Mohon tunggu...
Sitta Taqwim
Sitta Taqwim Mohon Tunggu... profesional -

Pejalan, pemintal kata, tukang potret, pecinta Bangunan kuno, gunung dan matahari.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kiluan: Bersua Lumba-Lumba dan ke Pulau "Murakami"

23 Februari 2015   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:40 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_398761" align="aligncenter" width="490" caption="Berpose di depan jukung"]

14246587821414394166
14246587821414394166
[/caption]

Ketika ke Kiluan, saya diberitahu pemandu bahwa turis yang berkunjung akan selalu bisa menemui kawanan lumba-lumba di pagi hari. Ternyata tidak. Seorang teman Mbak Wiwin katanya tak bersua kelompok hewan cerdas itu saat berkunjung pada Desember lalu. Teluk Kiluan memang bukan rumah lumba-lumba ini. Di pagi hari, mereka pelesir ke teluk sekadar untuk sarapan. Bila turis tak menjumpai mereka di suatu pagi, bisa jadi mereka sedang puasa Senin Kamis.

[caption id="attachment_398762" align="aligncenter" width="490" caption="Karang-karang berbentuk candi di perjalanan menuju samudra"]

142465882023138578
142465882023138578
[/caption]

Jangan terlambat bangun pagi bila ingin bertemu mereka. Kami berangkat naik jukung pukul enam pagi dan berlayar ke tengah samudra selama sekitar 45 menit. Jukung saya dan Mbak Wiwin terpisah dari jukung Mbak Ezi dan temannya. Kapasitas jukung memang terbatas sehingga kami harus berlayar dalam dua jukung. Dua puluh menit pertama, saya sempat waswas, garis pantai makin hilang dan sejauh mata memandang hanya laut biru dan ombak yang bergulung-gulung. Akankah saya bertemu lumba-lumba? Bagaimana tukang jukung bisa tahu di spot mana persisnya mereka akan mampir ke teluk ini?

[caption id="attachment_398763" align="aligncenter" width="490" caption="Sekawanan lumba-lumba"]

14246588471352705070
14246588471352705070
[/caption]

Setengah jam lebih terapung-apung di samudra luas terasa lama. Saya mendaraskan doa. Mungkin saya lebay, tapi saya benar-benar ingin menjumpai mereka di laut “kedai sarapan” ini. Beberapa menit kemudian, doa saya terkabul! Tukang perahu berteriak dan menunjuk ke arah cakrawala, “Itu disana!” Awalnya saya tak melihat apa-apa. Air laut yang biru tua berbaur dengan cahaya pagi memantulkan warna metalik serupa tubuh keabuan hewan air itu. Tiga ekor lumba-lumba melompat di kejauhan. Tak lama, beberapa ekor menghampiri jukung kami sembari sesekali melompat. Sekitar tiga puluh menit atraksi di alam itu membikin takjub. Saya tak tahu lagi berapa ekor lumba-lumba yang saya lihat. Mungkin ada sekitar lima puluh lebih dalam kelompok yang pagi itu “sarapan” ke teluk Kiluan. Setengah jam kegirangan melihat mereka, rasanya sebentar sekali.

Ke Pulau Sepi untuk Membaca Murakami

[caption id="attachment_398764" align="aligncenter" width="490" caption="Pulau sepi tuk membaca Murakami "]

1424658911666896674
1424658911666896674
[/caption]

[caption id="attachment_398766" align="aligncenter" width="490" caption="Ayunan gantung di pantai"]

14246590402073872268
14246590402073872268
[/caption]

Saya sedang tergila-gila pada Haruki Murakami, novelis Jepang beraliran science-fiction dan absurdisme. Saat ke Kiluan, saya membawa novelnya yang berjudul “Hard Boiled Wonderland and The End of The World”. Berhubung kondisi jalan rusak sepanjang Kiluan dan penerangan remang-remang di pondok, kecepatan membaca jadi tersendat. Pulau sepi nan biru jadi spot yang pas untuk meneruskan membaca buku Murakami. Sambil menyeruput teh panas dari warung di pantai ini, diiringi sepoi angin, mata saya menjelajah deretan kata.

[caption id="attachment_398765" align="aligncenter" width="490" caption="Satu pondok putih di pulau sepi nan biru"]

14246589521807426401
14246589521807426401
[/caption]

[caption id="attachment_398767" align="aligncenter" width="490" caption="Membaca Murakami di bawah pohon rindang"]

1424659071129215271
1424659071129215271
[/caption]

But like a boat with a twisted rudder, I kept coming back to the same place. I wasn’t going anywhere. I was myself, waiting on the shore for me to return. Was that so depressing?” (Haruki Murakami, Hard Boiled Wonderland and The End of The World)

[caption id="attachment_398768" align="aligncenter" width="361" caption="Buku Murakami, sandal jepit dan istana pasir"]

14246591041982066246
14246591041982066246
[/caption]

Kuliner Lampung dan sekitarnya

Saat di Bandar Lampung, sempatkan untuk mencicipi kuliner yang maknyus macam pempek Trio dan bakso Sony. Sebelumnya saya makan juga pempek 123 tapi tak ada fotonya di sini. Oh ya, saya pecinta bubur, jadi saya sempatkan mencari bubur ayam yang enak, letaknya di dekat perempatan sebuah mall yang saya lupa namanya. Untuk oleh-oleh, saya beli keripik pisang di toko Yen-Yen dan kopi Lampung.

[caption id="attachment_398769" align="aligncenter" width="490" caption="Pempek Trio"]

14246591381991857179
14246591381991857179
[/caption]

[caption id="attachment_398770" align="aligncenter" width="490" caption="Bakso Sony dan es dawet"]

142465917223173376
142465917223173376
[/caption]

[caption id="attachment_398771" align="aligncenter" width="490" caption="Antrean bubur ayam dekat perempatan mall"]

1424659203819431414
1424659203819431414
[/caption]

Rute saya selama liburan di Kiluan:

Hari 1: Terbang Jakarta–Lampung (pagi), rute darat menuju Tanggamus (siang-sore), Karang Pegadung

Hari 2: Mencari lumba-lumba (pagi), ke Pulau Murakami (siang), kembali ke Lampung (sore)

Hari 3: Kembali ke Jakarta

Mimpi destinasi saya berikutnya, saya ingin ke Tanjung Puting menemui Sang “Borneo Man”. Saya harus kesana sebelum hutan Borneo habis dibalak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun