Mohon tunggu...
sitti sarifa kartika kinasih
sitti sarifa kartika kinasih Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

ibu rumah tangga yang ingin belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mading Riyo

18 Januari 2024   09:17 Diperbarui: 18 Januari 2024   09:20 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riyo akhirnya menekan tombol Sleep pada laptop bundanya dan bergerak dengan agak malas ke arah tumpukan baju bersih kusut yang tinggal sedikit itu.

***

Seminggu kemudian di rumah Riyo ramai sekali. Sore itu Riyo mengajak teman-teman sekelompoknya ke rumah untuk mengerjakan tugas mading sekolah. Roni yang hobi ngemil langsung membedah tasnya. Teman-temannya tertawa menatap banyaknya cemilan yang mengintip ingin segera keluar dari tas Roni.

“Roni, kita bukan mau piknik!” timpal Santi cekikikan sambil mengeluarkan kertas manila, karton dan kertas kado dari tasnya yang besar.

Deni terbahak-bahak sambil mengeluarkan lem tembak, biji-bijian, kertas origami, dan daun-daunan dari tasnya. “Bersyukur aja!”

Dhifa cekikikan sambil mengangguk-angguk setuju dengan komentar Deni. Tangannya sibuk mengeluarkan flashdisk berisi tugasnya membuat tulisan “PLTSa vs MASARO vs Tungku Sigit”. Dia mengulurkannya pada Riyo. “Riyo, ini tolong di-print dulu ya,” pintanya.

Sumber: pinterest.com
Sumber: pinterest.com

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dinilai oleh profesor Akhmad Zainal Abidin, guru besar ITB pencipta MASARO (Manajemen Sampah Zero), beban subsidinya ganda. Menurutnya, pemerintah akan rugi besar. Sampahnya harus disubsidi, masih ditambah harga jual listriknya disubsidi juga. Berbeda dengan MASARO yang justru sampahnya memberikan keuntungan triliunan rupiah. Nah, saat ini sudah ada juga teknologi sederhana buatan seorang petani, Bapak Sigit Supriyadi yang diterapkan di Desa Taji, Magetan. Banyak yang datang belajar kepadanya, termasuk dari Bontang, Kaltim.

Awal mulanya, Bapak Sigit ingin membantu kiai pondok Temboro untuk mengatasi sampah dari pondoknya. Sampah pondok tidak diterima di tempat sampah desa sebab terlalu banyak. Puluhan ribu orang datang ke pondok itu karena Temboro merupakan pusat jamaah tablig di Indonesia.

Awalnya Pak Sigit membakar sampah pondok itu di lahannya. Beberapa minggu kemudian beliau mengundang penduduk untuk mengambil sampah yang bisa dijual, sisanya dibakar. Namun penduduk kapok. Hasilnya tidak memadai.

Akhirnya Pak Sigit membuat temuan baru. Beliau menyebutnya sebagai teknologi oksidator. Membakar sampah dengan sampah. Pak Sigit menciptakan tungku yang belum pernah ada. Lapisan luar tungku terbuat dari plat baja. Bagian dalamnya dua lapis bata. Satu lapis disusun miring, satu lapis lagi disusun telentang. Bata tersebut apabila dipanaskan, menjadi bata membara 1.300 derajat. Untuk awalan tetap pakai kayu, tetapi hanya 15 menit. Lalu sampah bisa dimasukkan. Kalau sudah ada suara letusan kecil, pembakaran dengan kayu bisa diakhiri. Di bagian bawah, dibuatkan semacam knalpot. Asap dari knalpot lebih sedikit dari asap orang merokok sehingga ramah lingkungan.

Pak Sigit memilih bata karena bata itu memancarkan panas. Umumnya orang pakai batu tahan api, tetapi Pak Sigit tidak mau, menurutnya batu menyerap panas. Barangkali keunikan itulah yang membuatnya dulu harus dikeluarkan dari SMA hingga 9 kali. Terlalu banyak mengoreksi gurunya.

 “Bagus Dhifa tulisanmu,” ujar Riyo dengan dahi terlipat-lipat. Teman-temannya tertawa geli. “Ah, kalian ini. Ohya, ini tulisanku. Simpel, gakpapa ya?” tanyanya ragu. Sejurus kemudian Ira justru memuji tulisan Riyo yang berisi opini pakar tentang Palestina.

Dr. Alain Gabon, seorang Associate Professor Studi Perancis dan Ketua Departemen Bahasa dan Sastra Asing di Virginia Wesleyan University, Amerika Serikat menjelaskan bahwa Israel telah melakukan bentuk hukuman kolektif. Menurutnya, ada 8 bentuk genosida Israel:

  • Bom warga Palestina tanpa pandang bulu
  • Membuat kelaparan, blokade pasokan makanan dan air
  • Menghancurkan infrastruktur medis
  • Penyebaran penyakit
  • Melakukan penggusuran paksa
  • Menghancurkan lingkungan di Gaza
  • Penghancuran struktur pemerintahan
  • Perang psikologis.

Menurut Dr. Alain, Israel telah memanfaatkan kesempatan ini untuk membawa genosida yang berjalan lambat, menuju tingkat kebrutalan yang baru.

“Ah iya memang! Aku dengar dari papaku kemarin juga parah beritanya. Sudah mencapai lebih dari 28.000 korban yang meninggal. Malah korban Israel menurun. Mereka meralat jumlah korbannya, ternyata tidak sebanyak yang mereka sebutkan pada tanggal 7 Oktober 2023 itu, 1.400 orang. Salah, ternyata 695 orang! Parah Israel nih,” seru Roni sembari sibuk mengunyah cemilannya, setelah usai membaca tulisan Riyo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun