Alasan lain yang diungkapkan oleh korban (A) dan cukup membuat saya mengerutkan alis adalah karena image yang dimiliki JZF di sosial media. Korban (A) melihat JZF sebagai seseorang yang hidup mewah dan banyak uang di setiap unggahan-unggahannya. Hal ini membuat korban (A) tidak menaruh curiga bahwa JZF mempunyai indikasi melakukan penipuan.
"Aku lihat dia punya usaha dan kehidupannya keliatan sangat mewah di sosial media, jadi aku berfirasat dan berpikir kalau emang suatu saat terjadi (penipuan) seperti ini dia pasti (bisa) ganti. Karena di whatsapp sendiri dia selalu bikin story kalau dia itu punya uang banyak," kata korban (A) saat dimintai keterangan pada 26/11/2023.
Kedua korban masih mempercayai JZF dan mengikuti lelang arisan ini meski tidak ada proses registrasi dan jaminan dari JZF. Jika seperti ini, apakah R (20) dan A (21) memang benar 'korban'? Dan apakah JZF sepenuhnya bersalah atas kejadian ini?
Hal ini dapat dikategorikan sebagai penipuan jika memang ada niatan dari JZF untuk menipu. Namun dari keterangan korban (R) dan (A), meski tidak memberikan waktu yang pasti, JZF dan keluarga sudah membuat perjanjian bersama para korban untuk melakukan ganti rugi.
Korban yang dengan 'bodohnya' mempercayai lelang arisan ini juga dapat dikatakan bersalah, karena mereka sedari awal tidak meminta jaminan kepada JZF.
Sangat disayangkan saat JZF dilabeli sebagai 'penipu' oleh banyak orang tanpa mencari tahu bagaimana awal mula lelang arisan ini dapat terjadi.
Jika seperti ini, JZF juga dapat dikatakan sebagai korban, karena ia mendapatkan cyber bullying dan doxing dari beberapa orang di media sosial setelah kasus ini ramai dibicarakan.
Saat ada korban yang belum mendapatkan haknya dari JZF, tentu saja harus dibantu proses penyelesaiannya. Namun, mengkategorikan hal ini sebagai penipuan bukanlah hal yang benar.
Ketidakmampuan JZF dalam mengelola uang arisan hanya akan mengakibatkan keterlambatan pembayaran dari waktu yang sudah dijanjikan. Hal ini tidak membuat JZF menjadi penipu seperti kata orang-orang.
Permasalahan ini pun dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan dengan membuat kesepakatan antara korban dan JZF terkait kapan uang para korban akan dikembalikan.
Sedangkan korban yang membawa kasus ini pertama kali ke media sosial dan menyebut JZF sebagai 'penipu' juga dapat dikatakan sebagai. Karena korban tidak mempertimbangkan bagaimana sanksi sosial yang akan diterima oleh JZF setelah kasus itu ramai di media sosial, yang mungkin JZF sendiri tidak bermaksud untuk menipu atau mengambil uang para korban.