***
Malam telah sangat larut ketika ayah mereka pulang. Tak ada seorang pun yang berani mengajaknya bicara. Pada akhirnya semuanya hanya bisa bergegas masuk ke kamar dan segera tidur.
Keesokan paginya, setelah ayah mereka baru kembali dari ladang ternaknya dan duduk di kursi tamu sambil memejamkan matanya, sang istri mendekatinya dengan perlahan sambil mengelus punggungnya dengan lembut. Dia bertanya, “Honey, your children wanna ask you something...they are clever and kind enough right now... I hope you can allow them, please...”
Sungguh beruntung akhirnya, anak-anak itu bisa duduk bersama ayahnya. Mereka ingin mendengar apa saja yang ayahnya tahu tentang bencana kekeringan ini.
Mike, ayah mereka itu mulai bercerita, “Dari yang ayah pernah dengar dari beberapa orang pejabat lokal, dahulunya orang-orang Eropa yang menempati lembah Sungai Murray-Darling terlena oleh serangkaian tahun basah di pertengahan abad 19. Para pemukim menebangi sekitar 15 miliar batang pohon tanpa menyadari bahwa pencabutan akar yang bagus adaptasinya di kondisi gersang hampir pasti di kemudian hari mengganggu siklus air.”
Anak-anaknya serempak mengeluh dan ibu mereka menggeleng-gelengkan kepalanya. Sang ayah melanjutkan ceritanya, “Yah begitulah kemudian mereka mendatangkan domba, sapi, dan tanaman pangan rakus air yang semuanya asing terhadap ekosistem gurun. Sungai Murray menjadi penyelamat. Kita dahulu termasuk yang menikmati semua kemajuan itu kan... Namun di saat krisis air muncul, barulah kita tahu, bahwa Australia perlu waktu untuk menyadari kesalahannya.”
Semuanya termenung menyadari kesalahan juga ada pada mereka.
***
Beberapa hari kemudian, beberapa puluh kilometer dari rumah Mike, di sebuah rumah peternakan sederhana di Pearl Hill, seorang aparat penyuluh keuangan desa duduk di ruang dapur. Dia sedang berusaha menasihati seorang petani paruh baya dan istrinya agar mereka menyatakan diri bangkrut sebab nilai utangnya telah melebihi sisa asetnya. Sang petani berujar pelan, “Setiap malam ketika rebah di pembaringan, aku tak sanggup mendengarkan ternak kami melenguh kelaparan.”
Sambil menggandeng tangan istrinya dan air mata berlinang, si petani terbata-bata menyampaikan beberapa kata, “Aku sama sekali tidak punya apapun untuk melanjutkan ini semua.” Si istri menambahkan bahwa setiap beberapa jam sekali dia harus memeriksa agar bisa memastikan bahwa suaminya tidak tergeletak di kebun dengan luka tembakan sendiri di kepala. Ketika rapat berakhir, John si penyuluh mencatat nama keduanya dalam daftar pengawasan bunuh diri.
John yang juga mengenal Mike dengan sangat baik, menceritakan kisah ini padanya. Mike terhenyak. Namun dia tak bisa berkomentar apa-apa kepada si penyuluh. Mike yang dahulunya nyaris selalu dapat dia andalkan, kali ini dia tak mendapatkan apapun dari Mike.