Mohon tunggu...
Siti KumalaTumanggor
Siti KumalaTumanggor Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berharap pada manusia sama dengan patah hati secara sengaja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan di Ramadan

11 Oktober 2021   20:46 Diperbarui: 11 Oktober 2021   20:55 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini, Nak." Innah menyodorkan baju yang diminta anaknya.

Dengan kasar lelaki itu menyambar, lalu mengenakannya. Dia melenggang pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Innah menekan dada, sesak sekali melihat perlakuan Lionel yang kian semena-mena padanya.

Hari pertama puasa kadang memang lemas, begitu pun yang dirasakan Innah. Dia merebahkan tubuhnya di tikar yang digelar di ruangan tengah. Niatnya hanya ingin istirahat sejenak, lelah seharian bekerja. Mencuci pakaian di rumah tetangga merupakan caranya mendapatkan uang untuk kehidupan mereka sehari-hari.

Waktu berjalan begitu cepat. Sang jingga mulai menyembunyikan diri. Namun, Innah belum juga bangun. Tidurnya sangat pulas. Tak lama kemudian suara langkah kaki mendekat. Dia berdecak kesal, lalu berjalan ke belakang.

Innah terlonjak kaget saat segayung air disiramkan ke wajahnya. Siapa lagi kalau bukan Lionel pelakunya. Lelaki itu terkekeh melihat wajah, dan baju Innah yang basah kuyup.

"Duh, dasar orang tua nggak berguna! Ngapain coba tidur jam segini?" Lionel melirik arloji hitam yang tersemat di pergelangan tangan kirinya.

"Maafkan ibu, tadi-"

"Sudah-sudah! Aku lapar, makanan nggak ada. Seharian ngapain aja? Oh, iya, pasti tidur. Makanya gak usah sok puasa kalau gak kuat. Udah tua juga." Lionel berlalu meninggalkan Innah yang masih bergeming.

"Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi umat Islam, Nak," lirih Innah. Cairan bening menetes ke pipinya.

***

Bukan seorang ibu namanya jika berhenti mengajak anaknya menuju kebaikan. Seperti di hari kedua puasa, Innah berusaha mengetuk pintu kamar Lionel. Hingga dua puluh menit berlalu sama sekali tak ada sahutan, Innah akhirnya sahur sendiri lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun