Mohon tunggu...
Money

Etika Keislaman Pada Pengaplikasian Kegiatan Konsumsi yang Bersyariat

28 Februari 2019   17:59 Diperbarui: 28 Februari 2019   18:57 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam ajaran islam manusia diajarkan bagaimana kita berperilaku terhadap sesama muslim, baik dalam hal spiritual maupun hal perekonomian.Misal, dalam kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan konsumsi.Di dalam kegiatan konsumsi islam juga mengajarkan kita bagaimana mengkonsumsi suatau kebutuhan yang didasarkan dalam syariat islam.

Sonny Harry B.Harmadi(2016:3.1) Konsumsi merupakan suatu variabel yang dapat mendorong perkembangan ekonomi suatu negara.Variabel ini sangat perperan dalam mendorong terjadinya peningkatan output perekonomian yang biasanya diiringi dengan peningkatan tenaga kerja yang terserap dalam perekonomian.Konsumsi adalah suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seseorang.

Kegiatan konsumsi di setiap rumah tangga berbeda beda tergantung pada pendapatan seseorang, dan tidak ada dua rumah tangga yang membelanjakan uangnya dengan keperluan yang sama persis.

Pada rumah tangga berpendapatan rendah, mereka akan membelanjakan uangnya untuk keperluan primer seperti sandang, pangan dan papan.Rumah tangga yang berpendapatan tinggi akan mampu untuk membeli barang mewah dan cenderung akan makin bertambah seiring dengan makin naiknya pendapatan yang diterima.

Rozalinda(2017:97)Kepuasan seseorang dalam mengonsumsi suatu barang dinamai utility atau nilai guna.Kalau kepuasan terhadap suatu barang semakin tinggi, maka semakin tinggi pula kegunaannya.Sebaliknya, bila kepuasan terhadap suatu barang rendah maka semakin rendah pula nilai kegunaannya.

Dalam ekonomi islam, kepuasan dikenal dengan maslahah dengan pengertian terpenuhi kebutuhan baik bersifat fisik maupun spriritual.Islam sangat mementingkan keseimbangan fisik maupun nonfisik yang didasarkan atas nilai-nilai syariah.Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang dikonsumsi adalah halal, baik secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersifat israf (royal) dan tabzir (sia-sia). Oleh karena itu, kepuasan seorang Muslim tidak didasarkan banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi didasarkan atas berapa besar nilai ibadah yang didapatkan dari yang dikonsumsinya.

            Maslahah dalam ekonomi Islam, diterapkan sesuai dengan prinsip rasionalitas Muslim, bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Seorang konsumen Muslim mempunyai keyakinan, bahwasannya kehidupan tidak hanya didunia tapi akan ada kehidupan di akhirat kelak.

            Dalam perilaku konsumsi Islami seorang Muslim dituntut untuk bersikap sederhana tidak berlebih-lebihan dan tidak boros. Menyesuaikan kebutuhan dan keinginan dengan anggaran yang ada. Seperti yang dinasehatkan dalam pepatah Minang, ukur bayang-bayang sama tinggi dengan badan. Dalam QS. Al-A'raf [7]:31 Allah menegaskan:" makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih lebihan.

       Aldila Septiana(2015:4) Menarik kesimpulan sebagai berikut: Dalam nilai islam kegiatan konsumsi merupakan salah satu kegiatan yang pokok dalam sendi kehidupan makhluk hidup.Perilaku konsumsi diartikan sebagai suatu tindakan guna mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang.Adelia Septiana dalam Kotler(2008:183) menyimpulkan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya , sosial, pribadi, dan psikologis.

  • Faktor Budaya 

Kebudayaan merupakan faktor penentu yang pokok dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia pada umumnya dipelajari. Seorang anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga sosial lainnya. Faktor budaya mencakup; sub budaya,dan kelas sosial yang ada di lingkungan masyarakat.

  • Faktor Sosial

Faktor ini terdiri dari beberapa referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang, serta keluarga yang dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli. Keluarga maupun organisasi penting dalam masyarakat dan menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.

  • Faktor Pribadi
  • Faktor ini lebih melihat secara personal seorang individu meliputi: 1) Umur dan tahapan dalam siklus hidup; seseorang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama hidupnya, 2) Jenis pekerjaan; pekerjaan seseorang juga mempengaruhi barang/ jasa yang dibelinya, 3) Keadaan ekonomi; terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan, dan hartanya, 4) Gaya hidup; pola seseorang menjalani hidupnya (aktivitas, minat, kesukaan, sikap, dan harapan), 5) Kepribadian dan konsep diri; karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungannya.
  • Faktor Psikologis
  • Faktor ini lebih melihat kondisi psikis yang dimiliki individu meliputi: 1) Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah dan tujuan bagi perilaku seseorang, 2) Persepsi sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatau gambaran yang bermakna, 3) Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.

            Secara garis besar perilaku konsumsi dalam islam ; kepuasan dan perilaku konsumen dipengaruhi oleh:

  • Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi,
  • Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa;daya beli dari income konsumen dan ketersedian barang dipasar,serta
  • Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut masa lalu, budaya, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama, dan adat istiadat.

Seorang muslim dalam penggunaan penghasilannya memiliki 2 sisi, yaitu pertama untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagiannyablagi untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT.

Rozalinda (2017:108) Dalam nilai nilai islam, norma dan etika perlu diaplikasikan dalam kegiatan dan perilaku konsumsi:

  • Seimbang dalam konsumsi

Islam mewajibkan kepada pemilik harta agar menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan diri, keluarga, dan fisabilillah.Islam mengharamkan sikap kikir. Di sisi lain, islam juga juga mengharumkan sikap boros dan menghamburkan harta.

  • Membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan dan dengan cara yang baik

Islam mendorong dan memberi kebebasan kepada individu agar membelanjakan hartanya untuk membeli barang-barang yang baik dan halal dalam memenuhi kebutuhan hidup.Kebebasan itu diberikan dengan ketentuan tidak melanggar batas-batas yang suci serta tidak mendatangkan bahaya terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat dan negara.Senada dengan hal ini Abu al-A'la al-Maududi menjelaskan, islam menutup smua jalan bagi manusia untuk membelanjakan harta yang mengakibatkan kerusakan akhlak ditengah masyarakat, seperti judi yang hanya memperturutkan hawa nafsu.

Dalam QS Al-Maidah {5}:88 ditegaskan:                                                           

  • "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
  • Larangan bersikap israf(royal), dan tabzir (sia-sia)

Adapun nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam konsep konsumsi adalah pelarangan terhadap sikap mewah.Ali Abd ar-Rasul juga menilai dalam masalah ini bahwa gaya hidup mewah (israf) merupakan faktor yang memicu terjadinya dekadensi moral masyarakat yang akhirnya membawa kehancuran masyarakat tersebut.

Sikap hidup mewah biasanya diiringi oleh sikap hidup berlebih-lebihan (melampaui batas atau israf).Israf atau royal menurut Afzalur Rahman ada tiga pengertian yaitu, menghambur-hamburkan kekayaan pada hal- hal yang diharamkan seperti mabuk-mabukkan, pengeluaran yang berlebih lebihan pada hal-hal yang dihalalkan tanpa peduli apakah itusesuai dengan kemampuan atau tidak.Dan ia ia juga mengecam sikap berlebihan dan tabzir(pemborosan) dengan menggolongkan kepada saudara setan.(QS Al-Israa'{17}:26-27).Al-Qur'an memuji dan menyanjung sikap orang-orang yang berbuat ekonomis dan hemat dalam kehidupan mereka.Dalam hal ini , Al-Qur'an menginginkan dan moral pribadi kaum Muslim.

Dan islam memerintahkan kepada umat muslim dalam mengonsumsi suatu barang dan jasa harus berasaskan lebel kehalalan yang telah ditentukan oleh syariat islam.Dan etikanya seorang muslim dalm mengkonsumsi suatu barang , islam sangat melarang ketamakan karena tidak sesuai dengan syariat yang ada.Seorang konsumen dalam mengkonsumsinya juga harus memperhatikan bagaimana proses produksi dan distribusi apakah sudah dengan ketentuan syariat islam atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

  • Sonny Harry B.Harmadi.2016. Pengantar Ekonomi Makro.Tangerang Selatan:Universitas Terbuka
  • Rozalinda.2017.Ekonomi Islam. Depok:Rajawali Pers
  • Aldila Septiana.2015.Analisis Perilaku Konsumsi dalam Islam. Madura:Universitas Trunojoyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun