(Oleh : Poloria Sitorus)
Ibu---
kehidupan telah membawaku pergi jauh
begitu jauh dari kehidupanmu.
Lelaki yang telah meminangku
memintaku dari hadapanmu
lalu kami melangkah bersama
meniti masa depan kami di tanah rantau
jauh dari jangakauanmu
jauh dari tatatapanmu
jauh dari dekapanmu, Ibu.
Malam-malam yang hening
sering pipi ini basah oleh airmata rindu
kerinduan yang sulit diungkapkan padamu, Ibu
Ibu, kurindukan hari-hari bersamamu
saat kita menyiangi padi di sawah
dengan bahasamu yang selalu penuh kasih
nasihatmu penuh arti dan makna kehidupan.
Ibu, maafkan daku puteri kecilmu
yang kini melangkah begitu jauh darimu
sering aku lalai oleh kesibukan duniawi
hingga tak sempatkan diri
bahkan sekadar untuk menayai kabarmu.
Oh, Ibu---
maafkan daku puteri kecilmu
sering tak sengaja melukai mata hatimu.
Ibu---
maafkan daku
yang oleh riuh lumpur kehidupan
sering aku lupakan dirimu yang kini semakin menua
di antara langkah kakimu yang kian gemetar
seharusnya ada tangan kecilku yang memapahmu
maafkan daku Ibu,
yang tak bisa membalas semua pengorbananmu.
Meski sungguh, saat ini betapa daku ingin datang ke pelukmu
ingin kurasakan lagi hangat peluk kasihmu
ingin kukecup keningmu begitu lama, Ibu
demi melepas kerinduan yang membuncah di dadaku.
Ibu, nantikan aku pulang dari rantau
kumohon jangan pergi sebelum aku pulang.
**
Samarinda, 19 November 2022
Penulis adalah seorang Ibu Rumahtangga yang saat ini berdomisili di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Seorang istri yang sangat dicintai suaminya. Dan menjadi Ibu yang sangat beruntung dikirimkan 3 putera yang bagaikan Bulan dan Matahari di kehidupanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H