Menurut pengakuan Yanto, ia mendampingi ibunya masih sekitar satu tahun. Gegara Pandemi Corona, rencana mau balik bekerja ke Jakarta di salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang spare part motor, ia batalkan. Akhirnya Yanto memilih ikut ibunya menjalani pekerjaan sebagai tukang jahit kasur keliling di Blitar.
Semenjak Yanto mendampingi Supini, mereka keliling dengan berboncengan sepeda motor. Supini sekarang  menjadi lebih enak dan santai, tenaganya yang semakin tua tidak divorsir lagi untuk berjalan kaki. Padahal sebelumnya Supini berkeliling kampung dengan berjalan kaki. Menyusuri gang ke gang di daerah Blitar, dari daerah kota sampai ke pelosok desa dan pegunungan ia susuri. Mulai pagi hari sampai sore bahkan malam hari baru pulang ke rumah kontrakan.
Pembagian tugas yang solid dan kompak
Dimulai dari jam 11.30  dan pekerjaan mereka selesai tepat pada jam 13.00, satu jam lebih tiga puluh menit waktu yang mereka butuhkan untuk mendaur ulang/mempermak kasur lama menjadi kasur baru. Dari 3 kasur lama dijadikan 1 kasur baru, 5 bantal, dan 2 guling. Total biaya yang saya keluarkan 480 ribu. Dengan perincian untuk upah jahit 1 kasur 325 ribu, upah 5 bantal 100 ribu dan upah 2 guling 40 ribu, dapat korting 5 ribu, lumayan. Horeee kasur saya dipermak jadi  baru lagi. He he he
Aku tanya lagi, Â keuntungannya berapa setiap menyelesaikan 1 kasur? Menurut pengakuan mereka kisaran 25 ribu sampai 50 ribu. Tinggal mengalikan saja perolehan job yang ia terima di hari itu.
Supini bermodalkan jasa menjahit dan menyiapkan kain baru.
Supini, Kartini bagi keluarga
Meskipun hanya berprofesi sebagai tukang jahit kasur keliling, Supini bersyukur bahwa ia selama ini diberi kesehatan lahir dan batin. Sehingga bisa melanjutkan kehidupannya meskipun harus bersusah payah dan bekerja keras mencari uang di Blitar, meninggalkan suami dan anak-anaknya di Sragen.
Yang patut diacungi jempol, Supini telah berhasil mengentaskan lima anaknya. Lima anaknya telah berumah tangga, tinggal satu yang belum yakni yang bungsu.