Mohon tunggu...
siti sarah
siti sarah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta, Penulis Novel dan Puisi

Tulisan rasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Arms Control and Disarmament Diplomacy Indonesia di PBB terhadap Perjanjian Perdagangan Senjata

11 Juni 2023   22:51 Diperbarui: 11 Juni 2023   23:00 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki misi perdamaian dunia. Hal ini dibuktikan dengan adanya komitmen Indonesia sebagai negara non-blok yang tidak memihak kepada blok timur maupun barat. Selain itu, Indonesia juga mengirim pasukan garuda guna memberikan bantuan kepada negara berkonflik dan menjalankan misi perdamaian tersebut. Namun hal ini tidak dapat berjalan maksimal apabila negara maju berteknologi tinggi yang berkemampuan memproduksi dan memiliki senjata tidak bekerjasama dan terus menjalankan perdagangan senjata secara illegal atau melanggar aturan yang ada.

Arms Trade Treaty merupakan perjanjian internasional tentang perdagangan sejata yang di salahkan pada majelis sidang umum PBB tanggal 2 April tahun 2013, bertempat di New York, Amerika Serikat. ATT ini bertujuan untuk melakukan regulasi dan memberikan batasan perdagangan senjata konvensional secara internasional baik dalam bentuk senjata ringan seperti senapan, tank tempur hingga kapal perang yang bernilai transaksi sebesar 70 miliar.

Perjanjian ini disetujui dan didukung oleh 154 negara dari 193 negara anggota PBB termasuk Indonesia. Sedangkan Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang tidak setuju dalam perjanjian tersebut. Hal ini dikarenakan Amerika berpendapat bahwa pembentukan instrument internasional bukanlah hal yang tepat dalam menurunkan angka perdagangan gelap senjata konvensional.

Dalam perjanjian perdagangan senjata ini, Indonesia melaksanakan diplomasinya secara aktif, dimulai dari turut serta nya Indonesia dalam penandatangan perjanjian pada Mine Ban Treaty tahun 1997 dan Convention In Cluster Munitions tahun 2018 termasuk Arms Trade Treaty tahun 2013.

Pembahasan kontrol senjata dan diplomasi perlucutan senjata Indonesia dalam konteks Perjanjian Perdagangan Senjata PBB (ATT) dan non-transfer nuklir sangat menarik karena beberapa alasan utama. Pertama, studi ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk mendukung regulasi dan kontrol yang ketat terhadap perdagangan senjata konvensional dan menunjukkan peran aktif Indonesia dalam mempromosikan perdamaian dan keamanan regional dan internasional. 

Kedua, menunjukkan kepedulian Indonesia untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) dan kemanusiaan, serta upayanya untuk mengontrol dan mencegah penyalahgunaan senjata untuk melindungi masyarakat sipil dari dampak buruk konflik bersenjata. Ketiga, sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kepentingan strategis untuk memantau dan mengendalikan perdagangan senjata di wilayahnya dan berpartisipasi dalam upaya global untuk memerangi perdagangan senjata ilegal.

Arms Control and Disarmament Diplomacy dipahami sebagai suatu kunci yang menjadi aspek penting hubungan internasional dalam mewujudkan perdamaian, keamanan dan pengurangan senjata nuklir dan konvensional di dunia. Partisipasi Indonesia di PBB Terhadap Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty) merupakan  keterlibatan Indonesia dalam pengendalian senjata dan diplomasi perdagangan senjata di PBB menunjukkan pentingnya peran negara ini di kancah internasional karena bercita-cita dan bekerja untuk perdamaian dan keamanan dunia.

Upaya Diplomasi Indonesia dalam Arms Trade Treaty

Partisipasi aktif Indonesia dalam sesi tersebut dimulai pada tahun 2006 Majelis Umum PBB ke-61 untuk diskusi pembentukan perjanjian perdagangan senjata konvensional. Di persidangan, Indonesia mengatakan, "Tidak adanya instrumen pengaturan persenjataan biasanya menunjukkan bahwa ada kebutuhan terhadap instrumen yang bersifat multilateral." 

Setelah akhir sesi ke-61 Majelis Umum PBB, Majelis Umum 28 mengajukan permintaan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan Pembentukan kelompok ahli pengurus (grup ahli dewan / GGE). Hal ini melibatkan 28 negara termasuk Indonesia terpilih dalam GGE untuk berpartisipasi dalam proses perumusan ATT. Dalam pertemuan, Indonesia mengeluarkan pendapat tentang perjanjian perdagangan senjata mencerminkan penghormatan terhadap hak setiap individu untuk menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan negara lain terhadap kawasan domestiknya.

Pertemuan GGE berakhir pada Oktober 2008, Inggris Raya, Australia, Argentina, Kosta Rika, Finlandia, Kenya, dan Jepang mempresentasikan draf teks baru kepada Komite Pertama Majelis Umum PBB untuk meminta pembahasan lebih lanjut tentang Perjanjian Perdagangan Senjata melalui pembentukan kelompok yang disebut Open Ended Working Group (OEWG). Tujuan dari pertemuan OEWG, yang dimulai pada tahun 2009, adalah untuk memfasilitasi rekomendasi GGE mengenai kelayakan, ruang lingkup, dan sarana untuk menetapkan standar internasional untuk impor, ekspor, dan transfer senjata konvensional. 

Dalam pertemuan tersebut, negara-negara kelompok GGE, termasuk Indonesia, sepakat untuk memperjuangkan pengakuan "hak atas integritas wilayah", khususnya mengenai bagaimana menghadapi komentar yang menyatakan bahwa setiap negara harus memiliki hak atas masalah yang harus diselesaikan di wilayahnya sendiri (berdaulat). Setelah pertemuan OEWG tahun 2010, dibentuk panitia persiapan (PrepCom). 

PrepCom memiliki beberapa pandangan Indonesia. diantarnya Indonesia percaya bahwa kesepakatan mengenai standar internasional Traktat Perdagangan Senjata di masa depan harus dicapai melalui negosiasi multilateral. Proses ini harus didasarkan pada pandangan dan kepentingan semua negara anggota dan kelompok regional, termasuk negara berkembang pengimpor senjata.

Resolusi 67/234 yang telah dikeluarkan dilanjutkan pada tahap konferensi akhir PBB tentang ATT yang dilaksanakan pada tanggal 18 hingga 28 Maret 2023 yang bertempat di markas besar perserikatan bangsa-bangsa di New York. Konferensi yang dipimpin oleh Roberto Garcia moritan yang akhirnya digantikan oleh duta besar Australia Peter Workout menyediakan 3 draft teks yang merupakan hasil dari adanya negosiasi dan menjadi teks Perjanjian.  Namun pada akhirnya konferensi diplomatik ini gagal karena terdapat tiga negara yang menolak dilakukannya pengadopsian diantaranya Iran Korea Utara dan Suriah. 

Selain itu, Indonesia justru mengambil langkah abstain pada konferensi tahap akhir namun Indonesia tetap mengadopsi ATT. Pada sidang akhir juga ditemukan bahwa 90 negara termasuk Amerika Serikat mendorong ATT ke dalam sidang Majelis umum PBB untuk dilakukannya adopsi terhadap draft melalui voting. Pada tanggal 3 April 2013, ATT resmi diadopsi di sidang Majelis umum dengan kesepakatan dari 153 negara anggota, 23 abstain termasuk Indonesia dan tiga negara menolak.

Kesimpulan 

Keikutsertaan Indonesia dalam pengendalian senjata dan diplomasi perlucutan senjata tentang perdagangan senjata atau Arms Trade Treaty (ATT) di PBB memberikan keuntungan yang signifikan bagi diplomasi Indonesia. Pertama, dengan aktif terlibat dalam diplomasi ATT, Indonesia dapat meningkatkan profilnya sebagai pemimpin regional dan global yang berperan dalam mencapai perdamaian dan keamanan dunia. Ini bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih besar dalam agenda kontrol dan perlucutan senjata global.

Kedua, keikutsertaan Indonesia dalam Arms Trade Treaty dapat meningkatkan reputasinya sebagai negara bertanggung jawab yang peduli terhadap perdamaian dan kemanusiaan. Dalam konteks diplomasi, hal ini dapat meningkatkan citra Indonesia sebagai negara yang berkomitmen untuk menegakkan hukum internasional, melindungi hak asasi manusia, dan menjaga perdamaian dunia. Selain itu, diplomasi ATT memberikan Indonesia platform untuk berinteraksi dengan negara lain, khususnya terkait kebijakan pengendalian senjata. 

Melalui dialog dan kerja sama di forum PBB, Indonesia dapat memperluas jaringan diplomatik dan membangun hubungan bilateral yang kuat dengan negara lain yang memiliki kepentingan yang sama dalam pengendalian senjata dan perdagangan senjata yang bertanggung jawab.

Selain itu, dengan berpartisipasi dalam Arms Trade Treaty, Indonesia dapat mempengaruhi dan mendorong terbentuknya peraturan dan standar internasional terkait perdagangan senjata. Negara ini dapat membawa perspektif dan keuntungan, terutama sebagai negara maritim yang besar, untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan tantangan kontrol senjata konvensional Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun