Dalam pertemuan tersebut, negara-negara kelompok GGE, termasuk Indonesia, sepakat untuk memperjuangkan pengakuan "hak atas integritas wilayah", khususnya mengenai bagaimana menghadapi komentar yang menyatakan bahwa setiap negara harus memiliki hak atas masalah yang harus diselesaikan di wilayahnya sendiri (berdaulat). Setelah pertemuan OEWG tahun 2010, dibentuk panitia persiapan (PrepCom).Â
PrepCom memiliki beberapa pandangan Indonesia. diantarnya Indonesia percaya bahwa kesepakatan mengenai standar internasional Traktat Perdagangan Senjata di masa depan harus dicapai melalui negosiasi multilateral. Proses ini harus didasarkan pada pandangan dan kepentingan semua negara anggota dan kelompok regional, termasuk negara berkembang pengimpor senjata.
Resolusi 67/234 yang telah dikeluarkan dilanjutkan pada tahap konferensi akhir PBB tentang ATT yang dilaksanakan pada tanggal 18 hingga 28 Maret 2023 yang bertempat di markas besar perserikatan bangsa-bangsa di New York. Konferensi yang dipimpin oleh Roberto Garcia moritan yang akhirnya digantikan oleh duta besar Australia Peter Workout menyediakan 3 draft teks yang merupakan hasil dari adanya negosiasi dan menjadi teks Perjanjian. Â Namun pada akhirnya konferensi diplomatik ini gagal karena terdapat tiga negara yang menolak dilakukannya pengadopsian diantaranya Iran Korea Utara dan Suriah.Â
Selain itu, Indonesia justru mengambil langkah abstain pada konferensi tahap akhir namun Indonesia tetap mengadopsi ATT. Pada sidang akhir juga ditemukan bahwa 90 negara termasuk Amerika Serikat mendorong ATT ke dalam sidang Majelis umum PBB untuk dilakukannya adopsi terhadap draft melalui voting. Pada tanggal 3 April 2013, ATT resmi diadopsi di sidang Majelis umum dengan kesepakatan dari 153 negara anggota, 23 abstain termasuk Indonesia dan tiga negara menolak.
KesimpulanÂ
Keikutsertaan Indonesia dalam pengendalian senjata dan diplomasi perlucutan senjata tentang perdagangan senjata atau Arms Trade Treaty (ATT) di PBB memberikan keuntungan yang signifikan bagi diplomasi Indonesia. Pertama, dengan aktif terlibat dalam diplomasi ATT, Indonesia dapat meningkatkan profilnya sebagai pemimpin regional dan global yang berperan dalam mencapai perdamaian dan keamanan dunia. Ini bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih besar dalam agenda kontrol dan perlucutan senjata global.
Kedua, keikutsertaan Indonesia dalam Arms Trade Treaty dapat meningkatkan reputasinya sebagai negara bertanggung jawab yang peduli terhadap perdamaian dan kemanusiaan. Dalam konteks diplomasi, hal ini dapat meningkatkan citra Indonesia sebagai negara yang berkomitmen untuk menegakkan hukum internasional, melindungi hak asasi manusia, dan menjaga perdamaian dunia. Selain itu, diplomasi ATT memberikan Indonesia platform untuk berinteraksi dengan negara lain, khususnya terkait kebijakan pengendalian senjata.Â
Melalui dialog dan kerja sama di forum PBB, Indonesia dapat memperluas jaringan diplomatik dan membangun hubungan bilateral yang kuat dengan negara lain yang memiliki kepentingan yang sama dalam pengendalian senjata dan perdagangan senjata yang bertanggung jawab.
Selain itu, dengan berpartisipasi dalam Arms Trade Treaty, Indonesia dapat mempengaruhi dan mendorong terbentuknya peraturan dan standar internasional terkait perdagangan senjata. Negara ini dapat membawa perspektif dan keuntungan, terutama sebagai negara maritim yang besar, untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan tantangan kontrol senjata konvensional Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H