Mohon tunggu...
Siti Zulfatu Nafiatirrahmah
Siti Zulfatu Nafiatirrahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Agama Islam Prodi Hukum Agama Islam

Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Latar Belakang Perceraian dalam Rumah Tangga

13 Januari 2022   12:35 Diperbarui: 13 Januari 2022   12:49 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

LATAR BELAKANG PERCERAIAN DALAM RUMAH TANGGA

SITI ZULFATU NAFIATIRRAHMAH

Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Zulfanafia300421@gmail.com

Abstrak

Manusia di ciptakan untuk berpasang-pasangan antara laki-laki dengan perempuan. Tapi walaupun begitu masih banyak dari manusia yang tidak memahaminya. Menikah adalah sunnah nabi. Tidak ada yang menyalahkan hal ini, karena memeng benar. Tapi semakin hari, pernikahan hanyalah sebuah pernikahan yang mana dari kedua pasangan tersebut tidak memahami makna tersendiri dari sebuah pernikahan itu. Sehingga menimbulkan perceraian. Jika seseorang telah siap untuk menikah berarti seseorang tersebut harus siap dengan resiko yang akan datang. Bayak dalam kasus perceraian sekarang terjadi karena latar belakang perselingkuhan, faktor ekonomi, bahkan sampai kekerasan dalam rumah tangga yang sering kita sebut sebagai KDRT. Semakin banyak yang mengajukan gugatan ke pengadilan agama maupun pengadilan negeri. Baik yang dari pihak suami maupun istri yang mengajukannya. Hal ini menyebabkan naiknya angka perceraian yang ada dalam negara Indonesia dari tahun ke tahun. Bahkan sekarang Indonesia adalah salah satu negara yang mayoritasnya islam dengan jumlah penduduk dengan kasus percerainnya yang tinggi. Untuk menekan semakin meningkatnya angka perceraian yang ada di Indonesia pihak KUA mengadakan pranikah terlebih dahulu untuk menjelaskan bagaimana nanti ke depannya setelah menikah. Perceraian dengan latar belakang kekerasan bisa menimbulkan dampak yang lebih serius mulai dari fisik, psikologi seseorang dan menimbulkan trauma yang mendalam. Perceraian selain memiliki dampak bagi seorang istri dan suami juga bisa berdampak pada anak mereka yang nantinaya akan bingung untuk memeilih di antara kedua orang tuanya atau malah membenci orang tuanya sendiri. Peceraian terjadi kerena tidak terbukanya antara pasangan suami dan istri dengan problema-problema yang ada dalam rumah tangga.

Kata Kunci: Perceraian, kekerasan dalam rumah tangga

PENDAHULUAN

Pernikahan adalah hal yang suci. Allah Swt telah menyatukan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan.Banyak kita lihat sekarang perceraian di mana-mana. Entah dari latar belakang kurangnya harmonis dalam rumah tangga, kekerasan, kesalah pahaman yang tak berujung, perselingkuhan atau alasan lainnya yang berujung kepada perceraian. Perceraian ini bisa terjadi karena kurangnya saling keterbukaan antara kedua belah pihak mengenai apa yang sedang terjadi. Banyak juga kesalahpahaman yang tak terselesaikan karena ego yang dimiliki dari kedua belah pihak. Tapi kebanyakan pasangan menginginkan perceraian karena ada kekerasan dalam rumah tangganya. Kemudaian pihak istri mengajukan gugatannya ke pengadilan. Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebab terjadinya perceraian menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan kompilasi hokum islam. Kekerasan dalam rumah tangga bisa menyebabkan gangguan fisik dan mental pada seseorang. Hal ini memebuktikan bahwa bisa berapa lama bertahannya sebuah pernikahan terdapat pada pengondisian diri masing-masing dalam rumah tangga tersebut.  

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menurut hasil penelitian dari derektori putusan mahkamah agung republik Indonesia, putusan perceraian tertinggi terdapat pada perdata agama yang kemudian di sususl pidana umum,perdata,pidana khusus,TUN, perdata khusus,pidana militer, pajak dan tang terakhir adalah sengketa kewenangan mengadili. Hal ini bisa di lihat bahwa angka perceraian yang ada di Indonesia ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kementerian agama juga menyebutkan bahwa angka perceraian di Indonesia mencapai 306.688 per agustus 2020. Menurut wakil pengadilan agama kabupaten Kendal, M Muchlis mengungkapkan bahwa tiga alasan yang membuat perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, salah satu pihak meninggalkan pasangannya dan faktor ekonomi. Walaupun hal ini yang lebih dominan dari alasan yang lainnya, tapi tetap saja alasan  adanya kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi faktor pengajuan gugatan oleh pihak istri. Banyak orang yang lupa dari dasar pernikahan itu sendiri adalah sebuah ikatan antara laki-laki dan perempuan. Seperti yang terdapat pada undang-undang pasal 1 tahun 1974 yang berbunyi " Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Mereka tidak menahui bahwa di pasal tersebut ada kata-kata kekal. Yang mana bila saja seseorang memahami pasal tersebut maka bisa menekan adanya perceraian yang terjadi di Indonesia. Bahkan sekarang sudah ada bimbingan pra nikah badi calon pengantin untuk menekan terjadinya perceraian pada nantinya. Walaupun sudah di usahakan semaksimal mungkin untuk menutunkan nilai angka perceraian yang ada, tapi tetap saja angkanya semakin meningkat pada setiap tahunnya. Perceraian pada dasarnya adalah suatu proses dimana hubungan suami isteri tidak ditemui lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai definisi perceraian undang-undang perkawinan tidak mengatur secara tegas, melainkan hanya menetukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya perkawinan, di samping sebab lain yakni kematian dan putusan pengadilan. Hal ini yang menjadi salah satunya menyebabkan semakin tinginya angka perceraian yang ada di Indonesia. Walaupun sudah di minta untuk mendiskusikannya kembali baik dari pihak keluarga maupun dari pengadilan tersendiri tapi tetap saja masih memutuskan untuk bercerai. 

PENUTUP

Pernikahan adalah suatu hal yang fitrah dan terdapat berkah di dalamnya. Seorang laki-laki dan perempuan yang sudah memutuskan untuk menikah harus siap dengan apa yang tengan dan akan terjadi. Seorang istri dan suami juga harus menerima kekeurangan dan sisi buruk dari pasangannya. Seperti yang terdapat pada undang-undang nomor 1 tahun 1974 bahwa pernikahan di laksanakan dengan kekal tapi sekarang istilah itu sudah tidak terpakai kembali bagi pasangan suami istri yang memutuskan untuk bercerai. Banyak faktor yang menyebabakan perceraian misalnya perselingkuhan, faktor ekomi, kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga sudah melanggar pasal 44 ayat(1) yang berbunyi "setiap orang yang melakukan tindakan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana di maksuad dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Banyak yang mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan atau talak yang membuat tingkat perceraian yang ada di Indonesia semakin meningkat. Walaupun ada banyak cara untuk berdamai dengan keadaan tapi mereka lebih mengakhirinya dengan cara bercerai. Yang menimbulkan banyak kerugian terhadap kedua belah pihak. Hal ini yang menimbulkan angka perceraian yang ada di Indonesia semakin meningkat. Walaupun sudah di atur di dalam undang-undang tapi peraturan yang dicantumkan di dalamnya kurang ketat. Sehingga banyak dari pasangan suami istri yang mengakhiri masalahnya dengan perceraian. Dari data mahkamah agung banyak kasus perceraian yang terjadi yang rata-rata adalah pernikahan yang masih berusia muda. Untuk menekan terjadinya peningkatan dalam kasus ini pihak KUA melakukan pranikah terlebih dahulu untuk pasangan yang akan menikah.   

DAFTAR PUSTAKA

Nugraha, M. A., Gofar, A., & Hasan, K. (2018). Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai Alasan Terjadinya Perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun