Tak habis pikir, apa tujuan bapak menikah untuk yang ketiga kalinya  tanpa persetujuan anak-anaknya. Sedangkan tanah makam istri keduanya masih basah belum kering, sebab masih tujuh harinya.Â
"Gk onok sing ngrumat aku"Â (Gk ada yang merawat aku)
Sekilas itu jawaban bapak pada anak dari istri pertama nya. Jawaban bapak yang memperlihatkan kekawatirannya jika tidak dirawat oleh anak-anaknya.Â
Keadaan semakin memanas ketika semua anak-anaknya memindahkan barang-barang milik ibunya dirumah sebelah (rumah milik anak perempuan sulungnya dulu).Â
Hari pun berlalu, semua seakan mencoba melupa dengan kejadian yang terjadi meskipun sebenarnya tak bisa lupa. Hanya pura-para lupa. Anak perempuan sulungnya tinggalnya dirumah barunya bersama adik bungsunya. Sedangkan adik pertamanya tinggal di rumah kakak perempuan sulungnya yang dulu.Â
Tak ada yang berniat untuk tinggal serumah bersama bapak dan ibu tiri nya, lebih baik menjauh daripada menyiksa batin pikir mereka. Tanpa sepengetahuan ketiga anaknya. Aset tabungan milik almarhumah ibunya dijual semua oleh bapak.
Terutama salah satu tiket berangkat haji di tahun 2020 milik almarhumah istri keduanya diberikan cuma-cuma pada istri barunya. Padahal berangkat ke tanah suci merupakan impian istri keduanya sebelum akhirnya maut menjemputnya. Hal tersebut sungguh membuat sesak anak perempuan sulungnya, karna merasa tak trima jika tiket berangkat haji tersebut diberikan pada orang lain. Tanpa persetujuan ketiga anaknya.Â
Namun, seakan Tuhan ikut tak merestui tindakan bapak. Dengan adanya wabah virus corona, yang mana calon jamaah haji tahun ini untuk sementara waktu diundur entah sampai kapan.Â
Luka batin semakin menjadi jadi ketika anak perempuan sulungnya mengetahui bahwa adek pertamanya tak diberi saluran air saat tinggal di rumah miliknya dulu. Hal tersebut sangat menyulitkannya ketika akan melakukan aktivitas.
Memang saluran air milik bapak dan rumah anak sulungnya gabung menjadi satu. Tapi saat ini sudah diputus pada bagaian saluran ke arah rumah yang ditinggali adik pertamanya. Pintu penghubung kedua rumah juga ditutup rapat oleh bapak dengan jajaran kayu tebal yang dipaku.Â
Sungguh tak habis pikir, sikap bapak yang semakin menjadi-jadi. Disisi lain anak-anak yang merasa serba salah takut jika kesannya durhaka pada bapak sendiri. Tapi disisi lain, mereka tak kuat dengan perlakuan bapak yang makin lama makin melukai batin mereka yang rapuh.Â
Itulah yang menyebabkan mereka semua merasa tersiksa dan sesak jika mengingat sebutan Bapak. Sejatinya hanya goresan luka dalam yang muncul jika mereka mengingat sebutan itu.