Mohon tunggu...
Siti Yhunis Arum
Siti Yhunis Arum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jadikan kegagalan hal biasa, agar tak pernah menyerah.

Jangan Lupa Follow:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

50 Cerpen Terpilih dan Dibukuka, Salah Satunya Ini!

28 September 2020   22:16 Diperbarui: 28 September 2020   22:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Perlombaan Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Jejak Publisher yang bertemakan Break Your Limit, dengan judul "Siska, Rere, dan Ayah" karya saya sendiri. Dengan alasan saya membagikan disini, agar rekan-rekan Kompasianer bisa mengambil kebermanfaatkan yang inshaAllah bisa diambil hikmahnya. Selamat membaca:)

SISKA, RERE DAN AYAH

Aku bukan dari golongan orang yang mampu, tapi aku mampu melewati segala batasku.

Siska bukanlah turunan anak yang serba berkecukupan. Banyak keluhan saat Siska sudah di jenjang Sekolah Menengah Atas hingga membuat dirinya berpikir keras bagaimana mimpi besarnya akan terwujud. 

Di perkampungan dengan rumah yang sederhana, Siska hanya tinggal berdua dengan Ayahnya, Ibu Siska sudah meninggal dunia saat Siska duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. Ayah Siska yang bekerja sebagai penjual sayuran, yang itupun hanya untuk kebutuhan sekolah Siska dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Namun, semua bukanlah halangan. Itu semua jalan dan cara Tuhan yang berat dari setiap perjalanan yang hebat. Pikiran positif terus ada di benaknya. Dengan begitu, Siska tetap pada pendiriannya dan semangatnya untuk bisa ke perguruan tinggi.

Sinis orang sekitar terhadap Siska semakin tak sedap didengar telinganya dan itu membuat Siska patah semangat. Saat-saat itulah perkataan mereka Siska buatkan janji untuk ia bayar nanti jika dirinya bisa mencapai apa yang mereka tidak percayai. Jadi artinya, jika ada seseorang yang menghinamu, jangan malah kamu terpuruk di dalamnya, jadikanlah itu sebagai motivasi terbesarmu.

Guru di SMA selalu beri motivasi penuh kepada Siska. Mereka alasan pertama Siska untuk bersemangat dan tak pernah kenal kata terbatas, terhalang oleh ekonomi khususnya. Pihak keluarga dan semua saudara sudah angkat tangan, namun doa mereka tetap bersamanya. Dan di sisi lain pun Ayah Siska memberi dukungan. Semua itu sudah lebih dari cukup untuk Siska memilih tetap maju. Ayah Siska adalah pribadi yang menyetujui apa semua tujuan Siska, karena hanya Ayahnya yang selalu mengerti dan tahu bahwa Siska anak yang baik.

Setelah lulus SMA, Siska harus mempersiapkan bekal untuk impiannya. Saat itu sahabat Siska, Rere, mengajak bekerja. Rere yang sudah Siska anggap seperti saudara kandung, ia selalu ada di setiap perjalanan hidup Siska, dari mulai SD hingga berjuang bersama ke Perguruan Tinggi. "Sis, Rere ada lowongan nih di Depok, di rumah makan, besok siap siap aja yaa. Nanti Rere jemput kamu di rumah, kita berangkat naik motor ibu Rere". Pesan singkat Rere untuk Siska di malam hari. 

Keesokannya Siska merapikan perlengkapannya, Siska ingin bekerja dengan sahabatnya tapi Ia tidak membicarakan kepada Ayahnya, karena Siska tahu Ayahnya akan melarangnya. Bagaimana tidak, seorang Ayah tidak akan pernah tega membiarkan anak puteri satu-satunya itu sampai lelah, apalagi harus bekerja di usianya yang belum sepadan. "Sis, kamu mau kemana sayang?" Tanya Ayah Siska saat melihat Siska merapikan pakaian di kamarnya. "Ayah aku lupa bicara padamu, aku dan Rere ingin study tour, untuk biayanya aku punya uang tabungan kok Yah.." Jelas Siska kepada Ayahnya berbohong. Ayahnya mendekat ke tempat Siska, dan menaruhkan sesuatu ke ransel Siska tanpa Siska menyadarinya. Dan beri doa sambil mengelus kepala Siska, meski dalam hati seorang Ayah rasa sayangnya teramat dalam, apalagi terhadap anak puteri tunggalnya.Ayah Siska merasa sangat tidak berdaya, namun di sisi lain beliau besyukur memiliki anak seperti Siska yang bisa di andalkan dan selalu patuh tanpa menuntut Ayahnya yang bukan-bukan.

Tidak lama Rere datang, dan Siska langsung mencegahnya. "Re kamu bilang sama Ayahku jangan mau kerja yaa, bilang saja kita mau study tour, aku yakin kamu pasti ngerti" perintah Siska membuat Rere bimbang. "Lalu bagaimana nanti Ayahmu? Di tinggal sendiri?" Tanya Rere khawatir. Karena dirumah, Siska dan Ayahnya hanya tinggal berdua, dan dengan kondisi Ayahnya yang sudah semakin tua. "Biar nanti aku bilang ke bibiku, untuk menjenguk Ayahku sesekali" Jelas Siska mejawab pertanyaan Rere. "Baiklah, nanti ku antarkan ke bibimu juga" Lanjut Rere yang sangat mengerti posisi Siska. 

Tidak lama kemudian. "Ayo Re, aku sudah siap" Suara Siska dari kamar dengan membawa ranselnya."Assalamu'alaikum Ayah" Salam pamit Siska dan Rere. Meski langkah Siska yang berat untuk meninggalkan Ayahnya sendiri di rumah, dan Rere pun demikian memikirkan kondisi Ayah sahabatnya yang sudah tua rentan. Namun, dengan keyakinan Ayah Siska menyetujui apapun yang Siska lakukan, Siska tak ragu untuk melangkah sesuai tujuannya. Namun bisik dalam hatinya, "Semoga Ayah baik-baik saja Yaa Allah". Sampai di rumah bibinya, Siska menjelaskan dengan jujur dan panjang lebar. Meminta tolong kepada bibinya agar sesekali menjenguk Ayahnya dirumah dan jangan sampaikan bahwa Siska bekerja, dan bibi Siska menyetujuinya serta memberi restu untuk tujuan keponakannya itu. 

Mereka pergi ke luar kota, bekerja menjadi seorang pelayan rumah makan, pergi merantau jauh dari orang tua, bekerja dari pagi sampai malam. Disana mereka benar-benar merasakan kehidupan sebenarnya, mencari nafkah untuk menghidupkan mimpi masa depannya. Dengan begitu, inilah yang bisa mereka lakukan untuk melawan keterbatasan dalam hidup.

Sisi lain dari seorang Rere, sahabat yang Siska anggap sebagai saudara kandungnya.Orang tua Rere masih lengkap, namun perceraian yang membuat Rere harus mandiri. Rere tinggal dengan ibu dan adiknya. Semasa SMA, ibu Rere yang membiayainya sekolah hingga kebutuhan sehari-hari mereka. Rere pun tak tega jika harus ibunya yang banting tulang membiayainya lagi di perguruan tinggi. Persahabatan mereka sudah tidak mengenal pertemanan, tapi sudah di baluti persaudaraan. Jarak rumah mereka hanya berbeda desa. Bicara tentang Siska yang tidak jujur terhadap Ayahnya soal dirinya akan bekerja. Di samping itu Rere meminta ridho kepada ibunya soal keberangkatan kerja dia dan Siska. Ibu Rere mengerti, dan membiarkan anak dengan sahabatnya bekerja, mencari pengalaman. Karena jika kali ini Rere tidak diizinkan, Rere tidak akan melanjutkan tujuannya dengan sahabatnya itu, karena bagaimana pun ridho Ibu menurut Rere lebih penting. "Iyaa Ibu izinkan, maafkan Ibu yaa.. Ibu belum bisa mewujudkan mimpimu. Ibu selalu mendoakan apa mimpimu, semoga kamu berhasil dengan sahabatmu Siska yaa" Air mata Ibu Rere membendung, dan Rere coba menguatkan dirinya agar tidak membuat suasana memecahkan kesedihan.

Setiba di pekerjaan. "Re, apa boleh kita sementara disini? Kan nanti kita harus kuliah". Tanya Siska memastikan. "Kita jalanidulu saja, yang penting kita punya tambahan uang buat bekal nanti kuliah". Tegas Rere menenangkan kekhawatiran Siska saat itu.

Setelah beberapa hari mereka menjalankan pekerjaan. "Re, ternyata kerja itu begini yaa.. Capek ga capek harus kita selesaikan, mau ga mau harus kita kerjakan, dan banyak sekali perintah atasan". Keluh Siska kepada sahabatnya kala itu. "Iyaa cari duit emang sulit, gimana yaa kabar orang tua kita yang sampai sekarang memberi kita uang setiap harinya. Hmm mereka hebat". Lanjut Rere mengingatkan perjuangan orang tua. Dengan berjalannya hari, keringat dua puteri kala itu yang menetes, benar-benar perjuangan yang terasa lelah bagi mereka. 

*Dengan begitu, itu bukan halangan. Punya mimpi besar, rintangannya pun demikian besar, tapi kita harus yakin semuanya akan ada hasil yang besar karena kita punya Allah yang Maha Besar.*

Di-20 hari mereka menjalani perintah dengan sentakan oleh karyawan yang lain, tapi dengan begitu mereka saling menguatkan satu sama lain. "Rere kesini kamu!" Perintah karyawan lama ke Rere. "Kamu sudah hampir sebulan bekerja disini, masa masak  nasi saja kau masih begini! Ini keras nasinya!" Lanjut karyawan lama memarahi Rere. "Ini bukan aku yang masak teh" Nada Rere ketakutan. "Lalu siapa? Tadi aku lihat kamu yang masak. Temanmu itu?" Tunjuk beliau ke Siska. "Bu.. bukan aku teh" Nada Siska gugup. "Lalu siapa kalau bukan kalian? Ketahuan bos baru tahu rasa kalian!" Ancam karyawan lama itu ke Siska dan Rere. "Maafkan kami teh, kami benar-benar tidak melakukan kesalahan itu" Ujar Rere membela dirinya dan sahabatnya. "Saya tidak mau tahu, selain kalian karyawan baru siapa yang melakukan pekerjaan mentah seperti ini" Lagi-lagi karyawan lama itu menuduh Siska dan Rere.

Suatu saat, mereka berdua di panggil oleh atasannya, karena aduan karyawan lama. "Siska, Rere, kalian kesini" Perintah atasan dengan nada rendah. "Iyaa bos" Jawab Siska dan Rere ketakutan. Untung saja atasan mereka tidak galak. Ketika mereka ingin menghampiri atasannya itu, Siska memegang erat tangan Rere. Rere bingung dan bertanya "Kamu kenapa Sis? Tenang, kita ga salah, jangan takut". "Ini salah Aku Re" Bisik Siska ke telinga Rere, dan langkah mereka hampir mendekat ke atasannya itu. Rere bingung, ada apa dengan Siska, mereka pun semakin ketakutan. Yang sebelumnya Rere berani karena tidak bersalah, setelah sahabatnya mengatakan kebenaran itu sendiri, Rere semakin ketakutan. "Sini duduk" Tawaran atasan untuk mereka duduk di hadapannya. "Kemarin apa benar kesalahan kalian masak nasi  yang masih mentah?" Tanya atasan kepada Siska dan Rere masih dengan nada rendah. "Ini..." Jawab Siska di potong oleh Rere. "Ini salah saya pak, maafkan saya, saya tidak jujur ke teteh yang itu, karena saya takut di marah-marahi olehnya" Jawab Rere membela Siska. Rere tahu betul sahabatnya pasti memikirkan kondisi Ayahnya di rumah, karena setiap tidur Siska selalu menyebut nama Ayahnya. Karena Rere juga tahu, Siska tidak meminta izin ke Ayahnya, begitulah pikiran Siska yang kacau dan Rere mengerti. "Yasudah kalau begitu, lain kali jangan di ulangi yaa, kamu harus fokus bekerja". Suruh atasan yang baik hati itu.

Malam harinya, selesai bekerja, saat mereka istirahat di tempat pekerjaan yang sudah di sediakan kamar itu, Siska mencurahkan semua kondisinya dan meminta maafyang membuat sahabatnya menanggung kesalahannya. Dan Rere pun sudah mengerti dari awal. Perbincangan mereka di malam itu benar-benar mencuri keheningan sang malam yang pekat akan kegelapan, dan mereka berdua mampu membuat malam itu cerah dan membuat bintang berkelip lebih banyak dari sebelumnya.

Sudah selama sebulan mereka bekerja, mendapat gaji yang lumayan besar. Mereka mengundurkan diri bekerja, dengan alasan mereka ingin kuliah. Dan dengan niatan mulia mereka, atasannya pun mengerti lalu membiarkan mereka mengundurkan diri dan melanjutkan perjuangannya. Dan mereka langsung mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi Negeri yang mereka idamkan. Gaji kerja mereka pun di pakai untuk membayar pendaftaran, dan disisihkan untuk keperluan sehari-hari nanti. Rere mendaftarkan di Universitas Indonesia (UI), dan Siska di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN Jakarta). Dan mereka di terima di Universitas yang mereka pilih. Tanpa di sadari oleh Siska dan Rere, mereka ternyata mampu untuk melewati segala keterbatasannya. Dari mulai terhalang oleh ekomi, mereka harus bekerja setengah mati.Harus bisa tegar dengan segala kondisi kehidupannya, dan harus bangkit saat orang lain merendahkan mereka. "Alhamdulillah yaa Re, kita bisa juga ke perguruan tinggi yang sejak lama kita idamkan." "Iyaa Sis, kita harus selalu bersyukur kepada Allah dan selalu berbakti kepada kedua orang tua" Nasihat Rere. Mendengar nasihat Rere, Siska mengingat bagaimana kabar Ayahnya. "Re, kita harus cepat-cepat pulang, aku rindu Ayah. Kau tau sendiri, Ayah tidak tahu jika aku bekerja". Ajak Siska kepada Rere. "Iyaa ayoo kita harus cepat-cepat pulang, Aku juga rindu dengan Ibu dan adikku".

Di setiap perjalanan entah kenapa Siska selalu meneteskan air mata, Rere semakin cemas, apakah Siska meriang? Atau ada apa dengan kondisi Ayahnya? Pertanyaan itu coba Rere tahan, karena mereka sedang di perjalanan. "Semoga baik-baik saja yaa Sis". Doa Rere sambil melihat Siska di kaca spion motornya yang sambil menangis. Sampai di rumah Siska. Ada bendera kuning dari plastik berkibardi depan pagar rumahnya. Siska dan Rere pun bergegas masuk ke rumah. Siska bertanya berulang kali, ada apa dirumah? kenapa Ayah?. "Bi, Ayah kenapa bi?" Sambil menangis dan melihat ada seseorang yang terbaring kaku dengan di tutupi kain. Pecah kesedihan di rumah kala itu. Siska menyesali kepergiannya yang tak izin kepada Ayahnya. Rere coba tenangkan sahabatnya dan mengabari ibunya dirumah untuk cepat kerumah Siska bahwa Ayah Siska meninggal dunia. Bibi Siska memberitahukan kepada Siska, ada pesan dari Ayahnya sebelum beliau meninggalkannya. Bahwa Ayahnya menaruhkan uang di ransel yang Siska bawa bekerja. Siska teringat, saat ia merapikan pakaiannya, ayahnya menghampirinya. Dan ternyata Ayah Siska menyimpan uang di ransel Siska dengan diam-diam. Ayahnya tidak ingin memberitahu bahwa setiap berjualan sayuran di sisihkan untuk masa depannya, karena Siska anak yang mandiri, tidak ingin membebani Ayahnya terus menerus. Dan karena Ayahnya tahu, setiap shalat Siska selalu meminta kepada Allah ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun