[caption id="attachment_402233" align="aligncenter" width="420" caption="Bebatuan kapur di Rammang-rammang"]
[caption id="attachment_402235" align="aligncenter" width="420" caption="Bebatuan kapur di Rammang-rammang"]
[caption id="attachment_402237" align="aligncenter" width="304" caption="Bebatuan kapur di Rammang-rammang"]
Satu hal yang saya sesali, saya lupa memotret bentor (becak motor). Bentor di Toraja dan kota-kota di sekitarnya ternyata tak sama. Di Toraja, motor pengemudi di belakang jok kursi penumpang. Mirip model becak tradisional di Jawa hanya saja pengemudinya menggunakan motor. Sementara di Pangkep, saat singgah membeli jeruk Bali, saya amati bentor di sana mirip bentor di Medan, jok penumpang di samping kiri pengemudi. Saya juga jadi tak sempat merasakan naik bentor karena kemana-mana bermobil. Padahal salah satu hobi saya kalau singgah ke suatu kota adalah menjajal angkutan umum khas. Sebelumnya, saya sudah rasakan naik bentor di Banda Aceh dan di Medan.
[caption id="attachment_402239" align="aligncenter" width="346" caption="Aksesoris etnik dari Toraja"]
[caption id="attachment_402240" align="aligncenter" width="490" caption="So long Toraja!"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H