"Ini uang sakunya buat jajan waktu di Wali Songo sama Pantai Pangandaran"
Ucap ibuku sembari memberikan pecahan uang 200 ribu. Agak terpaksa aku menerima uang pemberian ibu. Melihat nominalnya hanya seperempat uang saku milik teman-temanku. Terbesit dalam benak, jika ibu sudah menentukan uang duaratus ribu cukup untukku, pasti akan cukup sesuai perkiraan ibu.
Setiap tahun pondok pesantren ku yang berada di Kabupaten Malang mengadakan wisata religi ke Wali Songo dan tadabbur alam ke Pantai Pangandaran. Kegiatan tersebut menjadi kegiatan yang istimewa dan dinanti-nanti bagi santriwan-santriwati yang terkurung lama di penjara suci.Â
Dulu yang ikut, hanya yang ingin saja. Akan tetapi untuk tahun 2018, yang ingin boleh ikut dan wajib bagi santri kelas 12 SMK dan 9 SMP. Alhasil, aku pun ikut karna saat itu kelas 12 SMK. Alhamdulillah, bisa ikut setelah penantian panjang selama dua tahun.
Jika tak ada keputusan pengasuh dengan mewajibkan santri kelas 12 SMK ikut, ya kemungkinan gak bakal bisa ikut. Karna biaya pendaftaran yang cukup menguras kantong orang tua. Alhamdulillah, rejeki gak kemana, hehe.
"Bismillah semoga cukuplah"
Ucapku dalam hati ketika menerima uang pemberian ibuku. Rasa was-was takut uang saku gak cukup apalagi posisiku gak punya uang tambahan. Yang terbayang dalam pikiran jika ikut ke walisongo pasti harus nyiapin uang untuk ke toilet, nyiapin uang buat ojek, nyiapain uang buat makan di perjalanan selama empat hari, nyiapin uang buat jajan, dan yang wajib nyiapin uang buat beli oleh-oleh untuk keluarga dan anak kamar di pondok yang gak ikut wisata religi.Â
Tapi untungnya, meskipun hanya membawa uang saku 200 ribu. Sebelum berangkat ibu juga memberikan bekal roti isi coklat dua pack, yang setiap isinya ada lima biji, satu plastik keripik singkong dan dua botol air mineral 600 ml. Ya bisalah buat ganjal perut kalo lagi laper-lapernya.Â
Well, perjalanan pertamaku yaitu ke makam Sunan Ampel di Surabaya. Berangkat jam 12 malam dan sampai disana kira-kira jam 2 dini hari. Ya karna terlalu pagi dan habis makan. Ya gk beli apa-apa waktu di Sunan Ampel, baru berangkat juga kan. Hokaii uang saku masih utuh, hehe
Perjalanan kedua menuju makam Sunan Gresik. Sampai disana hari menjelang pagi. Dan sudah memasuki hari pertama perjalanan. Bus rombongan untuk sementara berhenti di makam Sunan Gresik, sekalian santriwan-santriwati bersih-bersih diri dan melaksanakan sholat subuh berjama'ah. Tak lupa pengasuh memberi tambahan waktu beli nasi untuk sarapan.Â
"Beli ato nggk beli ato nggk. Cap cip cup kembang kuncup pilih mana yang mau dicup"
Ucapku dalam hati karna bingung, harus beli nasi atau nggak. Sebab ini masih termasuk awal perjalanan. Aku putuskan lebih baik makan roti saja. Ngliat teman-temanku makan nasi sedangkan aku roti, gk papa disyukuri. Rejeki gak kemana, hehe. Hokai kali ini uang saku berkurang 4ribu untuk ongkos ke toilet. Jadi sisanya, 196ribu. Â
Belajar selalu neriman apa yang dimiliki saat ini, menjadi bekal utama untuk mampu kuat dan tak tergoda dengan segala macam godaan.Â
Perut kenyang hatipun senang. Lanjut perjalanan ketiga menuju makam Sunan Giri di Gresik. Lokasi makam Sunan Giri berada sedikit jauh dari pusat kota Gresik yaitu di Puncak Bukit Kebomas, Gresik.
Nahh, bus rombongan kami tak bisa langsung berhenti di depan area makam. Alhasil, kita harus jalan kaki terlebih dahulu ataupun naik ojek. Pilihan untuk penghematan uang sudah pasti jalan kaki. Ya gk papalah kapan lagi jalan sehat di pagi hari menjelang siang kaya gini.
Untuk yang kedua kalinya aku ke toilet lagi dengan ongkos 4ribu. Jadi sisa uang saku 192ribu. Sesampai disana aku dibuat terkejut dengan banyaknya pengemis yang berjejeran. Â
"Ngasih gak ya, ngasih gak ya? Oke, ngasih aja"
Akhirnya aku putuskan untuk memberi uang pada dua orang pengemis yang jaraknya berjauhan.Â
"Bismillah, semoga berkah"
Niatku dalam hati ketika memasukkan satu lembar uang lima ribu ke dalam kotak milik dua orang pengemis. Hokaii sisa uang saku kali ini 182ribu.
Gass perjalanan keempat, menuju makam Sunan Drajat di Lamongan. Makam Sunan Drajat berada di wisata Lamongan, diatas bukit tinggi dan dikelilingi pepohonan yang luas. Seperti makam wali sebelumnya, jarak tempat parkir dengan makam Sunan Drajat lumayan jauh, tapi kita hanya bisa menempuh dengan berjalan kaki. Melewati beberapa toko oleh-oleh seperi lorong. Tergiur ingin beli-beli?? Sudah pasti, tahan dulu lahh. Baru sehari perjalanan, hehe.Â
Perjalanan kelima, menuju makam Sunan Bonang di Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang lumayan dekat dengan Masjid Agung Tuban serta alun-alun Tuban.Â
Kami sampai di sana hari menjelang sore, pengasuh memberi perpanjangan waktu untuk istirahat dan melaksanakan sholat asar. Ada yang nyari makan, jajan, ngicil beli oleh-oleh. Okee aku makan roti aja, hehe. Alhasil habis dua roti isi, satu botol air mineral tanggung habis kulahap.Â
Perjalan keenam, menuju Jawa Tengah ke makam Sunan Kudus. Jarak lokasi antar makam Sunan Bonang dengan Kudus sekitar 194,4 kilometer. Sesekali dalam bus, tiba-tiba ada pedagang asongan yang menjajahkan barang dagangannya. Mulai dari cemilan hinggga kerajinan tangan. Dan tidur, menjadi solusi terbaik ketika melihat godaan itu.Â
Letak makam Sunan Kudus tepatnya dibelakang Masjid Al-Aqsha menara Kudus. Sesampai di parkiran, kita akan disambut dengan bapak-bapak ojek yang memawarkan jasanya, sebab jarak antar makam dengan parkiran yang lumayan jauh. Kali ini alu memutuskan untuk naik ojek. Butuh waktu 10 menit untuk sampai di area makam. Jadi sisa uangku, 167ribu.
Untuk balik menuju area parkiran, keputusan terbaik adalah jalan kaki. Sebab, melihat uang saku mulai berkurang.
Perjalanan ketujuh, menuju Makam Sunan Muria. Saat itu sudah hampir jam 8 malam dihari pertama. Makam Sunan Muria berada di Bukit Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Dan berada diketinggian 1600 meter diatas permukaan laut.
Jarak antar parkiran demgan makam Sunan Muria sekitar 500 meter dan kita harus menaiki 432 anak tangga. Jumlah anak tangga seakan memiliki makna jika angkanya saling ditambahkan (4+3+2). Ada dua pilihan, bisa naik ojek atau jalan sehat di malam hari.Â
Melihat segitu jauhnya, aku menyerah duluan, hehe. Akhirnya, naik ojek lagi. Dengan melewati jalan yang berbelok-belok mengikuti bentuk bukit. Dan pemandangan kerlap-kerlip di malam hari. Hokaii kali ini sisa uang saku 152ribu. Sesampai disana kita akan disambut lorong area toko buah tangan milik warga setempat.Â
Untuk balik lagi ke area parkiran bus, aku memilih jalan kaki menuruni tangga bersama rombongan pengasuh. Melewati 432 anak tangga yang berkelok-kelok. Dengan hiburan toko buah tangan dan pemandangan malam. Ternyata lebih menyenangkan jika jalan kaki. Karna jalan bersama jadi gak kerasa capek. Tau-tau udah sampai area parkiran.Â
Cuaca malam itu dingin sekali, areanya juga masih di perbukitan. Alhasil, aku ngeteh dulu di warung dekat parkiran. Teh seharga 4000 yang gak terlalu manis, tapi menghangatkan. Hokaii sisa uang saku 148ribu.Â
Perjalanan kedelapan, menuju makam Sunan Kalijaga di Demak. Jaraknya sekitar 26 kilometer. Sampai disana sudah memasuki hari kedua perjalanan. Makam Sunan Kalijaga sendiri terletak di Desa Kadilangu, Kecamatan Demak Kota, Â Kabupaten Demak. Sama seperti area makam wali yang lain. Jarak antar parkiran dengan area makam cukup jauh. Lagi-lagi jalan kaki menjadi pilihan terbaik.
Dan lagi-lagi berusaha memakan bekal yang ku miliki saja, ketika mulai tergiur dengan jajanan di area toko warga. Ya satu pack roti dan satu botol air mineral tanggung habis.Â
Membeli dua botol air mineral isi 1500ml ku rasa cukup untuk menahan hausku nanti. Sisa uang saku, 138ribu. Ketika di makam Sunan Kaijaga, tak lupa kami menghampiri Masjid Demak untuk mengistirahatkan diri.Â
Lanjut perjalanan kesembilan, menuju makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat. Jarak dari Kota Cirebon menuju makam Sunan gunung Jati sekitar 6 km. Untuk kali ini pengasuh nemberikan perpanjangan waktu untuk santri mencari makan. Sama seperti sebelumnya, aku masih setia menghabiskan sisa satu pack roti isi coklat.
Perjalanan tak berhenti sampai disini, pengasuh mengarahkan santri untuk ziarah ke makam Habib Husein Luar Batang di Jakarta Utara. Kemudian pengasuh mengajak kita istirahat di Masjid Istiqlal dan jalan-jalan ke Monas.
Sebelumnya di area makam walisongo,ada yang memberikan tarif biaya ubtuk menggunakan toiletnya ada juga yang tidak. Kali ini, uang saku berkurang lagi untuk membayar ongkos toilet di area parkiran dekat Masjid Istiqlal. Sisa uang saku 137ribu.
Tak terasa hari sudah sore, kami pun melanjutkan perjalanan ziarah lagi. Seingatku masih ada 3 makam wali lagi yang kami kunjungi, hingga memasuki hari ketiga. Tapi sungguh aku benar-benar lupa lokasinya.Â
Di hari keempat menjelang sore, kami sampai di Pantai Pangandaran. Ada yang menyewa jip mini sambil mengelilingi tepi pantai, ada yang menyewa perahu, memborong buah tangan pernak pernik rumah tangga, atau sekedar main dan pasir. Sedangkan aku sendiri, duduk manis menjaga tas barang bawaan temanku sambil menemani ibu-ibu di warung kecilnya.
Pikiranku hanya, takut bekal uang saku tak cukup untuk oleh-oleh keluarga di rumah, jika aku ikut mengeksplor area pantai.Â
Hari ini menjadi hari terakhir perjalanan. Semua orang bingung mencari toko oleh-oleh. Akupun juga. Lima puluh ribu ku gunakan membeli cemilan oleh-oleh untuk keluarga. Dan dua puluh ku gunakan patungan untuk membeli oleh-oleh teman kamar di pondok.
Sisa uang saku tinggal 67ribu. Ditambah ongkos keperluan dihari ketiga yang aku lupa mengeluarkan biaya apa saja. Yang paling kuingat, aku pulang masih membawa uang sisa 30ribu. Dengan modal membawa 2 pack roti isi, satu plastik keripik singkong dan 2 botol air mineral tanggung.Â
Ternyata dengan membawa uang saku 200ribu untuk mengelilingi Pulau Jawa yang bagiku pasti kurang, ternyata cukup-cukup saja. Malah masih ada sisa. Untungnya ibuku memberikan bekal uang yang tak terlalu banyak, tersirat pesan ibu bahawa ingin aku belajar hemat dan tak menghambur-hamburkan uang selagi memiliki uang. Hanya membeli sesuatu yang dirasa sangat perlu.Â
Dengan ini aku sadar, mencari uang tak seperti memetik daun. Tak semudah itu. Kita minta uang pada orangtua, pasti bagaimanapun caranya orangtua akan memberi. Tapi pernahkah kita berpikir, bagaimana jerih payah orangtua ketika kita menghabiskan uang yang diberikan orangtua dengan mudah??Â
Meskipun aku rasa ceritaku agak mbulet, semoga kalian bisa memahaminya.Â
Semoga tulisan ini bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H