Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang positif, perlu adanya budaya positif. Budaya positif dapat dilakukan dengan adanya penerapan disiplin positif.
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia yaitu :
- Untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan
- Mendapatkan imbalan atau penghargaan, danÂ
- Menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Tujuan adanya disiplin positif yaitu membangun siswa memiliki motivasi yang ketiga, yaitu motivasi intrinsik. Guru dapat mengambil peran mewujudkan kepemimpinan murid, dengan cara murid sanggup memimpin dirinya sendiri. Pendidik perlu menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Konsep-konsep inti dalam modul 1.4 Budaya Positif memiliki keterkaitan yang erat dengan materi sebelumnya, yakni:
- Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang berpusat pada murid. Budaya positif dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada murid, di mana murid merasa dihargai dan diberdayakan.
- Nilai dan Peran Guru Penggerak menekankan pentingnya guru sebagai pemimpin pembelajaran. Budaya positif dapat membantu guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang efektif. Guru dapat membangun hubungan yang positif dengan murid dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
- Visi Guru Penggerak adalah mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Budaya positif dapat membantu mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Murid dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan menjadi warga negara yang baik.
Dalam penerapan budaya positif, guru perlu mengambil peran untuk melakukan restitusi, dari pada memberi hukuman atau konsekuensi. Restitusi mendorong terciptanya disiplin positif pada siswa. Siswa menyelesaikan permasalahannya sendiri sehingga menimbulkan motivasi intrinsik. Gossen menyatakan bahwa restitusi mengembalikan anak kepada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.
Dalam melakukan restitusi, guru dapat melakukan 5 posisi kontrol yaitu : pemberi hukuman, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Diantara kelima posisi tersebut, guru diharapkan mengambil posisi manajer. Posisi manajer adalah posisi dimana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Manajer tidak mengatur perilaku seseorang, namun membimbing siswa mengatur dirinya sendiri. Posisi manajer sesuai dengan visi guru penggerak yang sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu untuk menuntun segala kekuatan kodrat anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya demi terciptanya student wellbeing. Peran manajer juga memunculkan nilai-nilai guru seperti kemandirian, inovasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada siswa. Guru dengan kualitas manajerial berarti dapat menerapkan nilai-nilai dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Proses restitusi dapat dilakukan dengan segitiga restitusi yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan kelas. Guru dan siswa menyusun dan menyepakati keyakinan kelas. Guru memainkan peran pendorong kolaborasi untuk menyusunnya. Keyakinan kelas dibentuk dengan kesepakatan bersamaan anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan universal dan menekankan pada keyakinan diri serta memotivasi dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.
Dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, tentu saja tidak dapat dilakukan seorang diri. Pelu ada keterlibatan seluruh anggota sekolah. Untuk itu peran guru untuk menggerakkan komunitas praktisi, pendorong kolaborasi, serta coach bagi guru lain dapat mewujudkannya.
Refleksi
Setelah mempelajari modul 1.4 Budaya Positif, saya melakukan refleksi dengan melakukan pemahaman tentang konsep-konsep inti yang telah saya pelajari dalam modul 1.4. Saat saya merefleksikan diri saya sendiri, sejauh ini saya masih cenderung pada level teman atau pemantau. Saya perlu berlatih dan berusaha untuk belajar menerapkan peran manajer.
Masalah yang terjadi pada siswa, dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar manusia yaitu: yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Dengan memahami kebutuhan dasar yang dibutuhkan siswa ketika masalah terjadi, penanganan terhadap suatu kasus akan menjadi lebih maksimal dan bermakna.
Dalam penanganan siswa, guru sebaiknya menghindari tindakan hukuman atau konsekuensi. Guru dapat mengambil langkah restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Restitusi memperbaiki hubungan. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan. Restitusi diri adalah cara yang paling baik. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan. Restitusi menguatkan. Restitusi fokus pada solusi. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya. Restitusi diterapkan melalui 3 langkah segitiga restitusi yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan
Ada beberapa hal yang menarik dan di luar dugaan saya, yakni :
Disiplin positif tidak hanya tentang hukuman, tetapi juga tentang penguatan positif. Teori motivasi menunjukkan bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, dan motivasi perilaku manusia dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut. Posisi kontrol restitusi adalah cara yang efektif untuk mengajarkan murid tentang tanggung jawab dan disiplin. Segitiga restitusi adalah proses kolaboratif yang melibatkan murid, guru, dan orang tua.
Perubahan
Dengan mempelajari modul 1.4 Budaya Positif terdapat perubahan cara berpikir saya, saya menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah saya menjadi lebih positif dan konstruktif. Saya menyadari bahwa budaya positif dapat diciptakan dengan membangun hubungan yang positif dengan murid, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan aman, serta memberikan penguatan positif. Perubahan berikutnya adalah dalam penanganan masalah siswa. Saya belajar untuk membimbing siswa menemukan solusi atas permasalahan mereka sendiri.
Setelah mempelajari modul 1.4 saya menerapkan konsep-konsep inti dalam modul ini di kelas saya. Diantaranya, saya mulai menerapkan posisi kontrol restitusi ketika murid saya melakukan kesalahan. Saya melakukan percakapan dengan murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi dan bagaimana murid dapat memperbaiki kesalahannya. Saya juga memberikan penguatan positif kepada murid tersebut ketika murid telah memperbaiki kesalahannya.
Pengalaman, Perasaan, dan Hal yang perlu diperbaiki
Dengan menerapkan posisi kontrol restitusi, saya merasa senang dan puas ketika murid saya dapat memperbaiki kesalahannya dan berperilaku jauh lebih baik. Jika semua siswa dapat belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, maka dia sedang belajar untuk bertanggungjawab terhadap hidupnya.
Berdasarkan pengalaman saya, saya merasa bahwa saya sudah cukup baik dalam menerapkan konsep-konsep inti dalam modul 1.4 Budaya Positif. Namun, saya masih perlu memperbaiki beberapa hal, yakni:
- Membangun hubungan yang lebih positif dengan murid
- Menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dan aman
- Memberikan penguatan positif yang lebih bermakna
Sebelum dan sesudah (posisi kontrol dan segitiga restitusi)
Sebelum mempelajari modul ini, posisi kontrol yang paling sering saya pakai adalah posisi kontrol 2 (Pembuat Merasa Bersalah). Saya merasa bahwa dengan mengatakan sesuatu yang membuat murid merasa bersalah adalah cara yang efektif untuk mengendalikan perilaku murid. Setelah mempelajari modul 1.4 Budaya Positif, saya mulai menggunakan posisi kontrol yang lebih positif, yaitu posisi kontrol 5 (Manajer). Saya merasa bahwa posisi kontrol yang lebih positif dapat membantu murid untuk belajar dan berkembang.
Sebelum mempelajari modul 1.4 Budaya Positif, saya belum pernah menerapkan segitiga restitusi. Setelah mempelajari modul 1.4 Budaya Positif, saya mulai menerapkan segitiga restitusi ketika murid saya melakukan kesalahan. Saya melakukan percakapan dengan murid untuk memahami apa yang terjadi dan bagaimana murid dapat memperbaiki kesalahannya. Saya juga memberikan penguatan positif kepada murid tersebut ketika murid telah memperbaiki kesalahannya.
Saya merasa bahwa segitiga restitusi adalah cara yang efektif untuk mengajarkan murid tentang tanggung jawab dan disiplin menguatkan keyakinan kelas yang telah disepakati bersama. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul 1.4 Budaya Positif, saya juga merasa penting untuk mendalami keterampilan komunikasi yang efektif, keterampilan manajemen kelas, keterampilan penyelesaian konflik dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah
Berdasarkan refleksi yang telah saya lakukan, saya akan melakukan hal-hal berikut ini untuk mengembangkan diri dalam menciptakan budaya positif:
- Meningkatkan keterampilan komunikasi yang efektif
- Meningkatkan keterampilan manajemen kelas
- Meningkatkan keterampilan penyelesaian konflik
- Membaca buku dan artikel tentang budaya positif
- Berdiskusi dan berkolaborasi dengan guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H