Mohon tunggu...
Siti Nazarotin
Siti Nazarotin Mohon Tunggu... Guru - Dinas di UPT SD Negeri Kuningan Blitar

Tebarkan manfaat lewat kata-kata. Akun Youtube: https://youtube.com/channel/UCKxiYi5o-gFyq-XmHx3DTbQ

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Ketergantungan hingga Pembiaran, Ini 10 Problem Anak di Era Digital

27 April 2024   03:11 Diperbarui: 27 April 2024   06:40 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar anak kecanduan merokok  | Sumber gambar: Sijori Images / Barcroft India/Mirror via Sumsel.tribunnews.com

Di tengah arus perkembangan teknologi yang semakin pesat, para orangtua dihadapkan pada tantangan baru dalam mendidik anak-anak mereka.

Pada acara Halalbihalal dan Parenting, seperti yang baru saya ikuti, disampaikan oleh Bapak Alwi Maulana di SDN Banggle 02, mengungkapkan sepuluh permasalahan krusial yang perlu ditangani dengan serius. Dari demotivasi belajar hingga rentan melanggar peraturan, tantangan-tantangan ini memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mencari solusi yang efektif.

Lalu apa saja 10 problem yang dihadapi anak tersebut? Mari kita simak satu persatu:

1. Demotivasi Belajar dan Ketergantungan Gadget

Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya motivasi belajar yang disebabkan oleh ketergantungan anak-anak pada gadget. Hal ini mengakibatkan mereka kehilangan semangat untuk belajar secara mandiri.

Gadget memberikan akses yang tak terbatas pada berbagai jenis hiburan dan informasi. Anak-anak dapat dengan mudah tergoda untuk menghabiskan waktu dengan bermain game, menonton video, atau berselancar di media sosial daripada fokus pada pembelajaran.

Karena itu, kurangnya motivasi belajar yang disebabkan oleh ketergantungan pada gadget menjadi salah satu tantangan utama dalam pendidikan anak-anak saat ini. 

Penting bagi orangtua dan pendidik untuk menyadari dampak negatif dari penggunaan gadget yang berlebihan dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan tersebut, serta mengembangkan minat anak-anak dalam pembelajaran yang lebih tradisional dan berdaya guna.

2. Daya Juang Rendah

Anak-anak masa kini cenderung memiliki daya juang yang rendah karena terbiasa dengan kemudahan yang diberikan orangtua. Mereka perlu dibantu untuk mengembangkan ketangguhan dalam menghadapi tantangan.

Anak-anak masa kini sering kali dibesarkan dalam lingkungan yang nyaman dan penuh kemudahan. Orangtua cenderung memberikan segala yang dibutuhkan anak-anak dengan mudah, tanpa memerlukan usaha ekstra dari mereka. Hal ini bisa membuat anak-anak kurang terlatih dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Dalam mengatasi daya juang rendah anak-anak masa kini, penting bagi orangtua dan pendidik untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan ketangguhan. 

Ini dapat dilakukan dengan memberikan anak-anak kesempatan untuk belajar dari kegagalan, mendukung mereka dalam menghadapi kesulitan, dan memberikan mereka tanggung jawab yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. 

Dengan cara ini, anak-anak dapat belajar untuk menjadi lebih tangguh dan percaya diri dalam menghadapi tantangan hidup.

3. Pembiasaan Ibadah yang Kurang

Kecenderungan kurangnya semangat dalam menjalankan ibadah juga menjadi perhatian serius. Bapak Alwi Maulana menyoroti hasil survei yang menunjukkan minimnya kesadaran anak-anak terhadap kewajiban ibadah.

Orangtua dan pendidik memiliki peran penting dalam membiasakan anak-anak dengan ibadah. Mereka perlu memberikan contoh yang baik dan memberikan pendidikan agama yang memadai kepada anak-anak.

Selain itu, mereka juga harus menciptakan lingkungan yang mendukung praktik ibadah di rumah dan di sekolah.

Tangkap layar saat Bapak Alwi Maulana menjadi narasumber pada acara halalbihalal dan parenting di SDN Banggle 02 | Sumber gambar: Siti Nazarotin 
Tangkap layar saat Bapak Alwi Maulana menjadi narasumber pada acara halalbihalal dan parenting di SDN Banggle 02 | Sumber gambar: Siti Nazarotin 

Dalam mengatasi kurangnya pembiasaan ibadah pada anak-anak, penting bagi orangtua, pendidik, dan masyarakat secara keseluruhan untuk bekerja sama dalam memberikan pemahaman yang baik tentang nilai-nilai agama, memberikan contoh yang baik, dan menciptakan lingkungan yang mendukung praktik ibadah. 

Dengan cara ini, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang lebih sadar secara spiritual dan memiliki komitmen yang kuat terhadap praktik keagamaan.

4. Kurangnya Kesadaran Menjaga Kebersihan

Upaya menjaga kebersihan sering menjadi masalah, karena anak-anak cenderung enggan melakukannya tanpa disuruh, menunjukkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan. Mereka lebih memprioritaskan kenyamanan dan kesenangan, kurang menghargai lingkungan bersih tanpa pembelajaran yang tepat dari orangtua dan pendidik. 

Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan pendidik memberikan contoh yang baik serta pendidikan tentang pentingnya kebersihan agar anak-anak mengembangkan kebiasaan hidup yang lebih bersih dan sehat.

5. Ketergantungan Gadget dan Rentan Terhadap Konten Negatif

Ketergantungan gadget pada anak-anak dan remaja adalah masalah serius yang bisa menimbulkan risiko.

Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak dan remaja, terutama yang melebihi 3 jam sehari, dapat menyebabkan mereka rentan terhadap kecanduan. 

WHO mengklasifikasikan kecanduan gim pada gadget sebagai gangguan kesehatan jiwa, sementara fenomena ini mulai meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sumber

Tingginya penetrasi internet di Indonesia telah berkontribusi pada peningkatan kasus kecanduan gadget pada anak, yang sering kali melibatkan media sosial dan game daring.

Dampaknya sangat serius, seperti akses ke pornografi, yang membutuhkan perawatan trauma seumur hidup. Beberapa kasus anak kecanduan gadget bahkan memerlukan perawatan khusus dari psikolog, psikiater, dan tempat rehabilitasi.

Orangtua perlu aktif mengawasi dan memberikan pemahaman tentang penggunaan gadget yang bertanggung jawab. 

Regulasi ketat dari pemerintah dan peran sekolah serta masyarakat dalam meningkatkan kesadaran akan risiko ketergantungan gadget juga penting untuk melindungi anak-anak dari paparan konten negatif. 

Kolaborasi antara semua pihak menjadi solusi efektif dalam mengatasi tantangan ini.

6. Tidak Punya Cita-cita

Anak-anak mungkin tidak punya cita-cita karena mereka tidak mendapat dukungan dari keluarga atau sekolah, ada masalah di rumah, atau mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan. 

Orangtua dan guru harus membantu mereka menemukan minat dan tujuan hidup mereka.

Pola asuh yang otoriter memperparah keadaan, bisa menghalangi anak-anak mencapai cita-cita karena mereka kurang bisa mengekspresikan diri dan terlalu dipaksa patuh. Akibatnya, mereka kesulitan menemukan tujuan hidup dan merasa terbatas. 

Oleh karena itu, orangtua harus memberi dukungan dan kebebasan agar anak-anak bisa mengejar impian mereka.

7. Tindakan Bullying dan Kekerasan

Tindakan bullying, baik secara verbal maupun fisik, sering berawal dari lingkungan keluarga yang tidak mendukung. Pola asuh kurang perhatian terhadap nilai-nilai empati dan penghargaan terhadap perbedaan dapat menciptakan ketidakamanan bagi anak-anak. Kurangnya dukungan orangtua membuat mereka rentan menjadi pelaku atau korban bullying. 

Oleh karena itu, keluarga perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan mengedepankan nilai-nilai positif untuk mencegah terjadinya bullying dan menciptakan lingkungan yang inklusif.

8. Pembiaran Merokok

Sikap pembiaran orangtua terhadap perilaku merokok dapat memberikan contoh buruk kepada anak-anak, mempengaruhi mereka untuk menganggap merokok sebagai hal yang normal. Ini meningkatkan risiko anak-anak mencoba merokok pada usia muda atau mengembangkan kebiasaan merokok di kemudian hari. 

Oleh karena itu, orangtua perlu menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan sikap anti-rokok yang konsisten dan memberikan pemahaman tentang bahaya merokok kepada anak-anak.

Ilustrasi gambar anak kecanduan merokok  | Sumber gambar: Sijori Images / Barcroft India/Mirror via Sumsel.tribunnews.com
Ilustrasi gambar anak kecanduan merokok  | Sumber gambar: Sijori Images / Barcroft India/Mirror via Sumsel.tribunnews.com

9. Pembiaran Pacaran

Membiarkan anak-anak pacaran pada usia dini dapat membuka pintu menuju perilaku seks bebas dan pelecehan seksual.

Hal ini karena pada usia tersebut, mereka belum siap secara emosional dan mental untuk menghadapi konsekuensi yang terkait dengan hubungan romantis, dan cenderung kurangnya pengawasan dapat meningkatkan risiko terjadinya perilaku yang tidak aman dan pelecehan seksual.

Untuk mencegah risiko perilaku seks bebas dan pelecehan seksual pada anak-anak yang pacaran pada usia dini, orangtua perlu terlibat aktif, memberikan pendidikan seks yang tepat, dan membangun komunikasi terbuka. Sekolah dan masyarakat juga harus memberikan pendidikan seks yang mendukung.

10. Pelanggaran Terhadap Peraturan dalam Berkendara

Anak-anak sering terlibat dalam pelanggaran lalu lintas yang membahayakan, seperti mengemudi dalam pengaruh alkohol, melampaui batas kecepatan, atau menggunakan ponsel saat berkendara. Mereka juga dapat melanggar aturan seperti tidak mengenakan sabuk pengaman, melintasi lampu merah, atau mengemudi tanpa izin. 

Kesadaran akan konsekuensi dari pelanggaran ini penting untuk ditanamkan pada anak guna menjaga keselamatan di jalan raya.

Hmmm, banyak sekali problem yang dihadapi anak-anak di era digital ya?

Menghadapi 10 problem yang dihadapi anak tersebut memerlukan kerja sama antara orangtua, guru, masyarakat, dan pemerintah.

Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, serta membantu mereka menjadi generasi yang unggul dan bermartabat di era digital ini.

Semoga bermanfaat.

***

Siti Nazarotin
Blitar, 27 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun