Mohon tunggu...
siti nurhalisa
siti nurhalisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta 2023

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merebaknya Kasus Bullying yang Terjadi pada Pendidikan di Indonesia Tahun Ini

26 Oktober 2023   00:03 Diperbarui: 30 Maret 2024   15:11 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siti Nurhalisa

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta snurhalisa860@gmail.com

Pendahuluan 

Mendapatkan pendidikan adalah hak bagi setiap anak. Pendidikan merupakan proses belajar dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dan yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti. Pendidikan pertama bagi seorang anak tentunya dari keluarga yaitu orang tua. Kemudian pendidikan tidak hanya didapatkan dari keluarga saja, tetapi juga didapatkan dari sekolah atau perguruan tinggi. Lingkungan sekolah merupakan tempat untuk memengembangkan kemampuan berinteraksi sosial, mengajarkan bagiamana berperilaku dan beretika yang baik dan benar, serta peran sosial anak pada lingkungan (Suryani & Badi'ah, 2017).

Pendidikan merupakan fondasi yang mendorong kemajuan suatu negara. Kemajuan suatu negara dapat diukur dari kualitas dan sistem pendidikan yang ada. Suatu negara dianggap tertinggal jauh dan tertinggal dari negara lain jika kualitas pendidikannya rendah. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh data UNESCO (2000) mengenai pemeringkatan Indeks Pembangunan Manusia, khususnya komposisi pemeringkatan pencapaian pendidikan, kesehatan, dan pendapatan per kapita, yang menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia Indonesia semakin menurun.

Dengan mendapatkan pendidikan yang layak, diharapkan para generasi muda mampu memajukan sumber daya Indonesia. Namun, pendidikan di Indonesia masih perlu diperbaiki. Mengapa demikian? Karena dari dulu sampai saat ini, kasus perundingan atau bullying masih terus terjadi hingga saat ini. Indonesia merupakan negara yang menempati posisi teratas kasus bullying di sekolah pada tingkat Asean, yaitu 84%, disusul Nepal dan Vietnam 79%, Kamboja 73% dan Pakistan 43% (KPAI, 2017). Untuk megurangi angka bullying di Indonesia perlu untuk ditingkatkannya proses pembelajaran dalam lingkungan sekolah. Untuk mencapai hal itu, kondisi lingkungan belajar di sekolah harus berada pada tahap yang baik agar anak dapat menanamkan nilai-nilai positif melalui interaksi sosial agar tidak menimbulkan kenakalan pada anak usia remaja (Kurniati, 2018).

Namun saat ini banyak terjadi perilaku menyimpang pada anak usia remaja seperti mencuri, berbohong, menggunakan kata-kata yang kasar dan kasar, mengganggu anak lain dengan cara menggoda, melakukan intimidasi, membuat onar, membuat masalah dan berkelahi dengan teman sekelas (Hurlock, 2011). Salah satu bentuk kenakalan anak usia sekolah menurut penelitian Widodo (2016) adalah perilaku agresif siswa yang mengancam guru atau siswa lainnya secara verbal dan fisik. Dengan demikian, perilaku nakal anak usia remaja umumnya cenderung agresif sehingga berujung pada kekerasan dan perundungan.

Bagian Temuan 

Saat ini, pelecehan merupakan istilah yang akrab di telinga masyarakat Indonesia. Bullying adalah tindakan menggunakan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik maupun psikis sehingga menyebabkan korbannya merasa tertekan, sakit hati dan tidak berdaya (Sejiwa, 2008 dalam Zakiyah dkk., 2017). Pelaku pelecehan sering disebut sebagai pengganggu. Penindasan bersifat netral gender dan usia dan dilakukan oleh  remaja. Perilaku bullying mencakup tiga faktor yang saling mempengaruhi yaitu pelaku, korban dan penonton. Ketiganya memberi andil dalam terwujudnya perilaku bullying (Olweus, 1993 dalam Kustanti 2015).

Bullying adalah cikal bakal dari kekerasan. Kekerasan adalah tindakan yang menggunakan fisik atau berupa ancaman yang dimaksudkan untuk menyerang orang lain atau kelompok tertentu, dengan maksud menimbulkan kerugian yang mengakibatkan luka, kematian, dan gangguan psikologis (Lee et al., 2007). Perilaku kekerasan disekolah yang banyak terjadi adalah dalam bentuk bullying. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4 persen peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). Bullying adalah keinginan untuk menyakiti yang diwujudkan melalui tindakan fisik, psikis atau verbal yang menyebabkan seseorang tertekan, tindakan ini dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, berulang-ulang dan dilakukan dengan senang hati. (Astuti, 2008). Sedangkan menurut Saifullah (2016), bullying adalah perbuatan negatif yang berulang-ulang dilakukan secara sadar dan sengaja dengan maksud untuk tidak menyenangkan atau merugikan orang lain. Dengan demikian, bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan dengan sengaja dan sadar serta berulang-ulang sehingga menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan, dan bertujuan untuk menyakiti pihak yang lebih lemah.

Bullying dapat terjadi dimana saja tetapi tingkat terjadinya bullying lebih banyak terjadi di sekoah, yang biasanya dilakukan oleh teman sebaya atau senior, karena perasaan iri, dengki, atau kecemburuan akan hal tertentu. Bullying di sekolah terjadi dalam 3 bentuk yaitu pertama fisik seperti (memukul, menampar, menendang, menjabak, mendorong, pengeroyokan dll) kemudia yang kedua dalam bentuk verbal seperti (mengatai, menjelekan, memaki, mengejek dll) dan yang terakhir dalam bentuk psikologis seperti (mendiskriminasi, memojokkan, mengintimidasi dll) (Kurnia, 2016).

Kekerasan atau perundungan yang terjadi di sekolah tentu dipengaruhi oleh banyak hal. Beberapa faktor yang menyebabkan anak remaja melakukan bullying yaitu : faktor individu, keluarga, teman sebaya, media dan sekolah (Verlinden, Hersen, & Thomas, 2000). Meningkatnya tindakan bullying pada anak usia sekolah sangat mengkhawatirkan karena dampaknya sangat luas. Bullying dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kesehatan dan kesejahteraan anak (Center for Disease Control, 2014 ; Tsitsika, 2014). Bullying juga berdampak serius terhadap korban dan juga pelaku. Jika dibiarkan hingga mereka dewasa, korban akan mengalami masalah psikis, seperti takut, merasa terintimidasi, depresi hingga bunuh diri. Sedangkan bagi pelaku, dia akan tumbuh menjadi orang yang berbahaya dan malakukan kekerasan.

Dampak psikologis dari bullying dapat dilihat dan diamati dari pola perilaku korbannya, dimana korban mengalami penderitaan, emosi bahkan stres berlebihan yang dapat mempengaruhi dirinya. Bagi siswa, dampak bullying memberikan dampak negatif terhadap pembelajaran dan menghambat proses belajar korbannya. Dampak psikologis ini menyebabkan korbannya mengalami depresi, gangguan berpikir, kehilangan rasa percaya diri, bahkan ingin putus sekolah. Perilaku bullying ini dapat menyebabkan korbannya merasa dendam atau bahkan bunuh diri. Hal ini sesuai dengan pandangan Swearer, korban bullying akan merasa sakit, bolos sekolah, prestasi akademisnya menurun, merasakan rasa takut, cemas dan panik yang berlebihan hingga ingin bunuh diri.

Dampak yang ditimbulkan dari tindakan ini sangat besar. Remaja yang menjadi korban bullying mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai gangguan kesehatan, baik  fisik maupun mental. Permasalahan yang  mungkin dialami oleh anak korban bullying antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan tidur yang dapat menetap hingga dewasa, serta masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit perut, dan nyeri otot. stres, perasaan tidak aman dan aman di lingkungan sekolah serta berkurangnya minat belajar dan keberhasilan akademik.

Dari permasalahan tersebut harus dicari cara untuk mengatasi perundungan khususnya di kalangan pelajar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan khususnya kepada siswa. Orang tua merupakan pemandu utama dalam membentuk kepribadian remaja atau siswa, karena orang tua atau keluarga lebih banyak berinteraksi dengan anaknya. Orang tua merupakan tempat pertama dan terpenting untuk meminimalisir terjadinya tindakan dan perilaku bullying. Oleh karena itu, peran orang tua dalam mencegah perilaku tersebut sangat penting, namun kenyataannya banyak orang tua yang menganggap remeh dan tidak mengetahui kerugian apa yang akan terjadi jika perilaku bullying dilakukan secara berlebihan. Oleh karena itu, orang tua mempunyai peranan penting dalam mengatasi perilaku bullying yang muncul, seperti memberikan pendidikan moral dan etika kepada anak serta membimbing dan membentuk kebiasaan baik pada anak.

Untuk mengatasi bullying di sekolah memerlukan penanganan yang serius. Pemerintah melalui KPAI menjalankan kampanyeuntuk mengakhiri perundungan di sekolah dan menciptakan program sekolah ramah anak, serta membentuk sejumlah komunitas untuk mencegah perundungan. Terlepas dari keberadaan UU No. 35/2014 tentang perlindungan anak di Indonesia, namun pada kenyataannya implementasi dan realisasi solusi terhadap masalah bullying dan kekerasan masih belum optimal. Meningkatnya kasus bullying di Indonesia tidak lepas dari kurangnya pemahaman anak dan orang tua terhadap isu bullying. Selain itu, sebagian besar masyarakat, terutama orang tua dan guru, menganggap bullying sebagai hal biasa tanpa mengetahui dampaknya yang berbahaya (Nandya et al., 2017).

Kesadaran terhadap bullying dikaitkan dengan tingkat pengetahuan, mereka menganggap perilaku seperti itu wajar dalam hal pertemanan. Pada penelitian Fajrin & Nur (2013) terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku bullying. Kurangnya pengetahuan menyebabkan individu secara tidak sadar melakukan tindakan bullying dan setiap hari menyaksikan tindakan bullying tanpa berbuat apa-apa, bahkan ada yang bergabung dengan menjadi pelaku bullying. 

Kesadaran juga mempunyai arti yang mirip dengan interioritas (kesadaran), kesadaran juga dapat dipahami sebagai suatu keadaan di mana seorang individu didorong terhadap rangsangan internal dan eksternal. Kesadaran juga mencakup persepsi dan pemikiran yang disadari oleh seorang individu, sehingga perhatiannya pada akhirnya terfokus dan bereaksi terhadap apa yang dilihat dan dirasakannya (Corey, 2009). Menurut Psikolog Andri, kesadaran akan bullying masih minim dikalangan masyarakat. 

Ungkapan Andri tersebut bersesuaian dengan poling yang dilakukan CNN Indonesia, hasil survei di dapatkan 58% koresponden tahu kalau menonton atau tak melerai aksi bullying termasuk kategori bullying nonverbal, sementara 42% mengatakan tidak tahu (Indra, 2017). Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan peningkatan pengetahuan dan kesadaran anti-bullying, sehingga setiap orang mempunyai pengetahuan dan kesadaran untuk mencegah bullying di sekolah.

Dalam memberikan pengetahuan akan kesadaran anti bullying di sekolah pada anak remaja perlu dilakukan dengan cara yang efektif agar mereka mengerti dan paham akan tujuan tersebut. Menurut Kemendikbud (2020) untuk menanggulangi permasalahan bullying dalam dunia pendidikan khususnya pada anak usia sekolah, antara lain dengan memperkuat kerjasama dengan pihak terkait pada lingkungan anak seperti pendidik profesional, orang tua dan masyarakat sekitar anak. Hal lain yang dapat dilakukan untuk menangani bullying adalah memberi tahu kepada anak remaja bahwa bullying tidak dapat dibenarkan dengan alasan dan tujuan apapun dan memebritahukan dampak dari bullying bagi pihak yang terlibat maupun yang menjadi "saksi bisu".

Kedua memberi nasihat tentang cara menangani pelecehan. Setelah memahami apa itu bullying, anak juga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan ketika menjadi sasaran bullying agar mereka dapat menghadapinya dengan aman tanpa harus melakukan tindakan kekerasan yang agresif, yang dapat memperburuk keadaan. Misalnya, cara yang bisa digunakan adalah dengan mengabaikan pelaku kekerasan, menjauhi pelaku kekerasan, atau mengungkapkan ketidaksetujuan kita secara terbuka dan percaya diri. 

Anak-anak juga dapat menghindari perundungan dengan berada di dekat orang dewasa atau sekelompok anak-anak lain. Jika seorang anak menjadi korban perundungan dan cara-cara di atas telah digunakan namun tidak efektif, mereka harus didorong untuk berbicara dengan orang dewasa yang dapat dipercaya mengenai masalahnya dan tindakan guru di sekolah, orang tua, atau anggota keluarga lainnya yang tinggal di rumah.

Ketiga membangun hubungan dan komunikasi dua arah dengan anak. Seringkali pelaku bullying mengancam atau mempermalukan korban jika mereka mengadu kepada orang lain, dan hal inilah yang seringkali menjadi alasan mengapa korban bullying tidak mau melaporkan kejadian yang menimpanya kepada orang lain. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu membina hubungan dan menjalin komunikasi dua arah dengan anak, agar anak merasa aman untuk membicarakan permasalahan yang dihadapinya kepada orang yang disayanginya dan tidak terpengaruh oleh pengaruh negatif ancaman yang diterima dari pelaku intimidasi.

Keempat mendorong mereka untuk tidak menjadi "saksi bisu" dalam kasus bullying. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan pada anak-anak sekolah dasar di Kanada, sebagian besar kasus bullying dapat dihentikan dalam 10 detik setelah kejadian tersebut berlangsung berkat campur tangan saksi --anak anak lain yang hadir saat kejadian tersebut berlangsung- misalnya dengan membela korban bullying melalui kata-kata ataupun secara fisik (memisahkan korban dengan pelaku). Anak-anak yang menyaksikan kasus bullying juga dapat membantu dengan cara: 

1) Menemani atau menjadi teman bagi korban bullying, misalnya dengan mengajak bermain atau berkegiatan bersama. 2) Menjauhkan korban dari situasi-situasi yang memungkinkan ia mengalami bullying. 3) Mengajak korban bicara mengenai perlakuan yang ia terima, mendengarkan ia bercerita dan mengungkapkan perasaannya. 4) Jika perlu, bantulah korban untuk mengadukan masalahnya kepada orang dewasa yang dipercaya.

Kelima membantu anak-anak menemukan minat dan potensi mereka. Dengan engetahui minat dan potensinya mendorong anak untuk tumbuh, bertemu orang-orang yang mempunyai minat yang sama, dan menjalin pertemanan. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri mereka, mendukung kehidupan sosial mereka dan melindungi mereka dari perundungan.

Keenam Berikan contoh dengan sikap dan tindakan kita. Sebagus apapun slogan, saran dan nasehatnya, anak selalu melihat sekeliling untuk melihat sikap dan perilaku apa yang dapat diterima di masyarakat. Meski kelihatannya tidak seperti itu, anak-anak juga memperhatikan dan memperhatikan cara orang dewasa menghadapi stres dan konflik, serta cara mereka berinteraksi dengan orang-orang di sekitar mereka. Jika kita ingin ikut memerangi penindasan, hal paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah menghindari penindasan dan bentuk-bentuk penindasan lainnya. 

Disadari atau tidak, orang dewasa juga bisa menjadi korban atau pelaku bullying, seperti di-bully di tempat kerja atau melakukan pelecehan verbal terhadap orang-orang di sekitarnya.

Tidak hanya pencegahan dan penanganan terhadap kasus bullying, tetapi penanganan untuk pelaku bullying juga harus diberikan. Pertama segera minta anak untuk memberi tahu apa yang dia lakukan. Jelaskan bagaimana tindakannya merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dapatkan bantuan profesional untuk menangani masalah ini dengan benar dan menyelesaikannya sepenuhnya. Kedua cari tahu mengapa anak tersebut melakukan bullying. penyebabnya menentukan pengobatannya. Anak yang menjadi pelaku karena memiliki harga diri yang rendah tentu saja diperlakukan berbeda dengan pelaku yang menjadi korban dan dilatar belakangi oleh balas dendam. Hal yang sama juga berlaku jika pelaku mempunyai agresi lain yang mendasarinya. Ketiga posisikan diri Anda untuk bersikap suportif, bukan kritis terhadap anak.

Simpulan 

Dalam ranah pendidikan Indonesia saat ini masih perlu diperbaiki baik itu dari siswa maupun pendidiknya. Masalah yang terjadi pada pendidikan saat ini saat beragam salah satunya adalah perundungan atau bullying. Bullying adalah perilaku negatif berulang-ulang yang dilakukan dengan sengaja dan tujuan menyakiti atau membuat seseorang merasa tidak nyaman. Pemahaman moral merupakan pemahaman individu tentang mengapa tindakan tertentu dilakukan dan bagaimana cara berpikir seseorang dalam mengambil keputusan apakah sesuatu itu baik atau buruk. 

Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sebelum mengambil keputusan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Siswa yang memiliki pemahaman moral yang tinggi terlebih dahulu mempertimbangkan tindakan apa yang dapat dilakukannya agar tidak menyakiti atau menindas temannya. Selain itu, keberhasilan dalam proses pembentukan kepribadian alami dan peningkatan kematangan pribadi memungkinkan remaja mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupannya saat ini dan masa depan. Oleh karena itu, mereka perlu mendapatkan perawatan dan pendidikan yang mendukung perkembangannya.

Dari Kesimpulan diatas dapat disarankan 1) hendaknya pihak sekolah proaktif dengan membuat program pengajaran keterampilan sosial, problemsolving, manajemen konflik, dan pendidikan karakter. 2) Hendaknya guru memantau perubahan sikap dan tingkah laku siswa di dalam maupun di luar kelas; dan perlu kerjasama yang harmonis antara guru BK, guru-guru mata pelajaran, serta staf dan karyawan sekolah. 3) Sebaiknya orang tua menjalin kerjasama dengan pihak sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan secara maksimal tanpa adanya tindakan bullying antar pelajar di sekolah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dibuat rekomendasi untuk orang tua dan pendidik. Bagi orang tua yang mengawasi aktivitas anak, keluarga merupakan tempat pengaduan pertama dan paling aman, selain menjadi contoh yang baik dalam mendidik anaknya. Sementara itu, bagi staf pengajar, mengoordinasikan bimbingan dan konseling untuk memantau seluruh siswa, memberikan siswa lebih banyak wawasan tentang penindasan, dan mencatat kejadian-kejadian penindasan yang pernah terjadi dan mengupayakan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah pelecehan tersebut.

Daftar Pustaka : 

Dede Rusmiati. 2019. PENOMENA PRILAKU BULLYING ANAK SEKOLAH. Makalah Publikasi 10-13

Ramadhanti, Muhammad Taufik Hidayat. 2022. Strategi Guru dalam Mengatasi Perilaku Bullying Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu. 1-2

Irvan Usman. 2013. KEPRIBADIAN, KOMUNIKASI, KELOMPOK TEMAN SEBAYA, IKLIM SEKOLAH DAN PERILAKU BULLYING. Humanitas. 2-6

Annisya Diannita, Fina Salsabela, Leni Wijiati, Anggun Margaretha Sutomo Putri. 2023. Pengaruh Bullying terhadap Pelajar pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama. Journal of Education Researc. 3-4

Melyani  Sutra  Dewi,  Callista  Alodya  J,  Nadiyah  Ameylia,  Sinta  Purnamasari,  Ahmad Najib, Abdul Rahim, Anggi Agusti, Ratu Tazkiyatun Nufus, Yesi Anggun Sari. 2023. DAMPAK   BULLYING   TERHADAP   HARGA   DIRI   INDIVIDU PADA   MASADEWASA MUDA. Journal Of Communication and Social Sciences. (3)

Titi Kadi. 2017. INOVASI PENDIDIKAN : UPAYA PENYELESAIAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA. Jurnal Islam Nusantara. (1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun