Mohon tunggu...
sitti sarifa kartika kinasih
sitti sarifa kartika kinasih Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

ibu rumah tangga yang ingin belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sampah Jogja Menumpuk, Pilih Teknologi 1 M Milik Anak Bangsa atau 50 M?

28 Juni 2024   15:57 Diperbarui: 3 Juli 2024   17:34 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah sampah ini sebetulnya kebutuhan yang nyaris sama dengan air dan listrik yang harus disetorkan setiap bulan sesuai pemakaian kita. Apabila kita memakai AC, harus siap dengan tagihan listrik diatas 150 ribu perbulan. Sama seperti kami dulu menunda beli AC (mungkin sekitar 8-9 tahun yang lalu) sebab tagihan listrik bisa saja menjadi 350-400 ribu atau bahkan lebih yang tadinya tidak sampai 150 ribu. Air PDAM juga naik tagihannya bila pemakaian naik. Demikian juga bila sampah kita banyak, bila tidak bisa mengelola sendiri di rumah, seharusnya kita siap dengan iuran kebersihan yang semakin meningkat.

Waktu terus berjalan, manusia tetap beraktivitas dan melakukan produksi dan konsumsi sehingga menyebabkan aliran sampah pun terus menerus bertumpuk di pinggir-pinggir jalan besar Kota Yogyakarta. TPA Piyungan akhirnya terpaksa dibuka tutup untuk menampung sampah-sampah tersebut. Pemerintah Kota Yogyakarta bukan diam, tetapi sudah berusaha untuk memberikan solusi untuk mengatasi masalah sampah ini, yaitu membangun beberapa TPST.

Pemkot Jogja menandatangani kerja sama dengan Pemkab Bantul dalam hal penanganan sampah. Penjabat Wali Kota Jogja Singgih Raharjo menyebut nantinya akan ada 60-an ton sampah yang akan diolah di Bantul. Bantul berencana membangun ITF, Bantul Green Resilience City. Skema kerja sama dengan kabupaten memang harus ditempuh. Sebab, ketiga TPS 3R milik Jogja belum bisa menyerap 200-an ton sampah yang diproduksi setiap hari. Selain itu, kondisi Kota Jogja yang padat penduduk dikhawatirkan akan tercemar jika pengolahan sampah sepenuhnya dilakukan di dalam Kota Jogja. Singgih menyatakan bahwa TPS 3R Kranon sudah mulai mengolah sampah sejak 15 Mei dengan kapasitas sampah yang diolah sekitar 30-40 ton. Sementara pembangunan TPS 3R Karangmiri masih belum selesai. Adapun TPS 3R Nitikan sudah beroperasi dengan peningkatan kapasitas mencapai 70 ton perhari (harianjogja.com, 2024).

Kerumitan masalah sampah telah membuat Pemda DIY sampai minta bantuan dana ke Kementerian Keuangan. Berapa dana yang sebetulnya diperlukan untuk pengelolaan sampah ini? Tidak mungkin Sultan sampai ke Kementerian Keuangan apabila dana yang dibutuhkan hanya 1 atau 2 miliar rupiah. Menurut Sultan HB X, beban pembiayaan pengolahan sampah di DIY cukup besar dan memakan banyak pos anggaran. 

Makanya beliau berharap Kementerian Keuangan dapat membantu dengan membangun skema kerja sama baru. Sultan HB X menjelaskan bahwa Pemerintah DIY diminta untuk menunggu satu bulan terkait dengan permintaan bantuan keuangan ini. Lebih lanjut, Sultan HB X menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin anggaran untuk pengelolaan sampah menghabiskan semua anggaran yang ada, yang seharusnya untuk pembangunan lainnya untuk kepentingan publik (Suryo dan Susmayanti, 2024).

Di Kota Magetan, tepatnya di Desa Taji, Karas, sebetulnya ada solusi yang cukup baik apabila memang kondisi keuangan pemkot saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan proyek penanganan sampah dengan teknologi RDF. Lurah desa Taji bernama Pak Sigit, telah menciptakan alat pengolah sampah yang efektif dan bahkan bisa teroksidasi sempurna. 

Alat tersebut sedang dalam proses mendapatkan hak paten dengan dibantu oleh BRIN. Dengan biaya sekitar pembangunan sekitar 250 juta (Iskan, 2023), kemudian misalnya dimasukkan keuntungan untuk tim beliau per alat 150 juta karena sudah dalam proses hak patennya, berarti biaya pembangunan 1 tungku kurang lebih 400 juta rupiah.

Sumber: JPNN.com
Sumber: JPNN.com

Tungku Pak Sigit ini telah sukses mengolah sampah hingga 8-10 rit per hari (magetan.go.id, 2023). Maka berdasarkan standar kapasitas truk yang bervariasi antara 6-8 meter kubik (sekitar 3-5ton), apabila diambil pertengahannya saja berarti 9 rit dikalikan 4 ton, hasilnya 36 ton per hari. Apabila membangun 2 tungku, sekitar 800 juta rupiah. Hal ini berarti bahwa dengan biaya sekitar 800 juta - 1 miliar saja sudah dapat mengelola sampah 72 ton per hari. Maka kalau dengan dana 50 miliar rupiah, sudah dapat membangun banyak sekali tungku Pak Sigit di beberapa kota.

Menggunakan perbandingan biaya 50 miliar ini karena dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk pembangunan TPST RDF di Gunungkidul dengan kapasitas pengolahan sampah 20-50 ton. Kemen-PUPR menawarkan kepada Pemkab Gunungkidul untuk membangun TPST Refuse Derived Fuel (RDF). Rencana ini disebabkan oleh umur TPAS Wukirsari habis. Subkoordinator Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengembangan Kapasitas DLH Gunungkidul, Dwi Wiyani mengatakan bahwa anggaran pembangunan TPST ini diperkirakan mencapai 50 miliar rupiah.

Kemen-PUPR mempertimbangkan sampah yang masuk ke TPAS Wukirsari mencapai sekitar 50 ton per hari. Sampah ini lebih banyak disuplai dari kawasan non-pantai. Penanganan sampah kian mendesak karena jalur jalan lintas selatan (JJLS) diperkirakan bertambah ramai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun