Mohon tunggu...
Siti Nurmajah
Siti Nurmajah Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar redaksi belajar hidup

Menikmati hidup, nikmati segala profesi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampung Anamui Banten Gelar Lomba Layangan

26 Juli 2020   22:22 Diperbarui: 14 Januari 2022   10:21 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap layangan, ternyata memerlukan ekor untuk menimbulkan tahanan tegaknya arah terbang. Sebab, makin kencang angin, harus semakin panjang ekornya. Percobaan saya membuat layangan tadi, mengingatkan saya pada ide pembuatan pesawat oleh Pak. BJ Habibie layaknya membuat sayap pesawat yang memang perlu teknisi, sama halnya dalam membuat dan menerbangkan layang-layang.

Selain gemar dimainkan oleh masyarakat, permainan layangan ini dalam beberapa artikel tertulis bahwa permainan layangan juga disebut oleh sebagian wilayah Semenanjung Melayu dengan sebutan Wau, bahkan sejarah lain mengatakan layangan ini berasal dari Negara Cina pada 3000 tahun lalu di masa Dinasti Han sekitar 200 tahun SM.

Layangan yang berkembang keseluruh dunia dimulai pada abad pertengahan sekitar 1100-1500 M. Pada tahun 1749, layang-layang pula dapat mejadi alat alternatif para peneliti salah satunya oleh Alexander Wilson (1714-1786) dari Skotlandia dalam memasang termometer pada layangan untuk mengukur permukaan bumi, bahkan permainan ini pula menjadi teorinya ilmuan terkenal seperti AS Benjamin Franklin sebagai teori petir bermuatan listrik melalui uji layangan.

Jadi, permainan layangan memang cukup memiliki nilai positif. Sebab tidak hanya sebuah permainan, ternyata layang-layang pula memberi kontribusinya seputar kajian ilmiah.

Saya bangga pada Kampung Anamui tepatnya sebagai halaman kelahiran, masih menyukai dan gemar memainkan layang-layang, terutama pada saat meramaikan hari kemerdekaan, dan saya harap tidak hanya semangat memperingati saja, tetapi sebagai bentuk revitalisasi masyarakat yang turut menekuni perilaku-perilaku manusia merdeka baik dalam sisi pemikiran serta tindak tuturnya.

Di kondisi pandemi, berjalannya perlombaan tidak mengesampingkan aturan protokol covid 19. Saya lihat, keramaian baik peserta, penonton, para pedagang pun, lebih banyak menggunakan masker, meskipun ada beberapa yang tidak menggunakan. Tapi, kabar baiknya bahwa kawasan kampung ini tergolong sebagai wilayah berzona hijau.

Begitu saja cukup, Salam 45🇮🇩🇮🇩🇮🇩

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun