Mohon tunggu...
Sitta Taqwim
Sitta Taqwim Mohon Tunggu... profesional -

Pejalan, pemintal kata, tukang potret, pecinta Bangunan kuno, gunung dan matahari.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ujung Genteng: Saat Langit Merayakan Sepi

24 Februari 2014   21:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_324366" align="aligncenter" width="433" caption="Evi memotret batang mati di pantai yang surut"]

1393224800205555228
1393224800205555228
[/caption]

[caption id="attachment_324367" align="aligncenter" width="433" caption="Gaya aneh saat matahari terbit"]

1393224834737808554
1393224834737808554
[/caption]

[caption id="attachment_324368" align="aligncenter" width="433" caption="Pagi di hutan kecil"]

13932248661300713433
13932248661300713433
[/caption]

Pantai sepi tak bernama ini memang cocok untuk memotret matahari terbit. Sepi yang menyedihkan dan ganjil. Mungkin saya harus lebih sering menjamah pantai-pantai sunyi. Hanya ada kami berlima di pantai itu. Lima ojek memarkir motor dan mengobrol dengan seorang lelaki yang konon, kuncen wilayah Ujung Genteng.

Di tepi pantai sepi itu, berdiri sebuah bangunan dari terpal biru, kediaman sang kuncen. Ia mendapat wangsit harus tinggal di tepi pantai ini agar Ujung Genteng tak terkena tsunami. Bapak ojek (saya lupa namanya, dua tahun cukup untuk menghapus ingatan akan nama-nama di kepala saya) bilang, sang kuncen sebenarnya dari keluarga cukup berada. Namun, ia memilih menyepi di pantai tak bernama di ujung hutan kecil demi sebuah wahyu.

[caption id="attachment_324369" align="aligncenter" width="433" caption="Ikan kecil di antara rumput laut"]

1393224912412639940
1393224912412639940
[/caption]

[caption id="attachment_324370" align="aligncenter" width="361" caption="Empat sekawan bergaya berlatar mercusuar (dan satu tukang potret)"]

13932249481195512860
13932249481195512860
[/caption]

Curug Cikaso

Kawasan sekitar Ujung Genteng juga menyimpan wisata alam yang belum terlalu dikenal. Jalanan menuju Curug Cikaso rusak parah. Lima sekawan menuju air terjun dengan naik ojek dari pondok di Ujung Genteng. Jaraknya mungkin sekitar 30 kilometer. Dengan aspal yang rusak dan beberapa ruas jalan berbatu-batu, perjalanan itu cukup layak dikenang. Saya salut pada lima ojek yang lincah menelikung mencari rute yang agak mulus.

13932250001058060773
13932250001058060773

13932250222108439258
13932250222108439258

[caption id="attachment_324373" align="aligncenter" width="433" caption="Curug Cikaso"]

1393225061875521974
1393225061875521974
[/caption]

[caption id="attachment_324374" align="aligncenter" width="433" caption="Empat bidadari mandi dan satu Jaka Tarub di kejauhan (perhatikan kepala seorang pria di dekat air terjun) :D"]

13932251011435110339
13932251011435110339
[/caption]

Curug Cikaso tak mengecewakan. Tiga air terjunnya jernih dan dingin sekali. Empat teman saya langsung bermain air. Saya memilih duduk manis di atas batu yang kering dan memotret. Lagi pula kalau saya ikut jadi bidadari mandi, siapa yang menjaga kamera saya?

Amanda Ratu, Sepotong Tanah Lot

13932251541761047392
13932251541761047392

13932251871701884932
13932251871701884932

[caption id="attachment_324377" align="aligncenter" width="433" caption="Rayuan pulau kelapa di pantai Amanda Ratu yang mirip Tanah Lot di Bali"]

1393225215511582607
1393225215511582607
[/caption]

Di perjalanan kembali ke pondok dari curug, kami melihat jajaran nyiur melambai diterpa angin. Saya menunjuk ke arah nyiur dan pak ojek pun membelokkan motornya menuju tangan saya menunjuk. Empat ojek di belakang saya serentak mengikuti menuju Pantai Amanda Ratu. Pantai ini dikenal sebagai imitasi Tanah Lot di Bali. Ada sebuah karang besar di seberang pantai.

Amanda Ratu ibarat bintang film yang kehilangan pamor. Bangunan hotel di dekat pantai tampak kurang terawat dan sepi pengunjung. Saya langsung rebahan di rumput meluruskan punggung yang pegal setelah puluhan kilometer di atas motor. Kami berlima leyeh-leyeh di rumput sembari menahan lapar. Bagusnya, pantai di sekitar Ujung Genteng ini adalah minimnya penjual makanan. Maka, sampah plastik bekas makanan pun tak sebanyak di pantai-pantai komersial lainnya. Sebuah dilema, antara fasilitas dan limbah memang hadir seiring sejalan.

Perjalanan dan Teman

Saya sering melakukan perjalanan dengan teman pada 2012. Setahun kemudian frekuensinya berkurang, saya mulai belajar melancong sendirian. Namun menurut saya, Ujung Genteng bukan tempat yang cocok bila kita menjelajah sendirian. Sepi di sana begitu kental. Langit dan padang koralnya terlalu luas untuk dinikmati sendirian. Tak ada teman yang sempurna, tak ada perjalanan yang sempurna. Satu hal yang pasti, dari semua nama dan catatan yang tercecer dari laci ingatan saya di perjalanan itu, nama teman-teman saya takkan pernah hilang.

[caption id="attachment_324378" align="aligncenter" width="433" caption="Tidur-tiduran di pasir dengan langit mendung"]

13932252681637359107
13932252681637359107
[/caption]

[caption id="attachment_324379" align="aligncenter" width="433" caption="Dayu, Nurul dan Nina (pose duyung)"]

1393225306919071018
1393225306919071018
[/caption]

[caption id="attachment_324380" align="aligncenter" width="541" caption="Langit biru bersih di pantai Ujung Genteng kala pagi"]

1393225337592570710
1393225337592570710
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun