"Alasan kenapa kita membangun pondok tahfidz, karena kita sekolah tanpa bayaran. Terus kemarin pandemi gak boleh sekolah kan, harus online. Nah, penduduk sini dan anak-anaknya masih terbilang ketinggalan zaman sama teknologi. Terus akhirnya sekolah kita gak berjalan karena online itu harus pakai handphone, belum pakai pulsa. Nah itu yang buat kita berpikir, jadi bayaran dong? Akhirnya dari program online yang gak berjalan, kita buka pondok tahfidz." jelasnya, Sabtu (17/12).
Sehingga mereka tidak bisa mengikuti aturan pemerintah yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara luring melalui platform Zoom dan Google Meet. Hingga saat ini, ada 60 santri yang menetap dan menuntut ilmu di pondok tahfidz Sekolah Alam Tunas Mulia. Dan sebagian dari para santri, mampu menguasai hafalan Al-Qur'an sampai 4 Juz.
Ini selaras dengan pernyataan Ibu Evi dan Bapak Udin, pasangan suami istri penjual makanan di kantin asal Brebes Jawa Tengah, yang menetap di Bantar Gebang dan menyekolahkan anaknya di Pondok Tahfidz Sekolah Alam Tunas Mulia. Ibu Evi menyatakan, 3 tahun sudah anaknya bersekolah dan pada tahun 2022 adanya peningkatan yang signifikan yang dirasakan oleh Ibu Evi dan warga sekitar. Ia, dan para warga sekitar merasa amat sangat terbantu dengan adanya Sekolah Alam Tunas Mulia dan seluruh program yang ada. Tidak ada lagi kekhawatiran akibat keadaan ekonomi yang rendah hingga tidak bisa menyekolahkan anak mereka. Dan, adanya harapan yang tumbuh menguat untuk memajukan pendidikan bagi anak-anak pemulung, harapan besar bagi peningkatan ekonomi keluarga, kesehatan, keahlian mengelola lahan bahkan tempat tinggal yang layak di Bantar Gebang.
Penulis : Siti Muliani, Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Semester 3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H