Oleh: Siti Rohimah
Alkisah hiduplah sepasang suami istri yang sangat kaya raya. Tetapi mereka merasa miskin. Ya mereka belum memiliki anak. Bahkan di usia pernikahan yang terbilang bukan baru, kehidupan pernikahan mereka sudah memasuki tahun ke 9. Mereka pun tidak mengerti kenapa dengan pernikahan mereka. Mereka sudah berkali kali konsultasi dengan dokter. Tapi hasilnya nihil. Dan banyak dokter yang mengusulkan untuk melakukan program bayi tabung. Hanya saja mereka ragu. Terlebih usia sang istri yang sudah memasuki usia 39 tahun.
Setiap sepertiga malam mereka selalu meminta kepada Allah. Mereka bahkan sering menyumbang panti asuhan, panti jompo atau bahkan sekedar memberikan apapun itu kepada tetangga mereka yang kurang mampu. Dengan harapan banyak yang mendoakan mereka agar cepat dikaruniai anak. Bahkan tak sedikit yang menyarankan untuk mengangkat anak saja. Tapi mereka hanya ingin memiliki anak kandung, anak keturunan mereka sendiri.
Mereka selalu berusaha dan berdoa. Apapun mereka lakukan agar mendapatkan anak.
Hingga pada suatu hari....
Sang istri yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah pingsan. Suaminya tidak ada di rumah. Tapi karena pagar rumah mereka tidak pernah ditutup, tetangga nya yang kebetulan lewat melihat sang nyonya rumah tergeletak memejamkan mata di taman rumahnya. Tetangga itu pun meminta bantuan tetangga yang lain untuk mengecek sang nyonya rumah. Ketika tak kunjung tak sadarkan diri, meski sudah dibaluri minyak di beberapa titik tubuhnya. Sang nyonya tak juga sadar. Akhirnya salah satu tetangga berinisiatif untuk membawanya ke klinik terdekat.
Sesampainya di klinik, sang nyonya diperiksa. Dan setelah hampir satu jam ia pingsan, akhirnya sang nyonya sadar juga. Dan ia merasa kepalanya dan perutnya sangat sakit. Ketika ia mendengar diagnosa sementara dari dokter di klinik, ia kaget bukan kepalang. Seperti tersambar petir di siang bolong. Dokter mendiagnosa bahwa ia sakit kanker rahim stadium satu.
Sorenya, ketika suaminya pulang kerja sang istri diam seribu bahasa. Ia ingin menyampaikan apa tadi siang ia rasakan. Tapi di sisi lain ia khawatir, karena kenyataan yang terjadi ia akan mengecewakan suaminya atas penyakitnya yang berarti kemungkinan untuk memiliki anak sangat semakin kecil. Namun, suaminya bertanya kepadanya, "sayang,, kamu kenapa? Ko kamu pucat sekali? Kamu sakit ya? Aku antar ke dokter ya.." . dan dengan gugup istrinya menjawab, "e.... udah sayang, tadi siang aku udah berobat ko. Tapi gapapa, kata dokter aku Cuma kecapean dan agak sedikit butuh refreshing. Minggu ini kita keluar yuk".Â
Sang suami dengan lembutnya membelai istrinya sambil berkata, "oohh gitu... tapi beneran kan kamu Cuma kecapean?? Kalo gitu minggu ini kita perginya ke tempat yang agak teduh ya. Biar kamu bisa istirahat juga. Gimana?". "iya sayang... mungkin aku agak sedikit bosan di rumah tanpa kegiatan." Tapi jawaban suaminya selanjutnya malah membuat sang istri semakin merasa bersalah kepada suaminya. "iya.. aku ngerti ko. Mungkin kalo kita punya anak kamu jadi punya kegiatan ya sayang. Jadi ga terlalu bosan".
Degg...
Sang istri hanya tersenyum kecut.