Mohon tunggu...
SITI SILVAJULIYANA
SITI SILVAJULIYANA Mohon Tunggu... Administrasi - Administrasi

Hanya untuk hahahihi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Resensi buku karya Deni Darmawan bab D. Menulis dari hati

3 Januari 2025   22:45 Diperbarui: 3 Januari 2025   22:45 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswi unpam membaca buku karya Deni Darmawan 

Judul buku : menulis itu gampang

Nama penulis : Deni Darmawan

Penerbit : EUREKA MEDIA AKSARA

Tahun terbit : 2021

Jumlah halaman : 199 halaman 

Jenis buku: non fiksi 

Deni dermawan selaku penulis telah menerbitkan beberapa buku seperti, Islam, Netizen dan Media Sosial, Legenda sang pendakwah, keajaiban Ramadan dan masih banyak lagi

Bab D. Menulis dari hati membahas tentang pentingnya menulis dengan hati, yang dianggap sebagai sebuah ibadah dan cara untuk menyebarkan kebaikan serta membangun peradaban. Penulis menekankan bahwa hati yang bersih, ikhlas, dan penuh cinta akan mengarahkan penulis untuk menciptakan tulisan yang bermanfaat, memberikan kedamaian, dan mampu menyentuh hati pembaca. Menulis dengan hati, menurut penulis, bukan hanya untuk keuntungan duniawi, tetapi sebagai upaya untuk memperoleh ridha Tuhan dan amal jariyah yang tiada henti. Menulis dengan hati bukan hanya tentang mengungkapkan ide, tetapi juga berusaha menciptakan kebaikan melalui kata-kata yang jujur dan bermanfaat.

Bahasa yang digunakan dalam bab ini terbilang cukup formal, namun mudah dipahami. Penulis menghindari penggunaan kata-kata rumit dan cenderung menggunakan kalimat yang lugas dan langsung ke inti pembahasan.

    bab ini menggunakan banyak istilah yang berkaitan dengan spiritualitas, seperti "ikhlas", "keikhlasan", dan "amal shaleh", yang membuatnya terasa sarat dengan pesan moral dan religius.

Gaya penulisan cukup reflektif dan meditatif, cocok untuk pembaca yang ingin merenung dan memikirkan lebih dalam tentang makna menulis.

 Struktur tulisan bersifat persuasif, dengan penulis mengajak pembaca untuk lebih merenungkan niat dan tujuan dalam menulis.

  bab ini cenderung mengalir secara alami, walaupun ada beberapa bagian yang mungkin terasa lebih seperti penjabaran dari sebuah prinsip tanpa terlalu banyak contoh konkret.

Tema yang diangkat tentang "menulis dari hati" dijelaskan dengan sangat baik dan konsisten sepanjang teks. Penulis terus-menerus menekankan bahwa menulis dengan hati yang bersih, jujur, dan penuh cinta akan menghasilkan tulisan yang bermakna dan bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca.

Tema ini juga sejalan dengan prinsip spiritualitas yang menjadi dasar dalam menulis, dengan menekankan bahwa menulis bukan sekadar aktivitas duniawi, tetapi ibadah.

Judul "Menulis dari Hati" sangat relevan dengan isi bab ini karena langsung menggambarkan inti pembahasan: menulis dengan niat dan perasaan yang ikhlas, dari dalam hati, demi tujuan kebaikan dan ridha Tuhan.

Judul tersebut juga cukup menarik, sebab memberi gambaran bahwa menulis lebih dari sekadar keterampilan, tetapi juga terkait dengan kedalaman hati dan spiritualitas.

  Penekanan pada menulis sebagai sebuah ibadah dan cara untuk membangun peradaban sangat menarik dan relevan, terutama bagi pembaca yang memiliki minat dalam menulis dengan tujuan moral dan religius.

Penulis berhasil mengajak pembaca untuk berpikir lebih dalam tentang tujuan menulis dan bagaimana hati yang tulus mempengaruhi kualitas tulisan.

   Penyajian ide yang menghubungkan spiritualitas dan menulis menciptakan kedalaman dalam tulisan. 

Walaupun tidak ada karakter fisik dalam teks ini, konsep "hati" sebagai karakter utama sangat kuat. Penulis menggambarkan hati sebagai pusat dari segala perbuatan dan tindakan, termasuk menulis.

Penulis berhasil membangkitkan perasaan kedamaian dan ketulusan, serta menggugah pembaca untuk menulis dengan niat baik, penuh cinta, dan ikhlas.

Meskipun pesan yang disampaikan penting, ada bagian-bagian yang terasa berulang dan kurang dinamis, sehingga membuat alur cerita terasa lambat.

Beberapa kalimat, meskipun tidak terlalu rumit, menggunakan konsep-konsep filosofis dan religius yang bisa jadi agak sulit dipahami bagi pembaca yang tidak familiar dengan istilah tersebut. Misalnya, "hati yang mempunyai unsur ketuhanan" dan "hati yang bersifat ketuhanan" bisa terasa abstrak bagi sebagian pembaca.

Bab ini lebih banyak mengandalkan teori dan pandangan filosofis, namun kurang memberikan contoh konkret tentang bagaimana menulis dengan hati dalam praktik sehari-hari. Pembaca mungkin akan lebih mudah terhubung dengan pengalaman nyata dalam menulis yang berdasarkan prinsip-prinsip ini.

Meskipun ide hati sebagai karakter utama cukup kuat, tidak ada pengembangan karakter atau kisah nyata dalam teks ini yang dapat membuatnya lebih menarik atau mudah dihubungkan oleh pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun