"Seberapa sering ucapanmu menyakiti hati orang lain?"
Jawabanku sudah jelas,
"Pasti sering tapi lupa"
Lupa kapan saja ucapanku menyakiti hati orang lain. Kalo kamu sendiri? Kenyataannya terkadang tanpa sadar ucapan kita menyakiti hati orang lain, kadang tersadar beberapa saat kemudian bahkan lebih parahnya tak sadar sama sekali ucapan apa yang terlontar dan bisa menyakiti hati orang lain. Jika kamu diminta untuk mengingat ucapan orang lain yang menyakiti hatimu, inget gak?
"La, gimana kamu sekarang? Anakku udah bisa ini itu, kamu bisa apa?" (ngomong di depan umum)
"Lo, kalo ngasih kado anakku jangan yang murah-murah kayak gini, yang mahal gitu lo" (ngomong di depan umum)
"Kalo ngajar di sekolah kota itu gak ada guru yang pulang pagi jam 10 11. Di sekolah kamu gimana? Pasti pulang pagi ya sekolah kampung?"
Ucapan yang teringat dibenakku hanya ini, sebab mayoritas sudah terlupakan. Dari ucapan-ucapan yang aku terima diatas. Bisa jadi orang lain akan beranggapan itu hanya kata-kata biasa, menyalahkan bahwa aku sendiri yang mudah tersinggung dan langsung memasukkan ke hati setiap perkataan orang lain.Â
Bener kok anggapan orang lain tentang ini, tapi gak selamanya salah kita juga yang merasa tersakiti dengan ucapan seperti diatas. Seharusnya, jika orang lain beranggapan bahwa kamu kurang baik saat merespon setiap ucapan orang lain, ya seenggaknya orang lain bisa nggak lebih baik dari kamu saat berucap dan tidak sampai menyakiti hati orang lain?
Pernah terpikir, orang yang dengan mudah berkata menyinggung, menyindir, memfitnah pada diri kita, mungkin saja orang tersebut pernah kita lukai tanpa sadar yang pada akhirnya mereka bersikap seperti itu juga pada kita.Â
Lah kalo orang baru kenal tapi langsung nyakitin omongannya? Hal itu bisa terjadi karena faktor lingkungan. Prof. Phillip Zimbardo dari Stanford University selaku Keynote Speaker dalam The Asia Pacific Research in Social Science and Humanities (APRiSH) Conference mengungkapkan bahwaÂ
seorang manusia terdiri dari kumpulan sifat baik dan buruk. Kita adalah makhluk yang bergantung pada situasi. Jika lingkungan di sekeliling kita baik, maka kita cenderung berbuat baik. Demikian pula sebaliknya.
Kita tidak bisa memilih ingin terlahir dari orang tua seperti apa, misal memilih terlahir dari orang tua yang diselimuti dengan lingkungan yang baik, gak bisa.Â
Pasti setiap orang memiliki sisi positif negatifnya. Namun, jika terlanjur berada pada lingkungan kurang baik dan perbuatan terus-terusan melukai hati orang lain hingga dewasa, seharusnya diri mulai tersadar dalam setiap berbuat agar tak melulu melukai hati orang lain bukan?Â
Lalu bagaimana respon kita yang terus-terusan menghadapi ucapan tak baik?Â
Mudah sekali, hanya satu memaafkan. Memaafkan sebenarnya untuk diri kita sendiri, karena kita layak untuk tidak terus tenggelam dalam emosi dan rasa sakit yang diberikan orang lain pada kita. Ketika kita bisa membiarkannya pergi, disitulah kita benar-benar bisa merasa bahagia dan terus bisa melangkah maju.Â
Tidak ada gunanya juga mengingat ucapan-ucapan buruk. Ada gunanya jika kita berniat menggunakan kata-kata buruk itu sebagai cambuk semangat untuk menjadi lebih baik lagi.Â
Namun, tetap kita harus berhati-hati. Sebab bisa jadi niat hati ingin menjadikan motivasi malah menjadi racun untuk diri. Memang memaafkan orang lain gak semudah saat mengucapkannya. Terkadang diri masih terbayang-bayang rasa sakit saat orang lain melukai.Â
Salah satu alasan kita sulit memaafkan orang lain adalah karena kita berharap orang tersebut bertindak sesuai harapan kita. Misalnya, kamu berharap orang tersebut yang meminta maaf lebih dulu. Faktanya, kita tidak bisa mengatur tindakan orang lain. Yang bisa kita kontrol adalah tindakan dan reaksi kita sendiri.Â
Kita tidak bisa mencegah orang menyakiti kita, namun kita bisa memilih apakah kita akan tersinggung atas hal itu atau tidak. Pilihan sebetulnya ada di tangan kita.
Semoga Bermanfaat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI