Mohon tunggu...
Siti KumalaTumanggor
Siti KumalaTumanggor Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berharap pada manusia sama dengan patah hati secara sengaja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gagal Usai

1 Februari 2022   20:22 Diperbarui: 1 Februari 2022   20:27 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadi, kapan Abang pulang?" tanya Ara saat melakukan video call dengan Wisnu, kekasihnya.

"Sabar, Sayang. Aku juga belum tau kapan pastinya."

"Iya, iya. Semoga segera, aku udah lumutan tau nungguin kamu."

Sekarang semua telah menjadi kenangan. Sehari setelah pembicaraan itu, Wisnu memutuskan hubungan melalui via chat. Berulang kali Ara mencoba menghubungi untuk meminta penjelasan, tetapi tak bisa tersambung. Perasaannya hancur, semua angan yang pernah terbayang sirna seketika. Dia hanya bisa menangis dan meringkuk dalam kamar.

"Ara ... ada temen kamu di depan." Suara ibu terdengar dari balik pintu. Ara menyeka kedua sudut mata, lalu beranjak ke meja rias. Dia menatap nanar gambar diri di sana. Di mana letak kekurangannya? Kecantikankah? Atau apa? Ara melempar cermin dengan botol hand body hingga menimbulkan bunyi pecahan.

"Ara!? Kamu baik-baik saja, kan?" Suara ibu terdengar panik.

"Em, iya. Aku baik-baik saja, Bu. Itu suara kaca yang jatuh, ibu gak usah khawatir," balas Ara dengan air mata berderai.

"Syukurlah. Terus itu temanmu gimana? Mau---"

"Suruh pulang aja, Bu. Aku ngantuk," potong Ara cepat sebelum sang ibu menyelesaikan kalimat.

Suara langkah terdengar menjauh, ibu sudah pergi. Tangan Ara perlahan bergerak mengambil sebuah pecahan kaca. Mendekatkannya pada pergelangan tangan, lalu menyayatnya. Dia meringis, sakit. Darah mulai menetes ke lantai, tubuhnya melemas. Pandangan Ara memburam, lalu semua gelap bersamaan dengan tubuhnya yang tersungkur di lantai.

"Ara! Bangun, Nak!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun