Mohon tunggu...
SITI MULIANI
SITI MULIANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meningkatnya Pendidikan di Bantar Gebang Dengan Sekolah Alam Tunas Mulia

23 Desember 2022   16:40 Diperbarui: 23 Desember 2022   16:43 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Latihan Pentas Seni (dokumen pribadi)

BEKASI -- Bagi sebagian orang, mendengar kata Bantar Gebang adalah sebuah daerah yang terdapat gunung sampah hasil karya manusia. Terkenalnya Bantar Gebang akibat banyaknya sampah yang menumpuk hingga membentuk gunung membuat hal ini terpatri dalam pikiran masyarakat umum. Tak ayal, keadaan ekonomi di daerah Bantar Gebang tergolong rendah. Karena pada umumnya, sebagian profesi kepala keluarga di Bantar Gebang adalah pemulung dan buruh.

Hal ini juga berpengaruh pada pendidikan anak di Bantar Gebang. Akibat dari rendahnya keadaan ekonomi dari setiap kepala keluarga, menimbulkan stigma bahwa sekolah adalah tempat mahal hanya untuk orang yang kaya raya atau memiliki uang. Ini adalah salah satu alasan yang membuat pendidikan di Bantar Gebang amat rendah. Anak-anak yang mengalami keadaan ekonomi yang rendah, dipaksa oleh keadaan untuk membantu orang tuanya mencari uang, untuk tidak bersekolah, bahkan ditanamkan pemikiran bahwa mereka adalah anak-anak miskin yang tidak bisa bersekolah akibat biaya yang terlampau mahal.

Gedung sekolah (dokumen pribadi)
Gedung sekolah (dokumen pribadi)

Sampai pada tahun 2006, berdirilah Sekolah Alam Tunas Mulia. Sekolah yang menargetkan anak-anak pemulung dan miskin yang ingin menuntut ilmu. Sekolah Alam Tunas Mulia yang memiliki Visi dan Misi tidak memungut biaya sepeserpun, bahkan menyediakan fasilitas dan pendidik yang cukup mumpuni untuk mengajarkan kepada para siswa nya. Sekolah Alam Tunas Mulia juga mengadakan berbagai program yang menunjang pendidikan, agama, kesehatan, bahkan usaha dan pemberdayaan ekonomi bagi pemulung.

Nurjannah, S.Psi (dokumen pribadi)
Nurjannah, S.Psi (dokumen pribadi)

Alumni sekaligus Guru Sekolah Alam Tunas Mulia, Nurjannah,S.Psi, mengatakan bahwa pada tahun 2006 - 2010 adalah masa transisi terberat dalam perjuangan Sekolah Alam Tunas Mulia. Karena pada tahun tersebut, hanya ada 20 sampai 50 siswa. Lulusan pertama hanya berjumlah 6 orang dengan 3 orang melanjutkan ke jenjang perkuliahan, namun sayang nya 1 orang tandas di tengah perjalanan dan hanya 2 orang yang mampu menyelesaikan perkuliahannya hingga mendapatkan gelar S1. Dan salah satunya adalah Nurjannah,S.Psi, lulusan Universitas Jayabaya yang berkuliah dengan program beasiswa full selama 4 tahun.

Ini adalah pembuktian nyata dari Nurjannah, seorang anak dari keluarga kurang mampu yang sanggup melanjutkan sekolah hingga mendapatkan gelar Sarjana Psikologi. Nurjannah menarik perhatian minat warga sekitar pada pendidikan dan berhasil meyakinkan bahwa keadaan ekonomi yang kurang bukanlah penghalang terbesar bagi anak untuk menempuh pendidikan yang pantas. Akhirnya, para kepala keluarga di Bantar Gebang merasa terpanggil untuk menyekolahkan anaknya di Sekolah Alam Tunas Mulia untuk menaikkan derajat orang tua dan sang anak, juga mengentaskan kemiskinan. Hingga saat ini, jumlah murid di Sekolah Alam Tunas Mulia mencapai 300 orang.

Peningkatan pendidikan di Bantar Gebang juga dibuktikan dengan 2 orang setelah Nurjannah yang lulus kuliah dengan gelar S1, dan 5 orang lainnya yang sedang berkuliah dengan melanjutkan beasiswa Nurjannah. Peningkatan ini tidak hanya dilihat dari segi pendidikan formalnya saja. Namun terlihat juga dari pendidikan agama. Sekolah Alam Tunas Mulia mendirikan pondok tahfidz yang dilatarbelakangi oleh adanya pandemi pada tahun 2020, yang mana tidak diperbolehkan nya kontak sosial. Sedangkan masyarakat yang tinggal di Bantar Gebang tidak mengikuti zaman dan buta akan teknologi.

Mushola dan asrama santri (dokumen pribadi)
Mushola dan asrama santri (dokumen pribadi)

Senada dengan itu, Nurjannah selaku pengajar menyatakan bahwa keadaan masyarakat yang buta akan teknologi akan memberhentikan kegiatan belajar mengajar pada masa pandemi.

"Alasan kenapa kita membangun pondok tahfidz, karena kita sekolah tanpa bayaran. Terus kemarin pandemi gak boleh sekolah kan, harus online. Nah, penduduk sini dan anak-anaknya masih terbilang ketinggalan zaman sama teknologi. Terus akhirnya sekolah kita gak berjalan karena online itu harus pakai handphone, belum pakai pulsa. Nah itu yang buat kita berpikir, jadi bayaran dong? Akhirnya dari program online yang gak berjalan, kita buka pondok tahfidz." jelasnya, Sabtu (17/12).

Sehingga mereka tidak bisa mengikuti aturan pemerintah yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara luring melalui platform Zoom dan Google Meet. Hingga saat ini, ada 60 santri yang menetap dan menuntut ilmu di pondok tahfidz Sekolah Alam Tunas Mulia. Dan sebagian dari para santri, mampu menguasai hafalan Al-Qur'an sampai 4 Juz.

Ibu Evi penjual makanan kantin (dokumen pribadi)
Ibu Evi penjual makanan kantin (dokumen pribadi)

Ini selaras dengan pernyataan Ibu Evi dan Bapak Udin, pasangan suami istri penjual makanan di kantin asal Brebes Jawa Tengah, yang menetap di Bantar Gebang dan menyekolahkan anaknya di Pondok Tahfidz Sekolah Alam Tunas Mulia. Ibu Evi menyatakan, 3 tahun sudah anaknya bersekolah dan pada tahun 2022 adanya peningkatan yang signifikan yang dirasakan oleh Ibu Evi dan warga sekitar. Ia, dan para warga sekitar merasa amat sangat terbantu dengan adanya Sekolah Alam Tunas Mulia dan seluruh program yang ada. Tidak ada lagi kekhawatiran akibat keadaan ekonomi yang rendah hingga tidak bisa menyekolahkan anak mereka. Dan, adanya harapan yang tumbuh menguat untuk memajukan pendidikan bagi anak-anak pemulung, harapan besar bagi peningkatan ekonomi keluarga, kesehatan, keahlian mengelola lahan bahkan tempat tinggal yang layak di Bantar Gebang.

Penulis : Siti Muliani, Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Semester 3.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun