Mohon tunggu...
Siti Nabila Pashya
Siti Nabila Pashya Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM : 43220010164

Dosen Pengampu : Prof. Dr Apollo, M.Si., Ak, CIFM, CIABV, CIBG. Universitas Mercu Buana. Siti Nabila Pashya. NIM 43220010164.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K13_Penelitian Akuntansi Sebagai Seni Berdasarkan Hermeneutika dan Semiotika [Teori Akuntansi Prof Apollo]

7 Juni 2022   02:20 Diperbarui: 7 Juni 2022   03:01 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas adalah bagaimana kajian akuntansi sebagai seni dengan menggunakan pendekatan semiotikan dan hermeneutika.

TINJAUAN PUSTAKA

Hermeneutika merupakan sebuah teori interpretasi yang awal mulanya dikembangkan oleh masyarakat Yunani. Pada saat itu, teks-teks kuno dari Alkitab sulit untuk dipahami sehingga Dewa Hermes datang membantu untuk menafsirkannya. Peran dewa Hermes inilah yang disebut sebagai penafsir. Dengan kata lain, keberadaannya untuk mmenyederhanakan dan menghilangkan multitafsir makna-makna yang belum dipahami oleh masyarakat. Dengan upaya inilah, masyarakat menjadi lebih mudah memahami kandungan isi kitab.

Hermeneutika berasal dari Bahasa Yunani berarti menginterpretasi yang mengacu pada prinsip-prinsip ataupun pendekatan untuk menemukan makna atau maksud para pengarang (Osborne, 1991: 1). Namun, makna ini tidak cukup luas untuk memenuhi kebutuhan terhadap pemaknaan sehingga muncul beberapa pemikiran terkait dengan fungsi dan peran hermeneutika dalam berbagai konteks yang terus mengalami perkembangan. Misalnya, Osborne membagi hermeneutika ke dalam tiga ranah, yaitu (1) ranah science untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru; (2) ranah seni; dan (3) ranah aktivitas kerohanian untuk memperoleh pengetahuan dari kitab suci yang diteliti.

Hermeneutika memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli dan memberikan karakteristik tergantung pada keadaan di mana hermeneutika digunakan. Misalnya, Recoer mendefinisikan hermeneutika sebagai sebagai antara: refleksi abstrak dan refleksi konkret (Puspoprodjo, 2015: 111), sedangkan Boeckh lewat (Kockelmans, 2002: 3) menjelaskan hermeneutika sebagai "the scientific methodology of the study of what is known already". Hermeneutika dianggap sebagai studi metodologi ilmiah terhadap apa yang telah ada. Misalnya, metodologi saintifik filologi ataupun kajian saintifik metode-metode tentang bagaimana menjelaska makna dari sebuah teks; sedangkan para ahli bahasa melihat hermeneutika sebagai literatur waktu tertentu.

Berbeda dengan Recoer dan Boeckh, Schleiermacher mendefinisikan hermeneutika sebagai seni pemahaman, baik untuk memahami teks berupa dokumen hukum, kitab-kitab keagamaan, maupun karya sastra. Dari definisi inilah muncul hermeneutika umum dan khusus. Hermeneutika umum dimullai dengan peruancangan semua prinsip pemahaman bahasa, kemudian hasilnya dimanfaatkan oleh hermeneutika khusus. Singkatnya, hermeneutika khusus muncul dari hermeneutika umum, dalam bentuk penggunaan hasil dari inti menggabungkan unsur-unsur prinsip pemahaman bahasa. Namun, menurut Schleiermacher ternyata pembagian itu tidaklah cukup komprehensif sehingga ada pembagian yang lebih spesifik lagi, yaitu hermeneutika filologi, teologi, dan hukum (Palmer, 2016: 95).

Pada tataran yang lebih mendasar, Friederich August Wolf (1759-1824) mendefinisikan hermeneutika sebagai sesuatu yang sangat praktis karena dapat berupa kebijaksanaan dalam menyusun permasalahan yang khusus dalam penafsiran. Dari rumusan tersebut, hermeneutika dapat diartikan sebagai instrumen teoritis yang mendukung tugas penerjemah ketika penerjemah mulai berinteraksi dengan teks sumber. Dalam hal ini, teori masalah tidak bersifat parsial, tetapi terkumpul dalam elemen yang berkesinambungan dan  menjadi pondasi penting dalam proses penafsiran teks  (Palmer, 2016: 95).

Hermeneutika sebagai seni pemahaman juga secara otomatis berperan sebagai seni mendengarkan. Hal ini berarti bahwa hemeneutika didasarkan pada pernyataan umum tentang bagaimana semua bahasa dapat dipahami. Situasi dan kondisi yang muncul dari teks yang dikaji tentu saja merupakan bagian dari hubungan interaktif. Selanjutnya setiap relasi akan melibatkan pembicara yang tugasnya menciptakan kalimat ataupun ke satuan ujaran untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan para pendengar. Posisi pendengar adalah orang yang menerima rangkaian kata-kata melalui proses yang tidak dapat dijelaskan. Proses ini disebut sebagai proses misterius dan ambigu karena tidak memberikan tanda. Schleiermacher menyebut proses ini sebagai firasat yang masuk dalam kajian proses hermeneutika (Palmer, 2016: 97).

Aliran struktural terkenal dengan semiologi atau semiotik yang ber peran sebagai representatif. Aliran ini meliputi empat domain, yaitu (1) semiologi yang membedakan antara parole (penggunaan bahasa) dengan langue (sistem), dan langue yang lebih diutamakan; (2) sinkronik diakro nik yang lebih mengutamakan sinkronik sambung diakronik (perubahan); (3) aspek-aspek substansial bahasa yang meliputi fonemik dan semantik kemudian diredusir pada aspek formal, bahasa dijadikan suatu sistem tanda yang nilainya masing-masing ditentukan oleh perbedaan satu sama lain, (4) bahasa dipandang sebagai entitas otonom yang tersusun dari ke tergantungan, dan sama sekali tertutup dengan kenyataan-kenyataan non semiologi, sedangkan aliran fenomenologi melihat bahasa sebagai mediasi.

Hasil Penelitian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun