Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Gender Disappointment, Tidak Apa-apa Merasa Sedih

18 Maret 2021   19:38 Diperbarui: 23 April 2022   22:31 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: amp.abc.net.au

"Berharap boleh, asal jangan terlalu ngarep"

Terbesit dalam hati ibu hamil atau pasangan suami istri pasti mengidam-idamkan jenis kelamin tertentu pada saat kelahiran buah hatinya, entah itu perempuan ataupun laki-laki. 

Saat ibu hamil atau pasangan suami istri menggebu-gebu mengharapkan jenis kelamin tertentu pada calon bayi, hingga menyiapkan segala macam perabot bayi yang sekiranya sesuai dengan jenis kelamin calon bayi. Namun genetika memutuskan sebaliknya. Apa yang terjadi? 

Seakan harapan ibu hamil atau pasangan suami istri yang telah dibangun tinggi runtuh seketika diterpa angin. 

Ketika mengetahui kenyataan bahwa jenis kelamin bayi yang dinanti-nanti tak sesuai dengan yang diharapkan. Bolehkah merasa kecewa dengan jenis kelamin bayi? Inilah yang dinamakan Gender Disappointment. 

Gender Disappointment, kekecewaan yang timbul sebab anak yang sedang dikandung tak memiliki jenis kelamin yang sesuai dengan harapan.

Kekecewaan ini bisa timbul saat pasangan suami istri mengetahui jenis kelamin yang ada dalam kandungan. Balik lagi ke pertanyaan awal, bolehkah merasa kecewa dengan jenis kelamin bayi? 

Rasanya seperti suatu hal yang tabu ketika pasangan suami istri kurang senang dengan jenis kelamin bayi yang dinantinya. Bagaimanapun juga, ketika bayi yang dinanti sehat itu menjadi hal terpenting bukan? 

Banyak orang mencoba tidak akan mengakui perasaan kecewanya, menyembunyikan kekecewaan dengan mencoba menerima kenyataan. Gender disappointment atau kekecewaan gender bisa terjadi dalam bentuk air mata maksudnya menangis, kemarahan, hingga depresi. 

Kekecewaan gender tidak hanya menerpa ibu yang melahirkan bayi, pasangan, kakek, nenek, hingga keluarga besar-pun bisa merasakannya ketika semua kompak mengharapkan jenis kelamin tertentu pada calon bayi. 

Di sinilah perasaan bersalah pada ibu bayi mulai muncul, merasa bersalah atas kekecewaan yang dirasakan keluarga besarnya. 

Selain keluarga besar yang kompak mengharapkan jenis kelamin tertentu pada calon bayi. Penyebab lainnya yaitu selera pribadi, bisa jadi sang ibu selama ini memimpikan seorang anak laki-laki yang bisa diajak bermain sepak bola dengan suami atau memimpikan mengepang rambut anak perempuan. 

Selain itu bagi orang tua tunggal yang akan membesarkan anak dengan berbeda jenis, mungkin memiliki ketakutan tersendiri ketika harus membesarkan anak tanpa model orangtua dari sesama jenis. 

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi gender disappointment?

Informasi yang didapat dari parents.com mengungkapkan bahwa ada beberapa cara untuk mengatasi gender disappointment,

Menerima emosi negatif

Hal pertama yang dapat dilakukan adalah jujur pada diri sendiri. Jujur akan emosi negatif yang bergerumbul didalam hati. 

Stephan Quentzel, MD, seorang psikiater spesialis dalam masalah kehamilan di New York City mengungkapkan, memang jika kita jujur bahwa menginginkan anak laki-laki bukan anak perempuan pasti akan terkesan buruk. 

Sebab, bagaimanapun kondisi anak, kita harus menerimanya apapun yang terjadi. Namun jika seseorang tak langsung merasa senang dengan kehadiran buah hati itu hal yang wajar.  

Tak perlu memaksakan diri untuk terlihat baik-baik saja diawal, alangkah baiknya lepaskan dulu emosi negatif yang ada. Mencoba jujur pada diri sendiri bahwa kita tak merasa senang. 

Jika kita tak melepaskan emosi negatif akan membuat diri sendiri sulit dalam menghilangkan pikiran negatif. Lebih tepatnya cobalah menghindari toxic positivity. 

Menemukan alasan kekecewaan gender

Cobalah bertanya pada diri sendiri apa penyebab merasa kecewa. Apakah karena selama ini memimpikan anak laki-laki yang bisa diajak bermain sepak bola dengan suami dan menang pertandingan atau memimpikan mengepang rambut anak perempuan yang kreatif dalam menghasilkan karya? Temukan apa alasannya. 

Jika beralasan ingin memiliki anak perempuan agar bisa mengepang rambutnya dan kreatif dalam menghasilkan karya. Ingatlah bahwa tak selamanya anak perempuan kreatif dalam menghasilkan karya. 

Anak laki-laki-pun juga. Malah terkadang anak laki-laki lebih kreatif daripada anak perempuan. Setiap anak yang kita terima pasti memiliki keunikan tersendiri. Keunikan yang tak terduga dan akan membuat takjub orangtuanya. 

Percaya kemampuan mencintai 

Yakin bahwa perasaan kecewa dan merasa bersalah yang menerpa hati kita tidak akan bertahan selamanya. Diane Ross Glazer,Ph.D., psikoterapis Providence Tarzana Medical Center di California mengungkapkan bahwa kekecewaan gender biasanya hanya berlangsung sampai hari kelahiran anak, ketika ibu bertemu dengan anak. 

Fakta yang mengejutkan, oksitosin hormon kuat yang dilepaskan saat persalinan membuat ibu jatuh cinta tanpa harap pada sang bayi. 

Solusi terbaik jika merasa tak mampu mengatasi gender disappointment yaitu konsultasi pada terapis untuk membantu memproses perasaan yang terjadi dalam diri. 

Seorang anak tak pernah mengharapkan dilahirkan dari rahim perempuan mana. Pasangan suami istrilah yang mengharapkan. 

Maka dari itu, ketika mendapatkan apa yang diharapkan namun tak sesuai harapan alangkah baiknya mencoba bersyukur. Siapa tau yang hadir tak sesuai harapan ini mampu menjadi bibit untuk mengabulkan harapan kita kelak. 

Maaf jika ada salah kata dalam penulisan. 

Semoga Bermanfaat!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun