Dengan kasar Winky mendorong pintu kayu itu. Mengedarkan pandangan, berdecak kesal saat melihat setiap sudut rumah yang berantakan.
"Mak!" teriaknya,"di mana, sih?"
Suara batuk Emak terdengar, beliau keluar dengan balutan sarung.
"Kenapa teriak, Win? Emak lagi kurang enak badan," ucap emak pelan. Badannya panas, bahkan untuk berdiri seperti itu sebenarnya sudah tak kuat. Namun, demi anak semata wayangnya dia berusaha bangkit.
"Dasar tua! Apa gunanya di sini, kalau tidak bisa apa!" bentak Winky. Itu bukan hal baru, dia selalu melakukan hal kasar pada Emak.
Emak hanya diam, percuma dia berbicara Winky tidak akan mendengarkan. Tiba-tiba kepala Emak pusing, akan tumbang jika tak langsung memegang lemari yang berada di dekatnya.
"Win, tolong antar Emak ke klinik, Emak udah nggak kuat," pinta Emak, terlihat seperti memohon. Wajah keriput itu semakin pucat, gemetar tubuhnya pun semakin menjadi.
"Enak saja! Aku mau kerja!" Winky melenggang pergi tanpa memedulikan Emak.
***
Winky mengobrak-abrik barang yang ada di ruangan itu. Melemparkan laptop hingga hancur tak berbentuk. Hari ini kesialan menimpa berturut-turut. Mulai dari kekasih yang memutuskan sepihak dan sekarang dia dipecat dari kantor.
Beberapa satpam menangkap Winky, menahan agar tidak mengacau lagi. Mereka mengeluarkan Winky dengan paksa dan mendorong hingga terjerembab.
Selama perjalanan, Winky tak henti-henti menggerutu dan mengutuk. Semua seperti mimpi, hancur dalam sekejap.
Tiba-tiba Winky tersentak, pikirannya melayang pada Emak. Dengan cepat dia bergegas menghentikan angkot agar segera sampai rumah. Dia berniat akan meminta maaf pada Emak, mungkin karena perlakuan buruknya selama inilah yang menyebabkan semua kesialan itu.
Setibanya di rumah, Winky bingung. Sangat ramai, ada apa sebenarnya? Tanpa memedulikan orang-orang yang memandangnya, dia menerobos untuk melihat keadaan di dalam.
Lututnya bergetar dengan wajah pucat pasi. Apa yang terlihat di hadapannya sungguh di luar dugaan. Namun, Winky menggelengkan kepala kuat, tidak mempercayai kenyataan. Tidak mungkin!
"Win, yang sabar, ya. Semua ini takdir, kamu harus kuat menjalani," ucap seorang bapak yang duduk tak jauh darinya.
Tubuh Winky luruh di lantai. Matanya mulai memanas. Dia membuka perlahan penutup wajah itu, hingga tampak jelas orang yang selama ini tersenyum hangat padanya kini terbujur kaku.
"E-ma-mak ... Mak!" Air mata Winky mulai mengalir, diguncangnya jasad Emak dengan kuat.
"Ikhlaskan, Win! Jangan buat Emakmu tidak tenang! Kamu pasti bisa!" tegur Ucup, tetangganya.
"Mak, maafin Winky. Selama ini udah durhaka sama emak. Maaf ...."
Sejak saat itu, Winky seperti kehilangan arah dan akal. Setiap hari dia selalu berteriak memanggil Emak, kemudian diakhiri dengan tangisan. Entahlah, mungkin penyesalan yang membuatnya seperti itu.
"Mak, maafin Winky. Aku menyesal," lirihnya. Tak lama kemudian suara tawa menggelegar bersamaan dengan air mata yang mengalir deras.
Hargai selama dia masih ada, kita tidak tahu kapan sang kuasa memanggil. Beri dia kebahagian, rawat dia sepenuh hati seperti dia yang dulu merawat dan membahagiakanmu. Tidak ada yang bisa menggantikan posisinya, tetapi beliau bisa menggantikan posisi siapa saja.
Ibu, dialah sumber kasih sayang; mengasuh dan memberi tanpa batas. Dialah prajurit malam yang selalu berjaga dan terjaga. Menemani ketidakberdayaan kita. Dia yang selalu mendahulukan anaknya dari dirinya sendiri, mencintai tanpa menuntut balas.
Ibu, I love you.
:*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H