Lantas dia pun menengadahkan wajahnya. Pucat, wajahnya pucat pasi, teramat pucat, matanya hitam, atau lebih tepatnya dia tak memiliki bola mata, wajahnya penuh luka dan ada banyak belatung yang menggerogoti luka sayatan di wajahnya.
Sontak aku menjerit ketakutan, berlari terseok-seok, ingin rasanya aku cepat-cepat keluar dari gedung sekolah ini. Namun saat aku telah keluar dari sekolah, langit yang hitam pekat itu menggugurkan abu putih, terlihat seperti hujan abu vulkanik.
Aku mengacuhkan fenomena alam yang terjadi saat itu, yang kulakukan hanyalah berlari dan berlari sekencang yang aku bisa. Hingga aku menabrak seorang pria tanpa wajah berdiri di kegelapan dengan jaketnya yang lusuh memegang cangkul. Aku jatuh tersungkur di hadapannya, Pria tersebut tanpa aba-aba langsung mengayunkan cangkul penuh darah ke arahku.
Kakiku tidak bisa bergerak, aku mencium bau anyir darah di kepalaku. Sial, aku tewas seketika.
***
Aku terbangun dari mimpi burukku, ya ampun itu terlihat nyata sekali bagiku, baru kali ini aku tak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.
Ruangan tempatku tertidur adalah ruangan kelasku, oh iya aku baru sadar sekarang, aku yang malas pulang ke rumah, memilih untuk tetap berada di sekolah hingga akhirnya rasa kantuk mengambil alih diriku.
Aku lalu beranjak pergi keluar kelas dan mendapati jika langit sedang hujan.
Tunggu, sepertinya aku tak asing dengan hujan ini. Ya ampun ini bukan hujan biasa, ini hujan yang sama seperti yang ada di mimpiku, ini hujan abu vulkanik.
Aku langsung berlari cepat meninggalkan sekolahku, tapi aku merasa aneh. Iya sangat aneh, jalanan dimana aku berlari sangatlah sepi, tak kutemui satupun orang disini. Tetapi aku mengenal jalanan yang kulalui ini.
Di persimpangan jalan, aku mendengar suara gesekan cangkul bertubrukan dengan jalan berbatuan, si pria tanpa wajah itu berjalan ke arahku dengan membawa cangkul ditangannya, dia berjalan dengan tenang menghampiriku.