Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Self Efficacy = Penentu Sukses

20 September 2020   13:16 Diperbarui: 4 November 2020   08:44 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                             

" Zahro, maju ke depan yukk. Tempel potongan puzzlenya!"

Ajak wali kelas adekku. Inisiatif beliau untuk menjadikan adekku sosok yang berani dan percaya diri. Terlihat adekku hanya geleng-geleng kepala sembari menggigiti bibirnya. 

Hingga memasuki Sekolah Dasar, masih tetap saja adekku setia dengan sifat pemalunya dan kurang percaya melaksanakan tugas apapun. Padahal sebenarnya ia mampu untuk berprestasi, hanya saja keraguan mengalahkannya. Jika dilihat dari kasus adekku, jelas sekali adekku memiliki self efficacy yang rendah. Apa itu self efficacy?

Jujur aku baru mendengar tentang self efficacy kemarin pada mata kuliah parenting. Self efficacy menurut Bandura (1977) merupakan keyakinan individu mengenali kemampuannyadalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas untuk mencapai hasil tertentu. Bahasa sederhananya, anak mampu percaya diri dalam menyelasaikan dengan kondisi apapun. Karena ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu menyelesaikannya. 

Bandura juga mengatakan bahwa self efficacy berpengaruh besar pada perilaku. Anak yang memiliki self efficacy yang tinggi, ia mampu menyelesaikan tugas dengan maksimal. 

Memiliki motivasi yang kuat dan tujuan yang jelas. Sedangkan seseorang yang memiliki self efficacy yang rendah, cenderung tidak mau usaha, tak memiliki motivasi yang kuat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Ia lebih sering menjatuhkan dirinya, dengan meragukan kemampuannya. 

Lalu Bagaimana cara orangtua meningkatkan self efficacy pada anak?

Sebelum orangtua menginginkan anak memiliki self efficacy. Sudahkan orangtua memiliki sifat tersebut? Tidak perlu dijawab, yang jelas orangtua harus mebenahi diri terlebih dahulu. 

Apabila orangtua memiliki self efficacy yang baik, maka akan berpengaruh pula pada anak tersebut. Secara tidak langsung orangtua akan bertanggung jawab dan menjalankan peran sebagai orangtua sebaik mungkin. 

Orangtua juga akan menanamkan kepada anak untuk percaya diri, tidak mudah menyerah, menyelesaikan masalah, self love dan sebagainnya. Sebab, memberikan solusi berupa cara saja tidak cukuo untuk membantu menyelesaikan masalah pada anak. 

Anak membutuhkan dorongan dari orangtua untuk meyakinkan dirinya bahwa ia mampu. Sudah kewajiban orangtua berada didekatnya jika ia memiliki masalah. Membimbingnya dan membuatnya kuat untuk melaluinya. Kondisi anak yang juga psikologinya belum matang, maka dari itu diperlukan dampingan orangtua atau orang dewasa. 

Dapat dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi IAIN Kudus, Nur Khasanah (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dukungan dan penerimaan orangtua secara bersama-sama memiliki pengaruh positif terhadap efikasi diri anak. Adapun dukungan yang dilakukan orangtua yaitu dengan memberinya nasihat, saran ataupun berupa bimbingan. 

Selain itu, orangtua juga menghargai, memenuhi kebutuhan dan dan memberikan kasih sayang yang tulus pada anak. Dengan cara seperti ini akan membantu anak memperoleh keberhasilan dalam mengikuti kegiatannya, sehingga anak meiliki self efficacy yang kuat tertanam pada dirinya. Sebaliknya, jika orangtua tidak memberikan dukungan, bantuan, perhatian bahkan kasih sayang. Anak akan merasa tidak amandan tidak yakin ketika menghadapi masalah yang ia hadapi. 

Rasanya seperti menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang yang sudah mantap memilih gelar menjadi orangtua. Harus siap lahir maupun batin., karena memang sejatinya pernikahan tak hanya melulu tentang cinta. Masih ada sekelibet permasalahan yang harus dihadapi, siap maupun tidak. Mengharapkan anak lahir menjadi sosok yang sempurna dan sukses dihari tua tanpa orangtua memberikan self efficacy yang baik, rasanya seperti omong kosong belaka. 

Merujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Smith et al. (2006) tentang bagaimana kegagalan dan kesuksesan terhadap penyelesaian tugas yang dapat memengaruhi self efficacy seseorang terhadap tugas. Penelitian Smith dilakukan dengan menggunakan anagram (yang dapat diselesaikan dan tidak dapat diselesaikan). Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan dalam menyelesaikan tugas akan menurunkan self efficacy  dan sebaliknya kesuksesan dalam menyelesaikan tugas akan meningkatkan self efficacy. 

Jika seorang anak tidak dibiasakan memiliki self efficacy sejak dini, akan berpengaruh ketika ia beranjak dewasa. Menjadi pribadi yang dikelilingi rasa ragu akan diri sendiri akan menyulitkannya bersaing di dunia luar. Apalagi zaman semakin maju, orang yang diam akan kalah saing dengan orang yang percaya diri, meskipun sebenarnya orang yang diam memiliki skill lebih baik daripada yang percaya diri.

Oleh karena itu, yukk tanam self efficacy sejak dini!

Semoga Bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun