Ketika dilihat secara struktural- strukturasi, hasrat korupsi berjalan di atas ego kognitif yang merupakan potensi dasar manusia sebagai mikro kosmos. Sebagai animal rasionale atau human agent, manusia senantiasa merasionalisasi kehidupannya untuk menjadi lebih masuk akal.
Pemahaman korupsi sebagai bentuk kejatahan struktural tidak dapat dipisahkan dari pemahaman tindakan moral yang merupakan bentuk refleksif agen-agen sosial. Bentuk refleksivitas bergantung pada jangkauan pengetahuan agen-agen manusia. reflesivitas hanya mungkin terwujud bila ada kesinambungan praktik-praktik yang sama di sepanjang ruang dan waktu. Reflesivitas dipahami tidak hanya sebagai kesadaran diri tetapi sebagai sifat arus kehidupan sosial yang sedang berlangsung yang senantiasa dimonitor. Refleksi agen saja tidak cukup, sebab setiap tindakan moral membutuhkan pertanggungjawaban. Maka disini pentingnya institusionalisasi tanggung jawab dalam bentuk legitimasi hukum.
Masyarakat kontemporer sebagaimana ditandai oleh Giddens sebagai detradisionalisasi. Moralitas relijius pun makin berubah cepat seiring logika percepatan modernitas. Korupsi dalam konteks ini, adalah cermin dari hilangnya kosmologi relijius bersama refleksivitas yang mengalami detradisionalisasi.
Yang menurut Giddens, manusia hidup dalam realitas kosmos modern akhir, berjalan di atas logika percepatan sehingga mengakibatkan orang tidak dapat berpikir panjang, mengambil jalan pintas, dan bertindak praktis.
Terdapat dua sisi yang berbeda- yang kontradiksi dimana korupsi di Indonesia sulit diberantas karena terdapat beberapa hal yaitu adanya distorsi makna perilaku politik dimana masalah moral direduksi menjadi masalah manajemen politik, adanya impunity-tiadanya sanksi hukum dimana proses hukum berbalik menjadi alat pembersihan diri dan sarana rehabilitasi koruptor, dan adanya intervensi kekuasaan di dalam lembaga peradilan yang dimungkinkan karena fasilitas kekuasaan seperti pejabat yang ditunjuk, sumber daya ekonomi, dan dukungan politik.
Tentunya yang menjadi harapan penulis terhadap problematika korupsi di Indonesia yaitu harus adanya penguatan dalam Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut tuntas para pelaku koruptor yang terindikasi dan masih bebas berkeliaran di kancah struktur politik.
Walhasil, korupsi sebagai kejahatan struktural, dari waktu ke waktu memiliki pola dan struktur yang sama karena adanya potensi-potensi yang terus dirasionalisasi oleh agen-agennya. Penanggulangan korupsi seharusnya dibarengi dengan pembersihan perbuatan-perbuatan ilegal lainnya seperti ilegal logging, fishking, trading dan lain-lain yang kesemuanya membutuhkan sistem ahli yang bermoral dan religius-paham akan agama yang dianutnya. Gerakan-gerakan moral seperti gerakan anti korupsi sebagai wujud kontrol sosial-politik idealnya berkolaborasi dengan gerakan-gerakan kemanusiaan lainnya yang secara riil berkontribusi bagi terciptanya solidaritas masyarakat untuk saling mengurangi beban kemiskinan dan ketidakadilan.
Sumber Referensi:
Thoyibbah, Imadah. 2015. “Makna Kejahatan Struktural Korupsi Dalam Perspektif Teori Strukturasi Anthony Giddens.” Jurnal Filsafat 25 (1): 134–71.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H