Definisi dan Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah
A. Definisi Aliran Qadariyah dan Pemikirannya
Mereka atau penganut aliran Qadariyah adalah fiqrah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan sebelum terjadi, dan Allah belum membuat ketentuan apa-apa. Mereka menyatakan bahwa tidak ada takdir, semua perkara adalah kejadian yang baru ada pada saat terjadi. Dan sebelum perkara terjadi Allah tidak menentukan dan tidak mengetahuinya, serta hanya tahu setelah terjadi. Dan mereka menyatakan bahwa Allah bukan pencipta perbuatan manusia dan tidak menentukan apa-apa.
Kata Qadariyah itu sendiri berasal dari qadara yang memiliki dua pengertian yaitu berani memutuskan dan juga berani mempunyai kekuatan atau kemampuan. Sedangkan Qadariyah yang dimaksud di sini adalah suatu paham bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan punya kemampuan untuk berbuat. Kelompok yang menganut aliran ini berkeyakinan bahwa semua perbuatan manusia terwujud karena kehendaknya dan kemampuan manusia itu sendiri. Manusia dapat melakukan sendiri semua perbuatan sesuai kemampuan yang dimilikinya.
Menurut aliran Qadariyah manusia berkuasa terhadap perbuatan-perbuatannya sendiri. Manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan merekalah pula yang melakukan dan menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan kemampuannya sendiri. Dalam paham ini manusia meredeka atau bebas dalam tingkah lakunya.Â
Perbuatan baik atau perbuatan jahat, semuanya dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan kehendak bebas dan pilihannya serta kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian paham ini menolak anggapan bahwa nasib manusia ditentukan oleh Tuhan semenjak azali, dan manusia berbuat atau beraktivitas hanya mengikuti atau menjalani nasib yang sudah ditentukan itu.
Al-Lalikai meriwayatkan dari Imam Asy-Syafi'i berkata, Qadari adalah orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apa-apa hingga dikerjakan. Imam Abu Tsaur ditanya tentang Qadariyah, jawab beliau Qadariyah adalah orang yang mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-Nya dan Allah tidak menentukan dan menciptakan perbuatan maksiat pada hambanya.Â
Dari Al-Khallal bahwa Imam Ahmad ditanya tentang Qadariyah, beliau menjawab "Mereka Kafir". Dari Abu Bakar Al-Marudzi berkata bahwa, saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang Qadari, maka beliau tidak mengkafirkan Qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan hamba sebelum terjadi. Begitu juga Ibnu Taimiyah mengkafirkan Qadari yang menafikan tulisan dan ilmu Allah dan tidka mengkafirkan Qadari yang menetapkan Ilmu Allah., dan juga Ibnu Rajab Al-Hambali menyatakan Qadariyah yang mengingkari ilmu Allah kafir (Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili, 2002, 83-85).
Dikatakan Qadariyah karena mereka mengingkari takdir dan mereka menganggap manusia melakukan usaha sendiri sebagaimana yang dituturkan oleh Imam An-Nawawi.
B. Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah
Paham Qadariyah ini disebarkan oleh Ma'bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasqi sekitar tahun 70 H/ 689 M pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705M).
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila aliran Ajbariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti merupakan topeng kekejaman Bani Umayyah, maka aliran Qadariyah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik maupun yang buruk. Jika Allah itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu zalim. Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya (kholiqul af'al). Manusia harus memiliki kebebasan berkehendak. Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu hanyalah bergantung pada qadar Allahh saja, selamat atau celakanya seseorang itu telah ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat tersebut adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti menganggap-Nya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah melakukan kejahatan.
Ajaran-ajaran paham Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma'bad al-Juhni dan dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80/690M). Setelah peristiwa ini, maka pengaruh paham Qadariyah semakin surut. Akan tetapi dengan munculnya paham Mu'tazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali dari paham-paham Qadariyah. Sebab antara keduanya, terdapat persamaan demikian filsafatnya, yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qadariyah Mu'tazilah.
Ma'bad al-Juhni adalah seorang tabi'i yang baik, pernah belajar kepada Washil bin Atho', pendiri Mu'tazilah. Kemudian ia melibatkan diri dalam lapangan politik dan memihak kepada Abdurrahman ibn al-Asy'ash, gubernur Sijistan dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dia dihukum mati oleh Al-Hajaj, Guberbur Basrah, karena ajaran-ajaranya pada tahun 80 H.
Sesudah Ma'bad meninggal, paham Qadariyah terus disebarkan oleh Gailan ad Damasqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang yang pernah bekerja pada Kalifah Usman bin Affan. Ketika penyebaran dilakukan di Dammaskus, ia segera mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Tapi sesudah khalifah ini wafat, Ghailan kembali melanjutkan penyebaran paham Qadariyah ini, sehingga ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Hisyam ibn Abdul Malik (720-743 M). Sebelum dieksekusi, terlebih dahulu diadakan perdebatan antara Ghailan dengan al-Auza'i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri (Mawardy Hatta, 2016, 83).
Sebagian orang-orang Qadariyah mengatakan bahwa semua perbuatan manusia yang baik itu berasal Allah, sedangkan perbuatan manusia yang jelek itu manusia sendiri yang menciptakannya, tidak ada sangkut-pautnya dengan Allah.
Para penganut ajaran Qadariyah dikatakan Majusi, karena mereka mengatakan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan pencipta keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran agama Majusi atau Zaroaster yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang, disebut Ahura Mazda dan dewa keburukan, gelap dan malam, disebut Ahriman atau Angra Manyu.
Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-ajaran Qadariyah itu bukan Ma'bad al-Juhni melainkan ada seorang penduduk Irak, yang mulanya beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi. Dari orang inilah, Ma'bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi mengambil pemikirannya(Sahilun A Nasir, 1991, 131).
Mereka sulit diketahui aliran-aliran. Karena mereka dalam segi tertentu mempunyai kesamaan ajaran dengan ajaran Mu'tazilah dan dalam segi yang lain mempunyai kesamaan dengan ajaran Murji'ah, sehingga disebut Murji'atul Qadariyah.
Bid'ahnya Qadariyah terdiri dari dua perkara besar yaitu :
Pertama, Pengingkaran terhadap ilmu Allah yang telah mendahului suatu kejadian
Kedua, Pernyataan bahwa hamba sendiri yang mempunyai kuasa penuh untuk mewujudkan perbuatannya.
Dua perkara ini sudah punah sebagaimana yang telah dituturkan oleh Ibnu Hajar dan Al-Qurthubi. Tetapi Qadariyah sekarang hanya menetapkan ilmu Allah terhadap perbuatan hamba sebelum terjadi, hanya saja mereka berbeda dengan ulama salaf dalam hal perbuatan hamba terjadi atas kehendak sendiri tanpa ada campur tangan dari Allah. Kesesatan firqah ini lebih ringan daripada yang pertama.
Oleh karena itu, ulama salaf mengkafirkan Qadariyah yang mengingkari ilmu Allah saja.Meskipun Qadariyah sudah punah tapi pemikirannya tumbuh subur dikalangan Mu'tazilah, sehingga Mu'tazilah bisa disebut ahli waris paham Qadariyah.
Daftar Pustaka
Nasir, Sahilun. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta Utara: CV Rajawali. 1991
Hatta, Mawardy. Aliran-Aliran Kalam/Teologi. Banjarmasin: IAIN Antasari Press. 2016
Ar-Ruhail, Ibrahim bin Amir. Ahli Sunnah Menghadapi Ahli Bid'ah. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. 2002
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H