim penghujan tiba pun mereka tidak pernah mengalami kebanjiran walaupun mereka hidup di pinggir sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa mitos Leuweung Larangan tidak hanya berhasil menjaga kelestarian hutan, tetapi juga sudah berhasil menjadi salah satu bentuk kearifan dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia.

Mitos jurig cai, penghuni Sungai Ciwulan

Mitos jurig cai ini sebenernya tidak hanya terkenal di lingkup masyarakat Kampung Naga saja, melainkan sudah menjadi mitos yang beredar di seluruh sungai di tanah Sunda. Di Kampung Naga sendiri terdapat Sungai Ciwulan yang membelah dasar lembah yang seolah memisahkan perkampungan penduduk dengan Leuweung Larangan. Mitos ini sebenernya agak selaras dengan salah satu pamali yang berkaitan dengan larangan mengotori sungai di sekitar perkampungan. Jika ada yang dengan sengaja mengotori sungai maka konon katanya penghuni sungai akan  marah dan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebenarnya lagi-lagi, ini adalah suatu bentuk kearifan yang dibuat untuk selalu menjaga ekosistem sungai agar dapat dimanfaatkan dengan semestinya.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa semua mitos yang sarat akan kemistisan di Kampung Naga ini sebenarnya adalah representasi dari kearifan lokal guna menjadi dasar dalam mengatur masyarakatnya untuk berperilaku dan menyikapi lingkungan tempat tinggalnya, juga menjadi salah satu cara untuk mempertahankan adat istiadat setempat yang menjadi bentuk warisan budaya di Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun