Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka (52)

27 Januari 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14223487071123413947

Aku pandangi pangeran Biru yang berjalan menuju kekamarnya, terus saja kupandangi dengan pikiran yang tidak menentu.
Dia selalu menoleh kearahku, melambaikan tangannya..

Ditengah langkahnya dia berhenti dan mencium cincin di jarinya sambil mengawasi aku, akupun mencium cincin dijariku dengan mesra, kuawasi dia
Ada senyum disana, indah dan syahdu.

Pintu aku tutup dan palang juga kupasang, aku lihat Kuning duduk termangu di peraduan. Kita bertatapan tapi saling membisu.

“Sudahlah Kuning, aku akan berhati-hati menghadapi Samudera Laksa. Nanti akan kututup mulut dia secepat mungkin. Engkau dengar kata Nyai Gandhes tadi, … dia tidak bakal berani datang besok.” Kupeluk putri Kuning.

“Entah kenapa hatiku merasa was-was saja, aku selalu merasa takut dengan yang bakal terjadi.” Kata Kuning, aku hanya berkedap-kedip saja mendengar.

“Aku percaya dengan engkau puteri, Samudra Laksa pasti bisa kaukalahkan cepat. Aku hanya khawatir dengan diriku sendiri. Aku selalu merasa ragu dan bingung”

Dia masuk ke peraduan, menata bantalnya dan juga bantalku kemudian berbaring
Suaranya lirih hampir tak kudengar, tersendat, terputus, kulirik ada tetes air mata yang mulai meleleh di pipinya.

“Sudahlah, … dengar ya puteri cantik, marilah kita hadapi semua dengan jiwa seorang petarung seperti yang selalu di ajarkan oleh Nyai Gandhes. Kita harus tegar dan tidak gampang putus asa. Harus selalu percaya diri dan tetap semangat untuk menghadapi segalanya.” Kutegaskan padanya

“Aku ingin bisa tegar seperti engkau Puteri, tetapi tidak bisa. Kehidupanku menyedihkan, ibundaku meninggalkan aku waktu aku masih ingin dan perlu bermanja pada beliau. Ayahandaku ..engkau tahu sendiri, bahkan tega mau mencelakai pangeran Biru, anaknya sendiri, kakakku .” kulirik ada sedu disana

“Puteri cantik, banyak orang yang nasipnya lebih parah dari engkau. Diluar istana ini bisa kaulihat nasip mereka. Tetapi ingat-ingatlah semua, masih ada Nini Sedah, masih ada Nyai Gandhes, pangeran Biru dan waktu itu juga ada kakang Narpati yang mencintaimu semua dengan tulus.”

Matanya kulihat berbinar mendengar nama kakang Narpati, tapi kemudian redup lagi, mendesah dan menarik nafas panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun