Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(Ar Rahman QS:55)
Sore itu, sepulang kantor aku menemukan suasana rumah tidak seperti biasa, saat memberi salam yang terdengar hanya jawaban dari istriku. Ketiga anakku tak ada di ruang tengah. Biasanya saat aku pulang suara mereka ikut menjawab dengan riuh, si bungsu Buyung dan Bayu, anak keduaku bahkan tak berlari menyambutku.
Mereka biasanya rebutan mengambil barang bawaanku, karena hari ini seperti hari-hari lainnya aku membawakan mereka martabak manis kesukaan serumah. Dini yang biasanya sedang mengerjakan PRnya di ruang tengah atau muroja'ah ditemani bundanya, juga tak kelihatan batang hidungnya.
"Anak-anak pada kemana, Bun?" tanyaku sambil meletakkan barang bawaanku dimeja. Kubuka kaos kakiku dan mengenakan sendal jepit yang hanya khusus dipakai dalam rumah. Kebiasaan kami serumah, sepatu dilepas sejak dari pintu, dan diletakkan di rak khusus sepatu pas depan pintu, ini untuk menjaga agar kotoran yang mungkin ikut terbawa dari luar tidak ikut masuk ke dalam rumah.
"Tuh, pada di kamar Dini. Bayu sama Buyung lagi menghibur kakaknya?" Jawabnya sambil mengambil kaos kaki yang kulepaskan tadi dan meletakannya dikeranjang tak jauh dari rak sepatu tersebut.
"Memangnya ada apa? Nggak seperti biasanya?"
" Itu, yah. Dini tadi bertengkar dengan temannya di sekolah."
"Karena temannya, nggak sengaja membaca tulisannya tentang Ayah di buku diarynya."
"Loh, kok bisa? Memangnya buku diarynya dibawa ke sekolah gitu?" tanyaku lagi.
"Iya, yah. Kata Dini, sih nggak sengaja kebawa, terus pas disekolah tasnya kebuka gitu saat istirahat, temannya lihat, dan membacanya."