Kelahiran seorang bayi, bagi orang tuanya merupakan saat yang dinantikan. Setelah 9 bulan lebih, berada dalam kandungan sang ibu, semua berharap agar proses lahiran nanti akan lancar dan selamat, baik bayi maupun sang ibu.Â
Demikian juga keponakanku, sebut saja Ina. Dua belas hari yang lalu ia melahirkan anak keduanya, kebetulan anaknya cewek.
Sejak awal hamil sudah direncanakan bahwa nanti waktu lahiran akan mengadakan selamatan adat Jawa Timuran yang dinamai "Sepasaran". Sepasaran berarti hari ke 5 atau waktu "pupak puser" (putus tali pusar si bayi).
Selamatan Sepasaran ini tidak harus hari ke 5 setelah kelahiran, namun boleh seminggu setelah kelahiran atau sesuai dengan kesiapan keluarga.
Ina dan suaminya (Agus) pun punya rencana akan mengadakan acara Sepasaran dengan mengundang sanak famili dan handai taulan. Walaupun tidak mewah namun acara seperti ini juga butuh dana dan persiapan yang matang.
Namun siapa sangka badai itu datang, pandemi corona memporak-porandakan semuanya. Stay at home, gedung-gedung perkantoran tunda pelayanan, para pegawai dihimbau untuk bekerja di rumah, anak-anak dan mahasiswa disuruh belajar di rumah, social distance diberlakukan dan berbagai kebijakan lain yang semuanya bertujuan untuk memutus rantai penyebaran Virus Corona.
Tak luput dari instruksi pemerintah, bahwa bagi yang mempunyai hajat atau acara yang mendatangkan banyak orangpun untuk sementara waktu harus ditunda.
Hal ini juga dialami oleh teman saya, Bu Lastri Budiani dan Bu Srihidayati yang sama-sama akan menikahkan putranya. Beliau berdua pun segera ambil keputusan untuk menunda acara pernikahan. Kecewa pasti ada, namun mau bagaimana. Instruksi pemerintahpun ada tujuannya, yaitu demi kemaslahatan bersama, Rakyat Indonesia.
Halnya pernikahan, reuni, anjangsana, workshop dan sejenisnya bisa ditunda. Namun untuk acara Sepasaran apakah harus ditunda dengan waktu yang belum bisa ditentukan kapan.
Acara Sepasaran harus tetap diselenggarakan. Musyawarah dengan keluarga menghasilkan keputusan, tidak usahlah mengundang sanak famili pun handai taulan. Makanan rencananya akan diantarkan. Yang penting niat kita sudah terlaksanakan.
Adapun untuk memberikan saksi, mengikrarkan niat sodaqohan dan pemberian nama kepada sang bayi, cukup 3 - 5 orang dari famili terdekat saja yang diharap datang. Itupun dengan syarat duduknya berjauhan, tak usah bersalaman, tak usah kelamaan.
Datang langsung mengikrarkan, nama disematkan, doa dibacakan, makan hidangan dan segera pamitan. Tak usah pakai jagongan atau ngobrol kelamaan.
Maka para keponakan yang lain ikut ambil peran. Membagi-bagikan makanan sajian yang telah disiapkan ke rumah-rumah famili dan handai taulan. Dengan mengharap doa, semoga kita dijauhkan dari penyakit dan bala'.Â
Semoga si Jabang bayi, yang diberi nama, "Jihan Ameera Elfauziah", Wanita bangsawan yang beruntung, kurang lebih itu arti namanya. Semoga kelak menjadi anak yang solihah, berguna bagi nusa dan bangsa.
Untuk hal seperti ini, siapa saja memang harus mendukung langkah pemerintah. Berprasangka baik kepada pemerintah, dukung instruksinya. Dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat.
Secara, pemerintah melakukan ini pasti ada dasar dan pertimbanganya. Sesuai kaidah Ushul Fiqh yang saya kutip dari takwilsantri.blogspot berikut ini,
"Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dilakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan."
Oh iya, ada kabar gembira yang ingin saya sampaikan, seperti diberitakan oleh Solichan Arif dalam Sindonewscom bahwa pasien positif Corona asal dari Kabupaten Blitar telah dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Syukur Alhamdulillah.
Insya Allah kalau semua orang taat pada himbauan, stay at home, keluar seperlunya, jaga kebersihan, segera berobat jika terasa tak enak badan, niscaya penyebaran Virus Corona akan reda dan sirna. Semoga
Siti Nazarotin
Blitar, 27 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H