3. Metalanguage atau Mitos
Roland Barthes dalam buku yang berjudul "Mythologies" tepatnya pada bagian akhir, mengintegrasikan beberapa studi kasus menjadi teori campuran melalu karyanya yang diberi judul "Myths Today".Â
Alasannya, ketika Ronald Barthes melakukan percobaan untuk mengkonseptualisasikan mitos sebagai sistem komunikasi, pesannya mengambil bentuk makna, bukan objek, konsep, atau ide. Ia juga secara gamblang menganalisis proses mitologis dengan menghadirkan contoh-contoh yang konkrit. Roland Barthes berpendapat bahwa makna dapat dibagi menjadi denotasi dan konotasi menurut definisi yang  dirumuskan oleh Ferdinand de Saussure.Â
Dention dapat didefinisikan sebagai tingkat makna deskriptif dan literal yang  dimiliki  sebagian besar budaya. Implikasi yang diberikan melalui makna konotasi, di sisi lain berhubungan dengan budaya yang lebih luas seperti kepercayaan, sikap, kerangka kerja dan ideologi yang terbentuk secara sosial.  Selain itu, Roland Barthes juga berpendapat bahwa mitos adalah signifikasi pada tingkatan makna konotasi. Apabila karakter tersebut berputar berulang kali  dalam dimensi sintagmatik, partisipasi dianggap lebih tepat dibandingkan dengan kegunaan lain dalam dimensi paradigma. Kemudian makna dari tanda tersebut dinaturalisasi dan dinormalisasi.  Di sini, naturalisasi mitos itu sendiri adalah pembentukan budaya. Mitos disebut sistem semiotik sekunder, atau biasa disebut sistem semiotik kuadrat. Simbol untuk sistem pertama menjadi simbol untuk sistem kedua. Roland Barthes mengklaim bahwa tanda adalah bahasa atau sistem pertama  sebagai bahasa objek dan mitos sebagai bahasa meta. Makna yang dapat diambil dari mitos adalah menghapus cerita atau cerita tentang tanda dan mengisi ruang dalam pengertian baru. Menurut Roland Barthes, anggur berarti "minuman beralkohol yang terbuat dari buah anggur" pada tahap pertama ekspresi. Namun, pada level kedua, anggur yang telah diolah menjadi wine dimaknai sebagai ciri khas "Prancis" yang diberikan kepada jenis minuman ini oleh masyarakat global. Minuman serupa banyak diproduksi di negara lain, tetapi yang selalu memikirkan wine adalah negara Prancis. Dalam contoh ini, Roland Barthes ingin menunjukkan bahwa fenomena budaya dapat diimplikasikan, tergantung pada perspektif sosial. Jika implikasinya permanen, itu menjadi mitos, tetapi mitos yang  permanen menjadi suatu ideologi (Barthes, Rusmana, 2005).
Menurut Roland Barthes, bentuk mitologi termasuk ke dalam motivasi. Mitos dibuat dengan memilih konsep yang berbeda yang dapat digunakan, berdasarkan sistem semiotik tingkat pertama. Analisis mitologis dianggap sebagai cara terbaik untuk menemukan konten ideologis sebuah teks dengan memeriksa makna yang terkandung di dalamnya. Ini adalah cara terbaik untuk mengungkapkan mitos dalam teks. Mitos merupakan penyatuan mitos yang koheren dan merepresentasikan penjelmaan makna dengan wadah ideologis. Ideologi itu abstrak. Untuk  memahami  ideologi diceritakan melalui mitologi.Â
Mitos bisa menjadi mitologi jika dikaitkan dengan mitos lain. Pandangan ini dikemukakan oleh Susilo  (Sobur, 2004: 128), yang menyatakan bahwa mitos merupakan sarana pengungkapan ideologi dan dapat dirangkai menjadi mitos yang berperan penting dalam kesatuan budaya. Keberadaan mitos sering diikuti oleh metonimi dan indeks. Hal ini, pada dasarnya, karena  mitos bekerja secara metaforis, ia mendorong tanda-tanda untuk membangun bagian lain dari  rantai konsep yang membentuk mitos, seperti halnya metafora mendorong mereka untuk membangun metonimi. Secara keseluruhan, metonimi hanyalah sebagian dari mitos, namun secara keseluruhan,  metonimi dan metonimi merupakan sarana komunikasi yang ampuh karena keduanya merupakan indikator yang tidak terlihat atau tersembunyiuanya merupakan indikator yang tidak terlihat atau tersembunyi. Khususnya di Roland Barthes metode analisis semiotika, yaitu mengadaptasi teori semiologi mengenai hubungan signifikansi dari Saussure dengan perbedaan penting menurut Barthes, yaitu adanya tanda-tanda mitos (Allen, 2003: 41). Semiotika Barthes bekerja dalam dua tahap, yaitu pada tahap pertama, berbicara langsung tentang objek (tahap denotatif), yaitu penanda, petanda dan tanda. Tahap kedua, mengambil keseluruhan sistem tanda tahap pertama (tahap konotatif). Pada tahap kedua inilah makna pesan terungkap (tahap metahabahasa), yaitu dengan penambahan mitos. Meta languages adalah operasi yang membentuk mayoritas bahasa ilmiah sebagai tanda tangan, selain dari kesatuan tanda aslinya, dapat dikatakan berada di luar ranah deskriptif. Mitos bertindak atas tanda-tanda yang ada, baik itu pernyataan tertulis atau teks, foto, film, musik, bangunan atau pakaian. Seperti yang dikatakan Barthes bahwa mitos adalah sistem yang aneh, karena mitos ini dibangun dari rantai semiologi yang ada sebelumnya (Allen, 2003: 42-43).
Apa pengertian teori laporan keuangan sebagai tanda atau ilmu semiotika ?
Laporan keuangan merupakan sebuah alat yang digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas masa lalu, hasil bisni masa sekarang, dan aktivitas masa depan perusahaan kepada pihak eksternal. Laporan keuangan adalah praktik pelaporan, pengungkapan, dan penjelesan, serta sebagai bentuk pertanggungjawaban sumber daya yang dikelola terhadap pemegang saham dan pemilik modal.
Dalam kaitannya dengan ilmu semiotika, laporan keuangan tidak hanya menyajikan laporan keuangan yang diaudit, tetapi juga merujuk pada alat pelaporan informasi lainnya yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi.Â
Selanjutnya, laporan keuangan terlihat lebih menarik pembaca karena symbol atau tanda yang dipahami investor dalam bagian narasi dan angka yang terdapat di dalamnya sehingga perusahaan dengan aktif mengusahakan pembentukan image positif dan menghindari image negatif.Â
Symbol atau tanda tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun kredibilitas dan kepercayaan diri yang diimplementasikan untuk mempromosikan citra perusahaan.Â