Mohon tunggu...
SitiNadira
SitiNadira Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Definisi dan Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah

8 Oktober 2018   22:24 Diperbarui: 8 Oktober 2018   22:58 11970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila aliran Ajbariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti merupakan topeng kekejaman Bani Umayyah, maka aliran Qadariyah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik maupun yang buruk. Jika Allah itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu zalim. Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya (kholiqul af'al). Manusia harus memiliki kebebasan berkehendak. Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu hanyalah bergantung pada qadar Allahh saja, selamat atau celakanya seseorang itu telah ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat tersebut adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti menganggap-Nya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah melakukan kejahatan.

Ajaran-ajaran paham Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma'bad al-Juhni dan dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80/690M). Setelah peristiwa ini, maka pengaruh paham Qadariyah semakin surut. Akan tetapi dengan munculnya paham Mu'tazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali dari paham-paham Qadariyah. Sebab antara keduanya, terdapat persamaan demikian filsafatnya, yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qadariyah Mu'tazilah.

Ma'bad al-Juhni adalah seorang tabi'i yang baik, pernah belajar kepada Washil bin Atho', pendiri Mu'tazilah. Kemudian ia melibatkan diri dalam lapangan politik dan memihak kepada Abdurrahman ibn al-Asy'ash, gubernur Sijistan dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dia dihukum mati oleh Al-Hajaj, Guberbur Basrah, karena ajaran-ajaranya pada tahun 80 H.

Sesudah Ma'bad meninggal, paham Qadariyah terus disebarkan oleh Gailan ad Damasqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang yang pernah bekerja pada Kalifah Usman bin Affan. Ketika penyebaran dilakukan di Dammaskus, ia segera mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Tapi sesudah khalifah ini wafat, Ghailan kembali melanjutkan penyebaran paham Qadariyah ini, sehingga ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Hisyam ibn Abdul Malik (720-743 M). Sebelum dieksekusi, terlebih dahulu diadakan perdebatan antara Ghailan dengan al-Auza'i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri (Mawardy Hatta, 2016, 83).

Sebagian orang-orang Qadariyah mengatakan bahwa semua perbuatan manusia yang baik itu berasal Allah, sedangkan perbuatan manusia yang jelek itu manusia sendiri yang menciptakannya, tidak ada sangkut-pautnya dengan Allah.

Para penganut ajaran Qadariyah dikatakan Majusi, karena mereka mengatakan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan pencipta keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran agama Majusi atau Zaroaster yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang, disebut Ahura Mazda dan dewa keburukan, gelap dan malam, disebut Ahriman atau Angra Manyu.

Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-ajaran Qadariyah itu bukan Ma'bad al-Juhni melainkan ada seorang penduduk Irak, yang mulanya beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi. Dari orang inilah, Ma'bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi mengambil pemikirannya(Sahilun A Nasir, 1991, 131).

Mereka sulit diketahui aliran-aliran. Karena mereka dalam segi tertentu mempunyai kesamaan ajaran dengan ajaran Mu'tazilah dan dalam segi yang lain mempunyai kesamaan dengan ajaran Murji'ah, sehingga disebut Murji'atul Qadariyah.

Bid'ahnya Qadariyah terdiri dari dua perkara besar yaitu :

Pertama, Pengingkaran terhadap ilmu Allah yang telah mendahului suatu kejadian

Kedua, Pernyataan bahwa hamba sendiri yang mempunyai kuasa penuh untuk mewujudkan perbuatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun