Mohon tunggu...
Sitti Rabiah
Sitti Rabiah Mohon Tunggu... Dosen - Kepala TK & Paud

Dosen S1 PAUD, Senior Childcare Teacher, Kepala TK/PAUD, Penyuluh Pembimbing Kurikulum TK/PAUD, ibu rumah tangga yang mencoba menulis. Email: sittirabiah2011@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjuangan Panjang Menuju Guru Sertifikasi

1 Oktober 2016   11:00 Diperbarui: 1 Oktober 2016   11:16 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PADA awal tahun 2011, saya masih seorang guru yang "gaptek" alias gagap teknologi. Jangankan mengetik lewat komputer, untuk menghidupkan komputer saja belum bisa dan sering minta tolong kepada suami dan anak.

Itu sebabnya saya jadi repot jika anak dan suami sudah berangkat kerja dan mau mematikan komputer. Saya terpaksa menelpon ke anak.

"Nak gimana mematikan komputer ini?"

"Kepret aja Ma pakai air", kata anak saya sambil ngeledek.

"Eeh emangnya Mama mau mematikan kompor? He..he..".

Nah di sinilah saya menyadari bahwa ternyata menjadi seorang guru itu tidaklah sekedar mengajar dan mendidik anak saja. Tetapi harus banyak membaca. Dengan begitu guru pada akhirnya dapat membuka jendela dunia dengan banyak dan rajin membaca. Juga perlu belajar menulis.

Semenjak jadi guru itu pula, saya dituntut banyak membaca. Yang terjadi kemudian membaca merupakan kebutuhan saya. Bahkan saya sekarang  bisa menulis cerita ini karena banyak belajar menulis melalui membaca.

Sekarang ini saya juga sudah bisa mengajar di salah satu perguruan tinggi swasta yang mendidik calon guru TK dan PAUD, sekaligus juga menyusun tesis untuk tugas kuliah program pasca sarjana. Itu semua memaksa saya harus banyak belajar dan banyak membaca. Inilah cerita singkat saya sebelum menjadi guru.

SEBELUM jadi guru seperti sekarang ini, saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa seperti layaknya ibu rumah tangga lainnya. Setiap hari sibuk mengasuh anak, mengurus suami, mencuci, memasak, membenahi rumah dan perabotnya.

Maka dengan memberanikan diri, saya datang ke sebuah perguruan tinggi swasta, di mana perguruan tinggi ini mencetak calon guru TK (Taman Kanak-kanak), calon guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan calon guru SD (Sekolah Dasar).

Akhirnya saya kuliah selama satu tahun di Pendidikan Guru Taman kanak-kanak (PGTK) swasta yang ada di Kota Bekasi, Jawa Barat, kuliah diploma satu (D.1) ini saya selesaikan dengan baik. Namun lambat laun, saya merasa ilmu saya belum  cukup, dengan ilmu yang didapatkan PGTK D.1 selama ini. Akhirnya saya melanjutkan lagi ke jenjang pendidikan berikutnya yakni PGTK D.2.

Eh...anehnya ketika kuliah di program diploma dua ini, impian saya tiba-tiba berkembang jauh. Yang semula hanya sekedar ingin menjadi orang tua yang mendidik anaknya sendiri, berkembang menjadi ingin mendidik semua anak yang usianya kategori usia dini.

Saya tidak tahu dari mana impian tersebut tiba-tiba saja datang. Akhirnya teman kuliah saya mengajak mendirikan sekolah TK dengan memakai sarana rumahnya sendiri.

Maka sejak saat itu saya ikut bergabung menyiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam mendirikan TK, tentu saja sesuai dengan disiplin ilmu yang sudah saya dapatkan di bangku kuliah.

Mulai hari itu saya kemudian disamping menjadi guru TK yang setiap hari mengajar di kelas, juga sekaligus membawa anak saya sendiri untuk ikut belajar di TK tersebut.

Dengan impian dan keinginan yang kuat untuk menjadi pendidik anak usia dini dan pakar mendidik anak, akhirnya saya teruskan lagi kuliah di S.1 PG- PAUD untuk program pendidik anak usia dini, sampai akhirnya menyandang gelar sarjana pendidikan anak usia dini. Sangat menyenangkan sekali sambil mengajar di TK, sekaligus sambil mendidik anak sendiri.

