4. Kurangnya Fasilitas dan Sumber Daya yang Memadai
Selain masalah akses, kurangnya fasilitas dan sumber daya pendidikan yang memadai juga menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat yang berbudaya dan beradab. Sekolah-sekolah di banyak daerah, terutama di daerah tertinggal atau pedesaan, sering kali kekurangan sarana dan prasarana yang memadai, seperti gedung yang layak, alat pembelajaran yang modern, dan fasilitas olahraga atau seni yang dapat mendukung perkembangan karakter siswa. Tanpa fasilitas yang memadai, kualitas pendidikan yang diberikan akan terbatas, yang berpotensi menghambat perkembangan budaya dan peradaban di masyarakat.
Sumber daya manusia juga menjadi tantangan. Banyak daerah yang kesulitan mendapatkan tenaga pengajar yang terlatih dan berkualitas. Sebagian besar guru di daerah terpencil mungkin tidak memiliki akses ke pelatihan atau pendidikan lanjutan untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Hal ini membuat pendidikan yang diberikan tidak optimal dan tidak dapat memfasilitasi pencapaian tujuan pembentukan masyarakat yang beradab.
5. Ketimpangan Kurikulum dan Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan Sosial
Selain tantangan yang telah disebutkan sebelumnya, ketimpangan dalam kurikulum pendidikan juga menjadi hambatan signifikan dalam menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beradab. Di banyak negara, termasuk Indonesia, masih terdapat ketidakseimbangan antara materi yang diajarkan di sekolah dengan realitas sosial yang dihadapi oleh siswa di dunia luar. Misalnya, di sebagian besar sekolah, kurikulum lebih fokus pada teori-teori yang tidak langsung berhubungan dengan keterampilan hidup sehari-hari yang dibutuhkan untuk berinteraksi secara efektif di masyarakat.
Selain itu, beberapa aspek budaya dan nilai-nilai lokal sering kali tidak tercakup dalam pembelajaran, padahal pengenalan terhadap budaya dan identitas bangsa adalah hal yang sangat penting dalam membentuk karakter masyarakat. Sebagai contoh, pelajaran tentang sejarah perjuangan bangsa, seni budaya tradisional, atau bahasa daerah sering kali dianggap tidak relevan dengan perkembangan zaman dan lebih ditekankan pada mata pelajaran yang lebih 'praktis' seperti matematika, sains, atau bahasa asing.
Di sinilah peran pendidikan budaya menjadi sangat penting. Salah satu langkah yang bisa diambil untuk mengatasi ketimpangan kurikulum adalah dengan menyesuaikan materi pembelajaran agar lebih inklusif, memperkenalkan lebih banyak elemen budaya lokal dan global, serta mengajarkan keterampilan praktis yang relevan dengan tantangan kehidupan. Misalnya, dalam kurikulum kewarganegaraan, siswa bisa diajarkan lebih banyak tentang pentingnya partisipasi aktif dalam masyarakat, menciptakan hubungan yang sehat dengan sesama, dan mengembangkan empati terhadap orang-orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Selain itu, kurikulum juga harus dirancang dengan lebih menekankan pada pembelajaran berbasis keterampilan hidup (life skills), seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja dalam tim, serta keterampilan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif dan konstruktif. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya akan mempersiapkan siswa untuk ujian atau pekerjaan, tetapi juga untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan berbudaya dalam masyarakat.
Strategi untuk Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Masyarakat yang Berbudaya dan Beradab
Untuk mengatasi tantangan tersebut dan memastikan pendidikan dapat berperan maksimal dalam membentuk masyarakat yang berbudaya dan beradab, ada beberapa langkah yang perlu diambil, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun pihak-pihak terkait lainnya.
1. Pemerataan Akses Pendidikan