Kita berhadapan dengan masing-masing satu pedang, dia ancang-ancang dan membacok dengan keras, aku mengelak dan aku tendang badannya hingga tersungkur. Pedangnya terlepas, ada kemarahan diwajahnya.
Tiba-tiba dia duduk dan dua tangannya diacungkan keatas, aku ingat, dia akan mengeluarkan ajian Gendam Segarannya.
Aku cepat berlari kearahnya, dengan sekuat tenaga aku melompat, kutendang dia, Samudera Laksa terhetak dan terhempas terlempar jauh berguling-guling.
Dengan susah payang dia berusaha bangun, tidak berhasil, ada darah mengalir dari hidungnya. Diusap-usapnya darah itu hingga membasahi bajunya.
Dia kelihatan makin murka dan beringas, memandangku
Aku dekati dia, kuacungkan pedangku dimukanya, kupandang dia.
Dia menantang memandang padaku, aku terus menatapnya
“Bunuh aku, …perempuan iblis, bunuh aku.” Dia berteriak-teriak
Kupandangi dia sekali lagi, kemudian aku berbalik, kubiarkan dan kutinggalkan dia, aku berjalan kembali menuju ke istana
Suara itu, secepat kilat aku menoleh dan kutangkis tombak yang meluncur kearahku dengan pedang, berdencing dan tombak itu terlontar keatas.
Tiba-tiba, aku melihat paman Maruta berlari cepat sekali mengarah ke Samudera Laksa, berbareng dengan desitan panah yang bertubi menerjang
Tidak sempat kuhalangi dan aku dengar suara bacokan dan teriakan yang mengerikan ada cipratan darah yang muncrat kesana sini.