Di sini saya baru sadar. Ternyata untuk menjadi guru itu perlu banyak membaca dan terus belajar. Soalnya guru yang malas membaca maka ilmunya juga tidak akan bertambah. Ilmu yang diajarkan kepada murid hanya itu-itu saja dari tahun ke tahun.

Saya bersama murid TK PAUD binaan di Kota Bekasi (dok)
Saya bersama murid TK PAUD binaan di Kota Bekasi (dok)
Di samping mendidik anak, keluarga juga tidak terabaikan karena jam 11.00 pagi sudah selesai mengajar. Jadi bisa cepat pulang dan menyiapkan segala keperluan keluarga.

Akhirnya dari sinilah saya berangkat jadi guru TK sampai akhirnya sering mengikuti pelatihan, workshop, seminar tentang pendidikan anak yang sering diadakan oleh IGI -- Ikatan Guru Indonesia, bahkan pembelajaran IT alias teknologi informasi pun saya dapatkan. Di antaranya ilmu tentang IT alias teknologi informasi.  

Dalam kesibukan sehari-hari, saya juga dapat mengisi segala macam form insentif dan tunjangan fungsional dari Dinas Pendidikan Provinsi melalui internet. Bahkan saya juga dapat mengikuti sertifikasi guru dan menjalani diklat selama dua minggu di Pusdiklat PT Pos Indonesaia di Sarijadi, Bandung, Jawa Barat, bulan puasa Ramadhan 2012 yang lalu. Alhmadulillah berhasil lulus.

Berawal dari adanya pemberitahuan dari Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) dari dinas kecamatan setempat, menyampaikan bahwa bagi jurusan keguruan utamanya yang sudah S1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diwajibkan ikut pelatihan guru sertifikasi dengan melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).

Akhirnya dengan penuh perjuangan saya melengkapi berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk ikut PLPG. Mulai dari ijasah S1 keguruan, SK pertama dan terakhir selama mengajar, tugas pembagian mengajar di sekolah, Terhitung Mulai Mengajar (TMT) di tempat mengajar, kelakuan baik dari kepolisian setempat.

Juga keterangan dari dokter bahwa saya tidak mengidap penyakit yang sangat kronis, keterangan masih aktif mengajar yang diketahui oleh dinas pendidikan setempat dan yayasan tempat mengajar. Itu semua adalah bagian dari persyaratan untuk ikut PLPG.

Alhasil, setelah ada pengumuman dari kantor Dinas Pendidikan Kota Bekasi, ternyata saya dinyatakan lulus berkas dan lulus tes yang selanjutnya ikut PLPG selama dua minggu di Bandung.

Pelatihan keguruan di Dinas Pendidikan Kota Bekasi
Pelatihan keguruan di Dinas Pendidikan Kota Bekasi
Selama mengikuti ujian di Bandung, kami semua betul-betul digojlok, dibimbing untuk menjadi guru yang berkompetensi. Setiap harinya kami para calon guru sertifikasi belajar dan belajar terus. Bagaimana membuat kurikulum dan alat peraga, yaitu alat untuk dipakai mengajar di kelas. Maklum kami ini ikut PLPG calon guru sertifikasi untuk anak usia dini.

Dalam sehari itu kami hanya bisa beristirahat kurang lebih empat jam saja. Apalagi waktu itu bersamaan dengan bulan puasa pula. Subhanallah, betul-betul kami diuji kesabaran serta diuji kekuatan mental. Di tempat ujian kami di Pusdiklat PT Pos Indonesia di Sarijadi Bandung, Jawa Barat inilah, banyak pengalaman yang sangat menyedihkan dan sangat mengenaskan.

Dalam satu kamar, kami berempat dari guru berbagai daerah di Jawa Barat. Ada teman di sebelah kamar kami, bahkan baru dua hari melahirkan dan harus meninggalkan bayinya karena mengikuti PLPG ini.

Ada lagi teman kami buang diri dari lantai tiga gedung ini dan akhirnya meninggal dunia. Entah stres atau ada problem lain, kami tidak tahu. Yang jelas dari kejadian tragis tersebut pada hari itu, suasana belajar kami agak terganggu karena banyak polisi berdatangan untuk meminta keterangan.

Selang empat hari, kami juga masih dikagetkan dengan adanya teman sesama guru yang juga loncat dari lantai dua gedung ini. Ya Allah, betapa berat ujian ini.

Meski tidak sampai meninggal dunia, tapi akhirnya kawan guru tersebut harus dirawat karena lumpuh seluruh badan. Alhamdulillah masih hidup, meski tidak bisa lagi mengikuti PLPG sampai selesai. Seluruh badannya tidak berfungsi lagi.

Saya agak sedih juga melihatnya. Dalam hati berkata, kenapa sih mesti menyiksa diri? Ini mungkin karena stres ataukah ada persoalan lain? Allahu a'lam bissawab, hanya Allah yang tahu.

*****

Setelah melihat dan mengalami semua kejadian yang ada ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal kepada para guru terutama calon guru sertifikasi.

Hal yang paling pertama bagi para calon guru sertifikasi, yaitu mohon doa restu dari suami bagi mereka yang sudah berumah tangga. Juga mohon doa restu dari kedua orang tua bagi ibu guru yang masih gadis atau single. Ini maksudnya agar semuanya dilancarkan.

Jika memang ada niat ikut PLPG atau guru sertifikasi, seharusnya kuat mental terlebih dahulu. Harus mengantongi kesabaran yang sangat banyak. Jangan lupa membawa uang dan perlengkapan alat tulis menulis serta alat beribadah sesuai dengan agama yang dianut.

Bukan hanya itu saja, para calon guru sertifikasi hendaknya jangan hanya memikirkan bahwa setelah menjadi guru sertifikasi selesai sudah tugas kita. Selanjutnya hanya menerima uang jutaan rupiah sebagai tunjangan rutin guru sertifikasi.

Belum selesai kawan. Bahkan kita para guru yang sudah disertifikasi, berarti kita sudah menjadi guru yang berkompetensi di bidangnya. Hendaknya tunjukkan bahwa kita adalah guru yang benar-benar guru atau pengajar, yang akan mencerdaskan generasi penerus. Ingat, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Seharusnya ilmu maupun berbagai keterampilan yang didapatkan sewaktu PLPG, hendaknya langsung diterapkan di sekolah masing-masing, agar ilmunya bermanfaat baik terhadap kita sebagai guru, maupun terhadap anak didik kita.

Jangan ikut menambah rumor di luar, bahwa guru sertifikasi tidak tepat sasaran karena dianggap hanya membuang-buang uang negara ikut PLPG.

Ini mungkin karena setelah selesai PLPG, guru tersebut tidak menerapkan langsung ilmunya yang sudah didapatkan. Ini tentu hanya kata sebagian orang yang selalu sinis terhadap guru sertifikasi. Tapi itu tidak menurut saya.

Saya bisa menjamin bahwa itu tidak benar, karena saya sendiri setelah menjadi gurur sertifikasi, Alhamdulillah barulah merasa bahwa diri saya baru benar-benar jadi guru yang sebenarnya. Bukan guru yang hanya buang uang negara untuk sertifikasi.

Untuk itu kepada pemerintah, tolong hargai kami sebagai guru yang sudah mempertaruhkan nyawa dan seluruh hidup kami untuk mengabdi kepada negara.

Jangan dianggap karena guru sertifikasi ini sudah terlalu banyak, maka dengan berbagai cara dan berbagai persyaratan, peraturan yang diterapkan terkadang tidak masuk akal sebagai persyaratan menerima gaji guru sertifikasi.

Dan yang perlu diketahui, bahwa sampai saat ini saya sebagai guru sertifikasi tahun 2012, sudah satu tahun ini belum menerima gaji sertifikasi karena dianggap tidak ujian UKG lagi, dianggap laporan Dapodik tidak sinkronlah, dan lain-lain alasan yang saya sampai saat ini tidak ada yang jelas.

Usul saya kepada pemerintah, kalau memang sudah tidak sanggup lagi menggaji guru sertifikasi, maka hentikanlah formasi guru sertifikasi itu dari pada hanya janji-janji saja. Yang jelas kami tetap guru, digaji atau tidak digaji tetap mengajar di kelas untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.

Inilah berkah dari Allah SWT yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dari seorang ibu rumah tangga biasa, lalu menjadi guru sertifikasi, kemudian nyambi sebagai "dosen terbang" kecil-kecilan di berbagai perguruan tinggi swasta yang ada di Kota Bekasi *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun